Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Super Blood Blue Moon di TIM dan Sombongnya Pejabat Pemprov DKI Jakarta

2 Februari 2018   22:40 Diperbarui: 7 Februari 2018   09:43 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya demam superbloodblue moon sudah berlalu, tetapi ada bebeberapa catatan agar Pemprov DKI sebagai penyelenggara kegiatan nonton bareng buat warga Jakarta bisa introspeksi. Harusnya keluhan yang beginian sudah diantisipasi, tetapi entah kenapa kok kelihatannya Pemprov DKI belum bisa move onuntuk memperbaiki diri.

Ini catatan dari acara nobar Superbloodblue moon di Taman Ismail Marzuki 31 Januari 2018. Acara diselenggarakan oleh Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Planetarium Taman Ismail Marzuki. 

Sejak jauh-jauh hari sampai H-1 dibuka pendaftaran online bagi warga yang ingin nobar. Bahkan pada H-3 sudah dipublikasi di media massa,  bahwa sudah ada 5000 orang yang mendaftar online untuk ikut nobar di TIM.  Pihak Planetarium sudah  menyediakan 16 teleskop untuk warga agar bisa lebih jelas (lebih besar) melihat penampakan bulan saat gerhana.

Prosedur untuk bisa nonton bareng di TIM adalah mendaftar online.  Kemudian pada hari H, 31 Januari 2018 peserta datang mulai pukul 17 ke meja registrasi.  Di meja registrasi diminta tulis nama, lalu tangan kanan di-stemple Pemprov DKI Jakarta. Setelah itu peserta dibagi kelompok antrean dari teleskop 1 sampai teleskop 16 untuk dapat giliran mengintip bulan dari teleskop.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Karena macet banget menuju Jl Cikini Raya,  saya dan sebagian tim MercySmart Homeschooling  baru sampai sekitar pukul 18. Saat itu, barisan sudah mengular mengantri untuk bisa menggunakan  teleskop. Bisa dibayangkan ada ribuan orang hadir. Dari bayi sampai nenek kakek berbondong-bondong datang ke TIM di Cikini Jakarta Pusat. Dari pintu masuk jalan Cikini Raya sampai ke area nobar  kita  mesti berjalan kaki sekitar 500 meter.  

Beberapa catatan untuk Penyelenggara Nobar yakni Pemprov DKI Jakarta, Pihak TIM, Pihak Planetarium dkk.

1. Tidak Bisa Antre

Harus diantisipasi bahwa perlu dibuat semacam jalur antrean, bila perlu dipasang tali, sehingga tidak bisa saling menyerobot. 

Sebenarnya kami sudah mengantisipasi akan banyaknya orang. Oleh karena itu,  kami memakai  strategi, ada siswa MercySmart yang duluan datang  sekitar puul 16.30 di TIM  untuk me-registrasi semua rombongan MercySmart Homeschooling.  Jadi rombongan yang terlambat tidak perlu registrasi lagi dan bisa langsung baris dalam antrean. 

Namun ketika pukul 18 kami datang, ehternyata siswa itu  berada di barisan ke 50 dari depan. Tentu saja saya mengomel, "Sudah datang 1,5 jam duluan kok dapat antrean di belakang?"  

Ternyata budaya antre para pengunjung sangat parah. Ibu-ibu membawa anak kecil tanpa rasa bersalah langsung menyerobot masuk barisan di depan. Apalagi ternyata emak-emak jaman now itu tidak ada stempel, alias belum registrasi ulang, tetapi itu dibiarkan oleh petugas. 

Akibatnya dengan seenaknya  mereka  langsung baris di depan siswa saya. Begitu seterusnya sampai siswa saya malah jadi di belakang.

Mengapa kamu  nggak bilangke ibu ibu itu, tolong antre,  siswa saya bilang, dia segan;  apalagi dua petugas yang sebenarnya punya kewajiban mengatur ternyata diam saja. 

2. Hanya tersedia 16 teleskop

Bisa dibayangkan jika ada 5000 orang antre untuk menggunakan 16 teleskop, berarti 1 teleskop itu untuk 300 an orang. 

