Pendidikan untuk anak-anak kaya yang mampu dipersilakan bersekolah di lembaga elite dengan guru-guru berkualitas (atau juga berwarganegara) internasional
Pendidikan untuk anak-anak cerdas yang tidak bisa dicover guru-guru sekolah negeri dan swasta biasa diberi akses akselerasi.Â
Pendidikan homeschooling, yakni keluarga yang berkomitmen mendidik anak-anaknya dengan sistem dan cara berkualitas
Jadi mari kita buka mata dan buka pikiran sehingga strategi dan dana yang akan digelontorkan tepat, sesuai sasaran dengan standar kualitas yang masuk akal. Jika sudah belasan manusia yang diangkat jadi Mendikbud ngotot tetap mempertahankan Ujian Nasional Berbasis Kompetensi, maka buatlah standar yang tepat.
Karena kenyataannya, masih ada sekolah terutama yang kurang berkualitas di kota apalagi di desa, menggunakan berbagai cara agar hasil UN sesuai kepentingannya. Karena kalau hasil nilai UN jelek, akan membahayakan posisi Kepala Dinas, Kepala Sekolah, dan seterusnya.
Demikian juga kita harus realistis memberi kesempatan kepada anak-anak berbakat, anak-anak cerdas, jangan dihambat untuk menikmati akselerasi (percepatan) menyelesaikan pendidikan formal (dan nonformal) kurang dari 6 tahun di SD, 3 tahun di SLTP, dan 3 tahun di SLTA. Apa hak Pegawai Dinas Pendidikan menghambat anak anak cerdas ini segera menyelesaikan pendidikannya?Â
Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP juga mesti direformasi. Buat apa rakyat membayar fasilitas untuk segerombolan profesor yang katanya mampu meningkatkan standar nasional pendidikan, tetapi kenyataannya  sampai sekarang, cuma macan kertas. Mereka tidak mampu membereskan kualitas pendidikan Indonesia. BSNP cuma pintar membuat peraturan, harus begini begitu, tetapi hasilnya jauh panggang dari api.Â
E. Singkirkan Manusia Radikal yang ada di lingkaran PendidikanÂ
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyampaikan hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) pada 2018 terhadap 2.237 guru Muslim di 34 provinsi menunjukkan 6 dari 10 guru memiliki opini intoleransi terhadap pemeluk agama lain.Â
JPPI menyayangkan langkah pemerintah yang tidak segera menindak salah satu penyebaran sikap intoleran yang salah satunya terjadi dalam konten UASBN. "Sayangnya, pihak pemerintah tidak menelusuri kasus ini dan menguak jaringan yang melingkupinya. Lagi-lagi, pemerintah cenderung membiarkan kasus-kasus intoleransi semacam ini, seperti tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.Â