Buat saya, itu argumentasi yang aneh. Apakah ke-600 orang yang mengorganisir rakyat berpemilu pasti marah jika rekonsiliasi terwujud? Justru yang masuk akal adalah para pahlawan pemilu bahagia karena kerja keras mereka terwujud dan berlabuh di perdamaian bangsa Indonesia.
Jadi siapakah mereka yang marah karena Prabowo mengucapkan selamat pada Jokowi?
Mungkin secara simple, satu postingan di twitter Partai Gerindra langsung lugas menjawab.
Say Goodbye buat pendukung HTI dan topeng-topengnya
Nah buat mereka yang kekeuh say goodbye, silakan tinggalkan Indonesia.
Rasanya 55% pemilih Jokowi tidak keberatan jika para pendukung Prabowo, maksudnya pura-pura pendukung, pindah ke luar Indonesia.
Mengapa saya sebut pura-pura pendukung? Ya jelaslah. Jika mereka pendukung setia Prabowo, harusnya ikut bahagia melihat Prabowo membuktikan ke-negarawan-an.
Apalagi terbukti di “kencan pertama” mereka usai Pilpres 2019, ternyata sama sekali tidak ada persyaratan macam.macam.
Kita perlu mempertanyakan dengan tegas, ucapan dari mulut-mulut orang “tidak bertanggungjawab” yang bikin resah. Seperti ocehan Danil Azhar, atau siapapun yang ngotot syarat rekonsiliasi harus memulangkan siapapun.
Nah sekarang ketahuan, mereka yang tidak menerima rekonsiliasi layak disebut “sampah Indonesia”.
Sampah ya silakan dibuang. Sebenarnya sampah tertentu masih bisa di daur ulang. Dalam konteks ini, daur ulang isi otaknya, buang radikalisme dan diisi nasionalisme Indonesia, Garuda Pancasila.
Semoga Anda dan saya tidak sudi, tidak mau jadi “sampah Indonesia” . Mari bersatu bersinergi bangga menjadi Indonesia yang ber-Pancasila. Kita NKRI.