Jatah melihat teleskop perorang sekitar 1-2 menit bergiliran. Berarti butuh 600 menit = 10 jam untuk semua orang bisa mencicipi melototi bulan dengan teleskop. Sementara jatah melihat teleskop untuk gerhana bulan dibuka dari pukul 17 sampai pukul 21, sekitar 4 jam saja. 

Artinya kalau dihitung, dari 300 orang perbarisan, hanya 120 orang yang dapat kesempatan melihat dari teleskop.  Nah 180 orang x 16 antrean teleskop = 2880 orang yang kebagian, sedangkan 2100  orang lainnya  tidak kebagian pegang teleskop.  Kondisi itu  membuat  potensi ribuan orang yang kecewa karena sudah antre berjam-jam ternyata tidak kebagian teleskop.

3. Ternyata bukan 16, tetapi cuma 15 teleskop yang digunakan

Lalu 1 teleskop lagi kemana? 

Ternyata 1 teleskop yang terbaik (terbesar) hanya boleh dipakai untuk tamu VIP, untuk pejabat Pemprov DKI dan keluarganya. Kebetulan saya ada di dekat teleskop VIP itu, dan  penasaran sekaligus pengen melihat dari dekat,  tingkah pegawai ngerieh pegawai negeri Pemprov DKI Jakarta era Anies Sandi. 

Sombongnya Pejabat Pemprov DKI

Hm, ternyata memang itu yang terjadi.  Nggak di mana-mana banyak pejabat tetap minta di-istimewakan.

Sementara rakyat di kiri kanan mereka,  berjibaku mengantre untuk bisa pegang teleskop, di barisan VIP ini ternyata cuma untuk segelintir orang. 

Ketika ada beberapa warga yang meminta ijin untuk menggunakan teleskop itu, dilarang keras. Padahal, warga itu meminta ijin karena teleskop itu dalam kondisi kosong melompong, tidak ada yang sedang menggunakan. 

Jika di barisan rakyat harus berdiri, maka di VIP disediakan  kursi. Di kursi VIP itu saya melihat cuma ada tiga ibu-ibu berjilbab --yang mungkin sudah tidak berminat menggunakan teleskop, berhubung bulan tertutup awan terus menerus.

"Sombongnya pejabat di jaman Gabener sekarang. Wong teleskop sedang tidak dipakai kok tidak boleh dimanfaatkan warga," begitu komentar warga yang dilarang menggunakan teleskop. 

Kebetulan pula, sejak pukul 18 sampai 21, ternyata di TIM  Cikini, cuaca  jelek untuk dapat melihat Superbloodblue moon, karena bolak balik bulan ditutupi awan. 

Komentar warga tadi disambung oleh warga lain yang juga ingin memanfaatkan teleskop, "Padahal teleskopnya nggak dipakai, kenapa nggak boleh dinikmati warga biasa. Apa pejabat ini nggak peduli,  antrean di 15 teleskop lain masih ratusan orang?"

Komentar yang paling bikin nyengir dari seorang anak muda. Dengan suara keras, mungkin supaya terdengar para pejabat itu. "Bulan aja kelihatannya nggak suka dengan kota Jakarta sekarang. Buktinya dari pukul 17 sampai 21  ini, bulan di Jakarta ini ketutup awan melulu.  Andaikan Pak  Ahok, Pak Basuki yang punya nama Tjahja Purnama memimpin Jakarta, saya yakin bulan akan tersenyum, warga akan tersenyum, dan para pejabat pemprov DKInggakberani sombong begini."

Hmmm.Halo  Pak Anies dan Pak Sandi semoga masukan dari warga Jakarta bisa jadi bahan introspeksi untuk melayani warga lebih baik. 

Semoga jaman now, warga biasa Jakarta, terutama para pelajar yang sering outing(belajar di luar kelas) seperti MercySmart Homeschooling mendapat kesempatan menikmati Jakarta yang adil dan punya keberpihakan pada warganya, bukan berpihak pada pejabat terus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun