Jika melihat dari jauh, betapa nyamannya jadi anggota DPR (dan juga DPRD dan DPRD tingkat 2) harusnya banyak orangtua mengajar anaknya bercita-cita menjadi anggota DPR. Namun  ketika saya tanya ke siswa level PAUD, TK, SD, SMP, SMA bahkan mahasiswa, kok belum pernah ada yang lantang bercita-cita menjadi anggota DPR.
Apa sesungguhnya persepsi orang Indonesia tentang DPR, Apakah menjadi DPR bukan cita-cita yang membanggakan ya?Â
Lucu juga ya, seingat saya waktu jadi wartawan ngepos di DPR dua puluh tahun yang lalu, para bapak dan ibu anggota DPR minta dipanggil, "para anggota Dewan Yang Terhormat". Pernah beberapa kali saya diskusi, memang apanya Yang Terhormat dari Anggota DPR? Â Apanya?Â
Perjuangan Menjadi DPR
Jika mengutip ocehan di warung kopi,  bahwa menjadi anggota DPR adalah hak semua orang, bahwa  semua orang bisa, yang penting niatnya teguh. Persoalan berikutnya, duit untuk modal kampanye. Ternyata persiapan duit,  nggak perlu banyak loh, tetapi harus buanyaaaak banget untuk jadi anggota DPR.
Jadi inget ocehan Ahmad Sahroni, anggota DPR 2015-2019 dan terpilih lagi 2019 - 2024 yang mengaku menghabiskan sekian milyar untuk jadi anggota DPR RI.Â
Crazy rich Tanjung Priok itu dengan jelas menyatakan sejak berbulan bulan, ia memfasilitasi, membayari (bukan menyuap loh) Â kelompok atau komunitas yang mendukungnya alias mencoblosnya di pemilihan legislatif. Â
Bahkan nggak tanggung, di H-2 sebelum kampanye berakhir, jalanan seratus meter persis di samping rumah saya sampai ditutup untuk dibangun panggung yang diisi doa semoga Ahmad Sahroni dan Partai Nasdem berjaya.Â
Berdasarkan daftar hadir, ada ratusan ibu berhijab  dan para lelaki  "celana cingkrang"  yang  hadir, lengkap dengan baju seragam (mungkin juga dapat dari si caleg). Pulangnya mereka disediakan goodybag juga. Apa ada amplop berisi ?  Entahlah karena saya tidak tahu isi goodybag made in Ahmad Sahroni. Yang pasti segala usaha lelaki 40 tahunan ini berhasil, Ahmad Sahroni bisa tersenyum lebar menduduki kursi empuk DPR 5 tahun berikutnya.
Di pihak lain, saya juga punya teman yang ceritanya berbeda. Ibu ini seumur umur tinggal di Jakarta. Tetapi ayahandanya yang sudah almarhum lahir di kampung Sangihe Talaud ujung Sulawesi Utara sana. Dan singkat cerita, si ayah ini dianggap orang berhasil di Jakarta karena punya jabatan tinggi. Selama jadi pejabat, Â Sang Ayah tidak lupa kampung halaman. Â
Jadi selepas pensiun, ayah bertekad menjadi bupati Sangihe Talaud. Ratusan ribu suara bisa si ayah raih, tetapi apa boleh buat, petahana waktu itu yang menang. Nah, ratusan ribu suara rakyat yang masih setia pada nama baik sang Ayah, yang dijadikan modal oleh teman saya ini untuk kampanye sebagai calon legislatif DPR RI.Â