Sejak kecil aku sering ditinggal tugas oleh ayah, sebab ia seorang prajurit TNI-AD. Dulu sering merasa tidak mengenal ayahku sendiri karena ia sering pergi tugas dan iri kepada teman-temanku ketika mereka pergi ke sekolah diantar oleh ayah sedangkan aku bersama mama dan kami selalu berdua di rumah tanpa ayah. Disela-sela senggang ini kami berdua berbincang mengenai tugasnya ketika pergi ke Aceh saat aku berumur 5 bulan saat itu. Ternyata ayah ditugaskan untuk menghentikan konflik yang disebabkan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dimana kita ketahui bahwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mendeklarasikan kemerdekaan bagi Aceh pada tanggal 4 Desember 1976. Konflik tersebut berakhir pada tahun 2005 setelah  adanya kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki  menandai akhir dari perang sipil di Aceh.
Setelah mendengarkan cerita ayahku ternyata terselip kisah menarik dibalik konflik GAM di aceh saat itu, maka ku tuliskan cerita ayahku ini sebagai pengingat bahwa tidak semua peristiwa buruk hanya ada memori pahit tetapi memori manis yang hingga kini masih terkenang di ingatannya.
Mari kita mulai
Much Yasir nama ayahku, ia sudah berkarier sebagai TNI-AD sejak 1997 di Grup 1 Kopassus. Pada saat itu ia berpangkat Tamtama ketika sudah menyelesaikan pendidikan lalu ditempatkan di Grup 1 Kopassus Batalyon 11 kompi 3. Pada tahun 1999 sampai 2000 ia mempersiapkan pratugas untuk ke tugas ke Aceh pertama kali. Ketika itu ada 3 daerah konflik (Aceh, Ambon dan Papua) di Indonesia dan ayahku terpilih ditugaskan untuk ke aceh, pada tahun 2000 ia berangkat dengan pesawat Hercules, ketika ingin mendarat di Malikul Saleh Lhokseumawe pesawat tersebut ditembaki oleh gerombolan GAM tetapi berhasil mendarat dan  diperintahkan untuk cepat turun dari pesawat setelah itu menaiki truk minyak milik perusahaan Amerika untuk melakukan pembersihan (memberantas gerombolan GAM) di Aceh Utara.
Baku tembak dengan gerombolan GAM pun tak terelakkan ketika melakukan penyisiran di wilayah Langkahan ketika berpas-pasan dengan GAM, kalau aku di sana mungkin aku tak bisa sehebat ayah melainkan lari ketakutan. Melanjutkan perjalanan penyisiran nya ayah dan rekan-rekan yang tergabung dalam Kompi Parako Grup 1 Walet menemukan markas besar milik GAM di dekat sungai antara daerah Langkahan dengan Simpang Ulim karena didekat sungai tersebut terdapat tambak udang dan kepiting akhirnya ayah dan rekannya bisa makan udang besar dan kepiting menurutku mereka tidak ada rasa takut dan malah menikmati makanannya akibat keseringan makan sarimi, ransum dan sarden saat tugas jadi bosan sepertinya. Selama 1 tahun menyusuri 4 kabupaten dari aceh utara, timur hingga selatan dengan jalan kaki. Hasil dari penyisiran selama 1 tahun dengan berjalan membuahkan hasil Kompi Parako Grup 1 Walet mendapatkan senjata paling banyak, sebanyak 375 Â pucuk senjata organik berbentuk AK-47, M-16 dan lainnya. Setelah 1 tahun bertugas akhirnya mereka pulang dengan menaiki kapal yang berada di pelabuhan Aceh Utara, selama 3 hari perjalanan sampai ke Jakarta.
Ke Aceh untuk ke-2 kalinya, bertemu pujaan hati
Tahun 2002-2003 ayah ditugaskan kembali ke Aceh setelah 3 bulan berada di Basis yaitu Grup 1 Kopassus. Kali ini sudah hafal jalan tikus yang dilewati oleh GAM serta daerah-daerahnya. Ayah tergabung dalam kompi Baladika pos nya terdapat di daerah Julok Aceh Timur operasi wilayahnya di Julok, Bagog, Perlak Simpang Ulim, Panton Labu, Langsa Dan  Aceh Singkil. Tugas ke Aceh ini berbeda dari yang sebelumnya karena pos ayah kala itu berada di belakang rumah nenek jadi ayah bertemu pertama kali sama mama di sana, seperti pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui mengapa aku bilang begitu karena awalnya untuk menjalankan tugas saja ternyata mendapatkan pendamping hidup juga takdir memang gada yang tahu bukan. Karena kondisi masih belum kondusif pernikahan ayah dan mama dilaksanakan di Medan pada bulan Oktober tahun 2003 kemudian mama di bawa oleh ayah kembali ke Grup 1 Kopassus.  Ketika aku bertanya "apakah saat ayah pulang GAM sudah tidak ada?"  Ternyata saat pulang GAM masih ada tetapi terbagi 3 zona (damai, senjata, perang) zona damai sekitaran mesjid.
Ke Aceh untuk ke-3 kalinya meninggalkan anak dan istri
Waktunya untuk menikmati sebagai keluarga kecil karena diriku terlahir kedunia tetapi sangat disayangkan ayah kembali ditugaskan ke Aceh di umurku yang baru 5 Bulan dengan berat hati meninggalkan istri dan anaknya berdua saja tetapi ayah tetap harus menjalankan perintah atasannya, sedikit heran apakah ayah tidak trauma ditugaskan sampai 3 kali ke daerah konflik. Saat kembali ke aceh tahun 2004 bertepatan dengan peristiwa tsunami Aceh, keadaan sudah berbeda ayah menjalani SATGAS tempatnya di Perlak. Tugas ini tidak lama seperti 2 tugas sebelumnya karena pada tanggal pada 15 Agustus 2005 perang sipil di Aceh usai karena adanya kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan GAM.
Peristiwa paling mengerikan
Ayah bercerita menurut dia peristiwa paling mengerikan Ketika 2 rekan ayah terkena bom, sebelumnya  itu kami sedang berpatroli menemukan bom yang ternyata memiliki 2 sumbu ketika sudah di putus 1 sumbu ternyata baru ketahuan bom tersebut memiliki 1 sumbu di bagian bawah lalu meledak dan 2 teman ayah sebagai penjinak bom dari Kopassus terlempar ke sawah dengan tubuh yang hancur, ayah dan rekan-rekan yang lain mengambil bagian-bagian tubuh 2 rekannya yang telah gugur lalu dikumpulkan kemudian mereka bawa ke pos, mental seorang tentara memang diciptakan kuat tak terbayangkan kalau diriku ini diposisi ayah, mengumpulkan tubuh rekanku sendiri membayangkannya saja sangat mengerikan. Selain itu GAM juga melakukan pencurian dan membunuh TNI-POLRI sebagai bentuk ancaman.
Kenangan membahagiakan
Ketika melakukan pendekatan kepada masyarakat-masyarakat aceh dan juga melindungi mereka dari intimidasi dan tindak kriminal yang dilakukan oleh GAM, bermain dengan anak-anak kecil, berolahraga dengan bermain voli bersama, Â mendapat teman, keluarga dan juga istri. Mengenal daerah-daerah baru pengalaman itu tidak bisa dibayarkan oleh apapun dan sangat berharga.
Peristiwa kelam ini aku ceritakan kembali sebagai bentuk kenangan apa yang sudah dilalui seseorang. Bukan maksud untuk mengungkit kembali peristiwa kelam, tetapi bisa kita jadikan sebagai pengingat bahwa Indonesia pernah mengalami peristiwa ini karena ketidakadilan akan daerahnya serta sebagai pengingat agar tidak terulang peristiwa yang sama. Semoga teman-teman pembaca setelah membaca ini merasa ingin mengetahui atau mengingat kembali sejarah pemberontakan GAM di aceh dan ikut mendoakan korban-korban yang gugur dalam peristiwa ini.
Selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H