Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Pendidikan Nasional 2021: Sinyal Mundurnya Pendidikan SD SMP SMA?

2 Mei 2021   21:15 Diperbarui: 2 Mei 2021   21:23 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Meskipun sudah banyak yang tahu, tetapi tidak ada salahnya kembali saya tegaskan kelebihan homeschooling komunitas. Karena itu, sejak tahun 1980-an para  orangtua cerdas dan berani sudah memilih jalur nonformal dibanding formal. Mengapa?

1. Jumlah mata pelajaran.  Homeschooling berhak memilih kurikulum yang digunakan, dari luar negeri atau dalam negeri, atau mengkombinasi sesuai target.  Sekolah Megana mewajibkan hanya 7 (tujuh) pelajaran inti yakni Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan Kewarganegaraan PKN + Peminatan IPA (Fisika, Kimia, Biologi) atau Peminatan IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi). Khusus kelas 12 setara kelas 3 SMA, ada tambahan pelajaran Sejarah Indonesia dan Muatan Lokal. Sekolah Megana memilih Muatan Lokal berupa : pendidikan Introduction to Computer Science dan Digital Literacy dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Beberapa alumni Sekolah Megana, setamat kelas 12 sudah langsung menjadi entrepreneur karena mampu menjadi programmer perusahaan Indonesia maupun perusahaan luar negeri. 

Sementara mata pelajaran pendidikan Agama adalah tanggungjawab Orangtua. Demikian juga pelajaran Seni Budaya dan  Olahraga lebih diutamakan praktek yang bisa dilakukan siswa yang bisa difasilitasi bersama keluarganya. Beberapa siswa memilih menganalisis Film Korea sebagai portofolio Pelajaran Seni dan Budaya. Prinsipnya pembelajaran Seni Budaya dan Olahraga di Sekolah Megana memang tidak  banyak teori,  melainkan praktek sesuai minat dan bakat siswa masing-masing. 

2. Karena jumlah mata pelajaran hanya 7 (tujuh) bandingkan 15 atau lebih mata pelajaran di sekolah formal, maka waktu belajar Homeschooler menjadi lebih efektif. 

3. Jumlah waktu yang dialokasikan untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan jadi efektif. Di Sekolah Megana, rata-rata siswa belajar 3 jam perhari atau 15 jam perminggu efektif.  Catatan di sini adalah efektif.  Cukup 3 (tiga)  jam belajar rutin setiap hari, sesuai batas tingkat konsentrasi, siswa tidak bosan, apalagi pura-pura belajar berjam-jam karena harus zoom 8 jam sehari dengan guru; Padahal siswa sudah lelah melotot komputer, sudah buyar konsentrasi, dan hasilnya mayoritas siswa malah tidak  mengerti materi yang diajarkan para guru.

4. Bandingkan jam belajar yang diwajibkan di Sekolah Formal, yang perminggu 40 jam pelajaran : 15 jam pelajaran di sekolah Non Formal/ Homeschooling Komunitas. Karena itulah, siswa  yang memilih jalur Non Formal, masih punya waktu 40 jam - 15 jam = 25 jam seminggu untuk menggali potensinya sesuai minat dan bakat. Mulai dari sepakbola, berenang, karate dan bidang olahraga lainnya,  pemain berbagai alat musik, penyanyi, penari, bahkan belajar coding computer.

5. Lembaga Pendidikan Megana yang terdaftar resmi sebagai Sekolah Non Formal malah sudah sejak 2010 meng-hybrid antara pendidikan tatap muka dengan online, untuk para siswanya yang tinggal di luar Jakarta.  Jadi saat pandemi sebagaimana sekarang,  semua siswa hanya punya pilihan belajar online, maka hal itu tidak menjadi masalah.  Siswa dan mentor Sekolah Megana langsung mampu pindah belajar  online, tanpa perlu 'drama seperti guru dan siswa dan orangtua  yang betah di jalur pendidikan formal'. 

 6. Sebenarnya masih banyak hal lain, terutama dalam konteks memenuhi harapan orangtua bagi pendidikan anaknya.  Dijamin, siswa yang gabung di Sekolah Megana tidak bakal bikin orangtua stres, karena tuntutan mesti mengajar langsung anaknya; karena yang membimbing materi pelajaran adalah mentor yang berpengalaman yang sabar sampai siswa mengerti.  

Nasib Pendidikan Informal (Kursus) dan Kartu Prakerja


Demikian juga dengan Pendidikan Informal yang wujudnya adalah kursus menjadi pilihan rakyat Indonesia di masa pandemi ini. Bukti yang tak terbantah adalah Kartu Prakerja yang 100% membayari jutaan pengangguran mengambil berbagai  kursus online, dan bukan pendidikan formal di universitas. 

Sedikit  mengkritisi Proyek Kartu Prakerja

  • Apakah Kartu Prakerja benar-benar menjadi solusi bagi pengangguran di masa pandemi covid?
  • Apakah kursus pilihan Kartu Prakerja terbukti berhasil meningkatkan kualitas para pengangguran dan bisa menjadi solusi entrepreneurship? 
  • Apakah para pengangguran itu mendapat manfaat yang signifikan dengan dana Rp 3.550.000 (Tiga juta Lima ratus Lima puluh Ribu Rupiah) ? 
  • Apakah para pengangguran itu bersyukur dengan konsep Kartu Prakerja atau lebih baik mendapat dana utuh dibanding (terpaksa) ikut kursus?
  • Mana laporan tertulis dan bukti valid bahwa dana yang sudah digelontorkan lewat Kartu Prakerja sesuai target?   

Mungkin jawaban itu tidak terlalu penting, karena kelihatannya yang lebih penting adalah oknum pemerintah bisa leluasa menggunakan anggaran. Anggaran trilyunan rupiah itu langsung dibagi dengan segelintir  lembaga bisnis yang "tiba-tiba" menyelenggarakan kursus pilihan Prakerja. Jadi ingat Staf Khusus Presiden bernama Belva --yang ternyata juga menjadi pemilik bisnis pendidikan Ruang Guru--  mengundurkan diri.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun