Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Gimana Bisa "Tambah Kaya" Saat Krisis Covid-19? Kartu Prakerja?

13 April 2020   10:12 Diperbarui: 20 April 2020   21:41 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empat Kuadran Bisnis menurut Robert Kiyosaki

Terkejut-kejut saya mendengar curhat adik kandung, capten pilot komersil, yang berpenghasilan sekitar Rp 80 juta sebulan. Dia pusing dikejar  cicilan rumah, cicilan mobil, biaya sekolah anaknya SMP, dan yang paling berat saat ini persiapan biaya  kuliah anaknya. Hadeuh nggak salah dengar? Ternyata   gaji Maret 2020 hanya 50% dibayar perusahaan. Entah bagaimana selanjutnya pada  April, Mei 2020.  

Mau protes? Kenyataannya sejak April 2020 sudah ribuan orang dirumahkan, tanpa penghasilan. Nah, jika perusahaan kita masih mampu membayar  50% sudah Puji Tuhan. Sementara di seberang sana, kelompok pengusaha, para pengusaha dari kelas atas  sampai pedagang kaki lima, sudah mulai "menggulung tikarnya".  

Gelombang PHK sudah terjadi. Pemerintah memang mengantisipasi dengan menggelontorkan  Kartu PraKerja dengan bantuan sosial  Rp 600 ribu perbulan selama empat bulan. 

Kartu Prakerja bisa jadi solusi sementara, untuk survive di masa pandemic Covid-19 ini. Namun pertanyaannya, gimana kita  tidak cuma bisa survive, tapi tambah kaya di jaman pandemik ini? 

Genderang Krisis Keuangan sudah terdengar, Jangan Lengah

Kita lanjutkan ya, mengapa Pak Pilot pusing dikejar cicilan?  

Dia baru menempati rumah impiannya di perumahan elite. Biaya pembangunan sekitar Rp 4 miliar yang masih dicicil tiga tahun lagi. Dia juga masih mencicil satu mobil baru, di samping satu mobil yang sudah lunas.  

Beban berikutnya adalah  gaya hidupnya ala sosialita yang senang kulineran mahal, jalan-jalan ke luar negeri. Istrinya, ipar saya, mantan pramugari yang suka mengoleksi perhiasan, pakaian, sepatu, ikat pinggang, dan tas super mahal. 

Mereka memiliki dua anak lelaki. Si bungsu masih SMP dan si sulung segera tamat SMA, dan berencana masuk sekolah pilot swasta yang butuh biaya sekitar Rp 1 miliar, dan bisa dicicil sampai tamat.  

Untuk semua pengeluaran rutin bulanan tersebut adalah Rp 30 juta. Selama ini terbayar karena gaji Rp 80 juta yang selalu tepat waktu masuk rekening.  Berarti Pak Pilot masih punya Rp 50 juta untuk  mencicil rumah, mobil, asuransi unit link dan menambah koleksi barang-barang mahal sang istri.

Nah siapa yang menyangka di awal tahun 2020 ini virus corona "menghajar" semua manusia, semua negara. Virus super kecil mampu mem-porak-poranda-kan ekonomi dan mobilitas manusia. 

Sudah satu juta jiwa  meninggal. Corona menyerang nyawa sekaligus penghasilan manusia. Beberapa pengamat keuangan wanti-wanti krisis bakal awet sampai 2022, karena seluruh negara "berdarah-darah" menghadapi perang Covid-19. 

Sejak Januari sampai April 2020 terungkap bisnis travel dan turunannya termasuk bisnis pesawat,  lalu bisnis pusat perbelanjaan dan bisnis retail bisa dikatakan sekarat, bahkan sudah mem-phk ratusan karyawannya.  

Namun di bagian lain, pandemic Covid-19 membuka peluang yang moncer untuk bisnis garmen penyedia APD dan masker, produsen alat ventilator, bisnis rumah sakit,  sampai startup teknologi kesehatan dan platform  meeting online. 

Bisnis bahan makanan, mini market lancar, tetapi warung makanan goyang karena umumnya setiap ibu yang stay at home atau work from home memilih turun ke dapur. 

Pertanyaannya, bagaimana nasib  usaha bisnis dan pekerjaan kita  jika kondisi #dirumahaja bahkan PSBB berlangsung tanpa tahu kapan berakhirnya. Bagaimana kita bisa survive sekarang bahkan waktu selanjutnya?

Berperilaku Cerdas Keuangan di Tengah Ketidakpastian

Di tahun 2000 saya sempat  kuliah Magister Akuntansi UI.  Sepuluh tahun berlalu, dari begitu banyak pengetahuan, yang saya  masih ingat  sampai sekarang adalah tiga nasehat dosen Magister Akuntansi yakni 

  • Pertama,   Jangan "main saham" sampai anda sudah mencapai financial freedom. 
  • Kedua, Do not put all your  eggs in one bucket. 
  • Ketiga, jangan beli asuransi yang digabung dengan investasi (Unit Link)

Nasehat Pertama

Belakangan ini aktif dipromosikan beli, beli, beli, mumpung harga saham BEI sangat murah. Namun nasehat pertama menegaskan, sillakan beli saham jika kondisi keuangan anda sangat mapan.  financial freedom itu seperti ini contohnya. 

Pak A  total pengeluarannya, termasuk bayar asuransi pendidikan anak, asuransi pensiun, BPJS , dan bayar semua cicilan utang adalah Rp 10 juta/bulan. Gaji bulanan Rp 8 juta. Pak A masih punya pasif income, penghasilan rutin dari 5 kamar kost  Rp 5 juta/bulan. Total penghasilannya Rp 13 juta. Setelah bayar semua pengeluaran masih siswa  Rp 3 juta. Itulah kondisi  financial freedom, walau itu masih kelas ekonomi C. Sementara financial freedom impian,  selisih pemasukan dan pengeluaran minimal Rp 500 juta sebulan. (Amen!)  Namun okelah,  uang Rp 3 juta bisa Pak A gunakan berinvestasi saham. 

Nasehat kedua  

Berhati-hati mengatur keuangan.  Jangan taruh telur di satu keranjang, karena kalau keranjang itu jatuh, maka semua telurmu akan ikut jatuh dan pecah. 

Namun kenyataannya, menaruh  uang ke berbagai produk investasi secara bersamaan malah tidak fokus, malah bikin ambyar keuangan  

Umumnya kita punya investasi  

  • saham di pasar modal,   
  • emas batangan 
  • properti yang disewakan, 
  • ORI dan deposito 
  • valuta asing (valas)  

Bayangkan berapa banyak produk investasi yang mesti dipikirkan dalam waktu yang bersamaan. Ada teman  "kalah main saham"  karena sangat mungkin ia tidak tertib mengelola investasinya.  

Dia juga investasi pada lima apartemen yang disewakan. Tiga tahun  apartemennya kosong, akibatnya dia terbeban membayar maintenance fee, 5 x Rp 2 juta perbulan dan dikejar cicilan apartemen yang semuanya belum lunas. Jadi beban toh?

Nasehat ketiga --yang mungkin membuat agen asuransi cemberut-- jangan membeli asuransi bercampur investasi (unit link). Beli asuransi yang murni sesuai kebutuhan. Hasil asuransi unit link  tidak selalu seindah cerita agen asuransi.  

Cara mengelola penghasilan yang "pas-pas-an" 

Buku Robert Kiyosaki Why The Rich are Getting Richer; Apa sebenarnya pendidikan keuangan itu mengatakan, penabung adalah pecundang. 

Jika tabungan kita  Rp 50 juta di bank, silakan hitung, biaya administrasi lebih besar dibanding hasil bunga. Itu belum dihitung inflasi ekonomi. 

Namun di jaman cashless ini, semestinya kita harus  tetap punya tabungan di bank.  Justru  lewat bank, kita bisa membayar segala tagihan secara online. Saya memilih bank yang mempunyai fasilitas pembayaran listrik, air, telepon, internet, kartu kredit, bahkan belanja online. 

Jadi tanpa perlu ke luar rumah, segala tagihan sudah terbayar. Karena itu kita tidak perlu panik apalagi menguras tabungan di bank. Apalagi Lembaga Penjamin Simpanan dan Bank Indonesia selama ini sudah terbukti tangguh mengatur sistem perekonomian kita.

Nah, kembali ke pendidikan keuangan Om Kiyosaki.

Kiyosaki membagi kondisi keuangan kita dalam empat kuadran,  dua kuadran kanan dan dua kiri. 

Kuadran kiri pertama adalah model Poor Dad alias kelompok miskin, yang pas-pas-an ekonominya.   Kuadran ini termasuk  pekerja, karyawan, siapapun yang  terima gaji perusahaan. Employee dari tukang sapu sampai Direktur Utama  bisa dipecat dan kiamatlah pendapatan ekonominya. 

Kuadran kiri kedua adalah  Small business dan Self Employee,  termasuk pedagang dan pengusaha mikro, kecil, dan menengah termasuk para pekerja mandiri seperti dokter, dokter gigi, pengacara, notaris. 

Ternyata Employee dan Small Business adalah pembayar pajak pribadi lebih banyak dibanding mereka di kuadran kanan. Karena para big businessman dan investor selalu mendapat insentif pajak dan berbagai fasilitas keuangan dari  Pemerintah yang ujungnya  menambah pundi pundi kekayaan mereka.  (analisisnya silakan baca di buku)

Karena itulah, Kiyosaki menyarankan, kita harus segera pindah kuadran kanan. Gimana caranya?  

Cara "Tambah Kaya" di saat Pandemic Covic-19

Menurut saya,  minimal empat hal berikut ini,  bisa menginspirasi agar kita bertambah kaya saat ini.

1. Tambah kaya dalam ucapan syukur dengan rajin berbagi. Kita  harus makin pintar bersyukur dalam wujud semakin rajin berbagi. Inspirasinya adalah berbagi yang kita punya, bukan yang kita tidak atau belum punya.  

Misalnya, berbagi koleksi cerita humor, punya resep masak, apapun informasi  yang bisa menghibur banyak orang dan ups, anda jadi terkenal.  Sebaliknya, berhentilah berbagi cerita negatif dampak corona apalagi hoax yang malah bikin resah. Berbagilah! Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.

2. Tambah kaya dalam kesehatan jiwa dan fisik. Manfaatkan masa  #workathome #homelearning #dirumahaja.  Tadinya P4 Pergi Pagi Pulang Petang, sekarang mesti seharian di rumah.  

Sekalipun ada pekerjaan, tetap meeting online, toh kita masih banyak waktu luang.  Di waktu luang jangan rebahan melulu, tetapi saatnya kreatif dan ajak anggota keluarga untuk   beberes rumah, berkebun, beberes lemari buku, lemari pakaian, dan seterusnya. Hasilnya,  badan sehat, rumah bersih, kita dan keluarga senang.  Hati yang gembira adalah obat yang mujarab.

3. Secara khusus, sediakan waktu untuk baca buku atau nonton video  belajar keuangan dari orang yang sudah kaya.  Kita bertambah wawasan dan pengetahuan dari  pola pikir dan keputusan bisnis  mereka.  ATM, amati, tiru, dan modifikasi sesuai kondisi keuangan, network bisnis, dan bakat kita. 

Disinilah  fungsi Kartu Prakerja. Kita bisa mengambil kursus finansial dan berbagai keterampilan yang diharapkan jadi tambahan skills yang menghasilkan uang dan membuka pekerjaan dan bisnis baru. Dan jangan lupa, ada bansos Rp 600 ribu perbulan dari Pemerintah.

4. Bantuan Sosial  Prakerja @ Rp 600 ribu selama empat bulan pastinya membuat  kita tambah kaya dalam keuangan.  Lagipula #dirumahaja semestinya hemat pengeluaran.  

Bebas biaya transportasi,  biaya sosialisasi,  berhenti nge-mall dan ngopi cantik.  Inilah momentum meneliti pengeluaran kita selama ini. Hitung lagi dan berkomitmen mencoret pengeluaran konsumtif, cuma keinginan, gengsi, dan hura-hura.

Kita  juga bisa menambah penghasilan, membuat masakan atau camilan dijual ke tetangga atau komunitas. Membuat hand-sanitizer dan masker --yang masih dibutuhkan sejuta umat saat ini. Atau bikin  blog dan vlog, kirim ke youtube atau sosmed yang mau membayar karya kita. 

5. Bagi yang sedang dikejar utang dan cicilan kredit, segeralah cari info keringanan dari Perusahaan dan Pemerintah. PLN memberikan gratis listrik. Beberapa bank dan perusahaan kredit memberikan fasilitas  relaksasi utang.  Ingat ya fasilitas itu sementara, jadi jangan mengemplang, please.  

Jadi begitulah solusi nyata versi saya, supaya bisa survive, bahkan "bertambah kaya" di masa sulit sekarang.  Ayo kita lakukan empat hal sederhana di atas. Cerdas berperilaku,  selalu bersyukur, tetap bersemangat, walau tetap jaga jarak.  

Paskah #dirumahaja 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun