Apa yang dilakukan anak itu? Ia mengajakku berkenalan.
“Aku adalah pemandu dalam mimpimu. Aku akan menemanimu selagi kamu bermimpi. Yang kaubutuhkan saat ini adalah tidur. Maka aku akan menjadi pemandu dalam mimpimu itu.”
Apa yang ia maksud?
“Kau hanya bisa melihatku ketika kau bermimpi. Kau bisa menganggapku teman mimpimu.”
Jadi, sekarang aku sedang bermimpi?
Anak itu menggeleng.
Wow! Ia bahkan bisa membaca pikiranku.
“Selama lima menit ke depan, kau bisa melihatku di dunia nyata. Setelah itu, kau bisa menemuiku di dalam mimpimu. Kuharap kau mau berteman baik denganku. Selama mimpi, aku akan membuatkanmu majalah yang mengandung seluruh alur mimpimu. Chloe is ready to process magazines.” Dia tersenyum.
Senyumannya terlihat sangat hangat. Wajah imutnya tidak menunjukkan ia seorang hantu atau seseorang yang ingin mencelakaiku. Aku melihatnya mencoba menggenggam tanganku dengan sangat lembut dan hati-hati. Rasa takutku mulai hilang, digantikan dengan rasa penasaran pada anak itu. Dari senyumnya, aku merasa dia memang benar-benar baik. Aku menduga ia dibesarkan di keluarga blasteran. Biasanya di daerahku lebih banyak penutur bahasa daerah, baru kali ini aku melihat anak kecil yang mengobrol dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Meski begitu, aku sangat suka sekali dengan keberagaman ini.
Belum sempat tangan kami saling menggenggam, ia pun menghilang dari pandanganku. Aku memutuskan untuk kembali berbaring. Jika perkataannya benar, aku akan menemuinya dalam mimpiku. Mataku mulai terpejam. Tak lama, sebuah gambar muncul. Yang kulihat itu seperti kamarku.
Halo? Inikah mimpiku? Rasanya aneh bertanya kepada diri sendiri dengan pertanyaan itu. Jika benar ini mimpiku, aneh juga bisa menyadari bahwa ini adalah mimpi. Aku berjalan untuk membuka pintu kamarku. Aku terkaget melihat Amel dan Theo sudah berada di ruang tamu, menungguku untuk melakukan piknik bersama di pinggir sungai seperti biasanya. Lalu, aku meminta izin pada keduanya untuk mandi terlebih dahulu dan bersiap-siap. Sangat mustahil bagiku untuk pergi ke pinggir sungai dengan pakaian yang bau seperti ini. Amel menjawab, “Sok mangga. Aku tunggu di sini ya.” Aku mengangguk dan kemudian Theo berkata dengan logat jawanya, “Sing bersih yo. Aku wedi ada orang jijik melihatmu.” Aku kembali mengangguk. Meski begitu, aku mengakui bahwa tidak mandi pun tidak akan mempengaruhi hidupku. Orang yang merasa jijik terhadapku tidak akan membuatku gila. Lagi pula, ini hanyalah mimpi. Hal buruk apa pun yang aku perbuat atau yang mereka perbuat padaku, tidaklah penting. Aku akan selalu ingat ini hanyalah mimpi. Mimpi yang membuatku memiliki seorang pemandu. Oh, tapi, di mana dia sekarang?
“Chloe di sini. Chloe is ready to process magazines.” Seakan ia tahu yang kupikirkan, anak kecil itu tiba-tiba berada di hadapanku. Wajah imutnya tidak berubah.
Apa yang ia lakukan di sini? Aku akan mandi. Meskipun kami sama-sama perempuan, ia tidak diizinkan untuk mengintipku mandi.
Chloe menggelengkan kepalanya. “Kenapa mandi? Apakah kamu ingin menghabiskan mimpimu malam ini hanya untuk mandi? Bukankah banyak hal yang kamu inginkan, hal yang lebih indah dari mandi?” Suaranya sangat kencang hingga aku kuatir Amel dan Theo akan mendengarnya.