Mengapa? Karena konsep pendididikan homeschooling  komunitas adalah siswa dididik dan dilatih mandiri mencari informasi dari berbagai sumber. Mulai dari materi online internet dengan website berkualitas  atau gabung ke grup WA dan forum diskusi sesuai topik.  Intinya,  siswa homeschooling tidak tergantung pada pendidik / guru / mentor.  Konsep Sekolah Non Formal dan Homeschooling Komunitas adalah fasilitator.Â
Konsep itu sangat berbeda dengan pendidikan formal (baca sekolah negeri dan swasta) Â yang siswanya terus menerus "disuapi" para guru. Jadi tanpa guru yang mampu mengajar online secara menyenangkan, siswa-siswa sekolah formal akan "membleh" Â karena ketergantungan pada guru.Â
Sementara itu, bukan rahasia kalau guru-guru "Oemar Bakrie" guru berkualitas dan punya passion sebagai pendidik, semakin langka di Indonesia. Itulah mengapa Kemendikbud terjebak dengan pola pikir bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan siswa, harus-harus-harus lebih dulu meningkatkan kualitas pendidikan jutaan guru. Padahal jauh lebih penting, mengikuti jejak Homeschooling Komunitas, yang fokus pada siswa, Â karena guru hanya fasilitator. Â
Aroma "proyek ratusan milyaran rupiah" Kemendikbud
Masih ingat ribut-ribut Proyek Kemendikbud untuk Organisasi Penggerak  dan ditolak mentah-mentah oleh Organisasi NU, Muhammadiyah, dan PGRI, tiga lembaga yang punya ratusan sekolah di seluruh Indonesia.  Proyek Organisasi Penggerak dengan dana milyaran itu kabarnya "proyek kong-kali-kong" dengan  lembaga pendidikan bentukan Perusahaan Swasta.Â
Sementara yang luput dari perhatian adalah Proyek Guru Penggerak dengan dana yang melimpah ruah. Gimana hasilnya setelah lebih dari dua tahun berjalan?  Karena mestinya jika Kemdikbud membanggakan proyek tersebut,  harusnya kualitas siswa dan guru juga berhasil di masa pandemi ini. Â
Mari kita bertanya pada orangtua dan siswa sekolah formal. Â Jika boleh saya ungkapkan, orangtua bahkan siswa sudah sampai "tahap terserah". "Terserah deh, saya sudah capek mengeluh pada guru dan sekolahan; Â saya juga bosa bertengkar dengan anak saya untuk urusan pembelajarannya."Â
Saatnya Indonesia Fokus pada Pendidikan Non Formal & Informal dibanding Pendidikan Formal
Sementara jika Pemerintah sungguh-sungguh mewujudkan Konsep Merdeka Belajar, maka berikan porsi dan perhatian pada Pendidikan Non Formal, Informal, dan Homeschooling yang sudah merdeka belajar dari sononya.Â
Khususnya untuk menyelesaikan Wajib Belajar 12 tahun yakni pendidikan setara SD, SMP, SMA / SMK ternyata Pemerintah melalui UU Sistem Pendidikan Nasional menyediakan tiga sistem pendidikan, yakniÂ
1. FormalÂ
- Sekolah tradisional negeri dan swasta pelaksana SD, SMP, SMA, SMK
- Sekolah "edisi bisnis" yang memajang nama sekolah "nasional plus" dan sejenisnya.Â
2. Non FormalÂ
- Sekolah internasional yang diselenggarakan oleh Kedutaan Asing untuk warga negaranya yang ada di Indonesia
- Homeschooling komunitas (bukan homeschooling tunggal / keluarga)adalah lembaga pendidikan dengan sistem sama dengan sekolah formal yakni ada penanggung jawab, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan  yang resmi melayani SD, SMP, SMA  dengan siswa usia sekolah
- PKBM Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat penyelenggara program Kelompok Belajar Paket A-B-C dengan siswa di luar usia sekolah
3. InformalÂ
- Homeschooling Tunggal (ayah / ibu yang langsung mengajar pendidikan dasar dan menengah untuk semua anaknya) Â Â
- Kursus sejak jaman dulu seperti : Â menjahit, memasak, membuat kue, merangkai bunga,
- Kursus kekinian : marketing online, fotografi, pembuatan content sosmed, facebook advertising, Google advertising Â
- Kursus yang disangka sekolah, yakni Kursus Pilot untuk menerbangkan pesawat, yang biayanya sekitar Rp 1 milyar/siswa