Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Fakta Baru Melacak Jejak Sianida (Di kopi Mirna)

3 Maret 2016   19:08 Diperbarui: 17 Oktober 2016   06:42 1979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Melacak Jejak Sianida, Berkas Kompas TV"][/caption]Sianida, Racun, Kopi, tiga kata benda yang rasanya sudah langsung menempel di benak masyarakat Indonesia termasuk para Kompasianer yang rajin mengikuti kasus kematian mendadak Wayan Mirna dengan tersangka pembunuh Jessica Wongso.

Itu juga yang membuat antusiasme dari  para peserta acara episode perdana Bincang Sapa bersama Tim Berkas Kompas TV yang dilangsungkan di Bentara Budaya persis di depan Kantor Kompas Gramedia  Jl Palmerah Selatan, Sabtu pagi 20 Februari 2016. 

Narasumber yang hadir bukanlah pengacara Mirna atau staf dari Kabareskrim Polda Metro Jaya. haha. Ini adalah diskusi lumayan ilmiah karena yang hadir adalah produser acara Berkas Kompas Veronica Hervy, Reporter Berkas Kompas Mercy Tirayoh, dan ahli Toksikologi Univesitas Indonesia Dr. Rer. Nat. Budiawan. Dengan moderator Gloria Oyong, Host Sapa Indonesia Kompas TV setiap pagi. 

Berbeda dari talkshow televisi yang riuh rendah antara pro Jessica dan pro ayahnya Mirna, acara yang dihadiri 40an peserta berlangsung tenang, ilmiah, tetapi bermanfaat .  Talkshow Kompas TV memilih angle mengupas dan membahas dari sudut pandang ilmu pengetahuan serta penelusuran dalam alur jurnalisme investigasi.

Sebelum memulai diskusi, peserta diajak menyaksikan VT Berkas Kompas yang menayangkan kasus Kopi Mirna bersianida. Berkas Kompas adalah siaran liputan investigasi jurnalistik yang tayang setiap Rabu pukul 22.00 di Kompas TV.

Di ujung acara Bincang Sapa, tak lupa peserta mendapat berbagai kejutan.  Tiga  penanya terbaik pilihan para pembicara mendapat hadiah kejutan, tiga pengirim twit terbaik juga mendapat kejutan, dan ada doorprize berhadiah handphone dan sepatu. Dan semua peserta mendapat goodybag keren dari Kompas TV, Buku otobiografi Andy F Noya Kisah Hidupku, dan makan siang lezat, tanpa sianida.

Strategi Mendapatkan Sianida

Produser acara Berkas Kompas Vero yang dapat kesempatan berbincang pertama membeberkan caranya mendapatkan sianida. Vero yang sudah malang melintang menjadi reporter, mengaku pada beberapa tahun lalu  sianida bisa dibeli di toko toko kimia kelas sedang dan besar.  Kita cukup mengatakan,  kita mahasiswa mau praktikum, tanpa banyak tanya, kita sudah mendapatkan sianida. "Namun sejak kasus Mirna mencuat, ternyata sulit membeli sianida. Semua toko mengaku tidak punya stok sianida."

Selanjutnya Reporter Berkas Kompas, Mercy Tirayoh yang berperawakan mungil dan masih layak mengaku mahasiswa, juga turun ke lapangan untuk membeli sianida langsung ke toko kimia. Namun kali ini semua toko kimia besar dan sedang yang disantroni juga mengaku tidak punya stok sianida.

Namun bukan Vero dan Mercy namanya kalau menyerah.  Setelah googling  internet, tanpa kesulitan mereka menemukan website resmi penjualan bahan-bahan kimia. Dari website itu, terbuka info pembelian sianida lengkap dengan nama marketing. Singkat cerita, Tim Berkas Kompas berhasil mendapat sianida untuk kapasitas 50 kilogram, dengan harga diskon. Rp 3,7 juta deal di Rp 3,2 juta untuk 50 kilogram. Marketing Sianida itu tidak menanyakan untuk apa dan lembaga mana yang membutuhkan sianida 50 kg itu. Jadi bisa dikatakan, sianida bebas dijual belikan. 

Namun setelah tayangan Berkas Kompas, Vero mengatakan website itu sudah tidak sama lagi. Tidak ada nama marketing yang siap sedia dihubungi untuk membeli sianida 50 kg.

Hasil Percobaan Berkas Kompas di Laboratorium UI

Sebanyak 50 Kg sianida itu diantar Tim Berkas Kompas langsung ke Laboratorium Kimia, FMIPA Universitas Indonesia. Di bawah bimbingan Kepala Laboratorium Dr Budiawan dimulailah penelitian sianida.

Ada 3 cangkir kopi yang disiapkan dalam penelitian itu. Satu cangkir kopi dibubuhi 15 gram sianida, sebagaimana kabar, jumlah sianida yang ada di kopi yang diminum Almarhum Mirna.  Sianida 15 gram itu diaduk dalam kopi, dan memang warna kopi yang tadinya hitam berubah menjadi warna kuning kunyit. Persis seperti warna kopi yang diteguk Mirna sebelum dijemput maut.

Dua cangkir lainnya  yang menjadi bahan percobaan dari Tim Berkas Kompas.

  • Satu cangkir kopi dibubuhi sianida tanpa diaduk, ternyata tidak ada perubahan warna.
  • Satu cangkir lainnya, kopi saja, tanpa sianida, warnanya juga tidak berubah, tetap hitam pekat.
  • Kedua kopi terakhir tidak berubah warna, dan pastinya tidak ada yang bersedia mencicipi juga. Hmmm 

Menurut Dr Budiawan, jangankan minum 15 gram, dengan 6,4 gram sianida tercemar ke dalam tubuh, maka seluruh organ tubuh manusia sudah langsung berhenti berfungsi. Sianida ternyata membuat iritasi sangat hebat di dalam lambung manusia bahkan langsung mengikis lambung, membuat korban mual dan muntah hebat,  membuat peredaran darah langsung berhenti sehingga korban langsung kejang-kejang hebat sampai akhirnya meninggal.

Racun Sianida masuk melalui jaringan pembuluh darah dan langsung menuju jantung. Mula-mula dua sistem penting dalam tubuh manusia itu yang terganggu. Setelahnya tekanan darah dalam otak langsung melonjak, yang mengganggu sistem susunan saraf pusat. Pada masa kronis, organ-organ endokrin (organ yang menghasilkan hormon) tak bisa lagi bekerja. Itu semua terjadi karena sianida mengikat bagian aktif enzim sitokrom oksidase, atau enzim yang membentuk air (H2O) dalam tubuh. Setelah menyerang semuanya, kandungan sianida akan mengendap di liver manusia.

Jika kandungan sianida yang masuk ke dalam tubuh kurang dari 6 gram, zat ini akan diubah menjadi tiosianat yang dapat diekskresi tubuh manusia sebagai racun tubuh melallui keringat atau BAB dan kencing. Sebaliknya, sianida dalam jumlah besar (15 gram) jelas dapat membunuh manusia.

Kemungkinan besar itulah yang dialami Mirna yang masih belia, baru berusia 27 tahun. 

Fakta Baru Melacak Jejak Sianida

 Fakta Baru Sianida (di kopi Mirna) yang saya dengar dari sumber terpercaya adalah cangkir kopi Mirna sudah dibuang langsung sesaat kejadian, oleh staf Cafe Olivier. Jadi apakah benar di dalam cangkir itu ada berapa gram sianida, tidak bisa dilacak lagi. Dan staf yang membuang cangkir Mirna itu ternyata sudah resign.

Selain itu, saya sempat tanyakan ke para narasumber Bincang Sapa, adalah mengapa polisi menggiring kita kepada sosok Jessica yang menjadi tersangka. Sementara suami Mirna ternyata punya akses yang besar untuk mendapat sianida. Suami Mirna adalah pengusaha tambang, atau karyawan perusahaan tambang. Dan Sianida adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam pertambangan untuk memisahkan berbagai unsur logam.

Saat acara Berkas Kompas, berkas pra-peradilan Jessica belum ditolak oleh Pengadilan Negeri. Karena itu masih menimbulkan banyak sekali pertanyaan. Mengapa Polisi langsung menahan Jessica yang mati-matian menolak dituduh membubuhkan sianida dalam kopi Mirna.

Setelah sidang praperadilan ditolak, maka dimulailah babak baru yakni ke materi inti, siapa yang membubuhi kopi Mirna dengan sianida.  Sejauh ini Polisi mengaku sudah mempunya bukti kuat bahwa Jessica yang berperan membubuhi sianida ke dalam kopi Mirna racikan Barista Cafe Olivier Grand Indonesia Jakarta Pusat.

Sementara Jessica menyatakan ia tidak tahu menahu dengan isi kopi Mirna. Bahkan dari hasil pemeriksaan psikologi, kabarnya Jessica sampai saat ini belum terbukti mempunyai motif membunuh Mirna. Bagaimana dengan suami Mirna, atau musuh-musuh bisnis perusahaan (ayah) Mirna. Semuanya masih mungkin.

Karena itu, semua mata dan perhatian kita masih terarah kepada kelanjutan kasus ini, melacak jejak sianida. 

Sianida di sekitar kita

Sesungguhnya, selain sibuk melacak jejak sianida kopi Mirna, adalah jauh lebih penting, kita mengarahkan perhatian agar kasus tersebut tidak boleh terulang lagi, tidak boleh sianida dijadikan alat membunuh manusia.  Sementara kenyataan, sianida itu ada di sekitar kita, dalam kehidupan kita sehari-hari.

 Mengutip laporan Badan Kesehatan PBB (WHO) 2004 berjudul Concise International Chemical Assessment Document 61 Hydrogen Cyanides: Human Health Aspects,  sumber sianida lainnya adalah asap rokok, sekalipun dosisnya rendah.

Sianida juga ada dalam asap kendaraan bermotor, bahan industri, dan pertambangan.  Bahkan di beberapa peralatan rumah tangga, mengandung unsur sianida dosis sangat rendah. 

Bahwa Sianida itu sebenarnya bahan yang diperlukan dalam bisnis pertambangan, memisahkan antara unsur-unsur logam, seperti emas dengan tembaga, dan sebagainya.

Sianida biasanya berbentuk cair. Yang membuatnya sulit dikenali karena zat ini tak berbau dan tak berwarna. Terkadang juga berubah menjadi warna biru saat bercampur dengan suhu ruangan tertentu. Racun sianida sangat mudah bercampur dengan air. Sedangkan sianida dalam bentuk padat, biasa dikenal sebagai sodium sianida dan potasium sianida. Keduanya berbentuk serbuk dan berwarna putih, atau mirip dengan serbuk detergen.

Pestisida yang digunakan sebagai bahan pembunuh serangga pada tanaman juga mengandung sianida. Demikian juga warna biru pada tanaman ubi kayu / singkong menandakan adanya racun sianida. Bahkan di dalam buah apel, jika terdapat warna biru dalam kulit dan daging buahnya maka berarti sudah terpapar sianida alami.

Jadi sianida sebenarnya ada di sekitar kita.  Yang membuatnya berbahaya jika dosis yang terpapar masuk ke tubuh lebih dari dosisnya. Sianida merupakan sarana mudah untuk memisahkan jiwa dan raga manusia. Cukup dengan menaburkan 6 gram sianida, dijamin dalam waktu kurang dari 1 jam, korban meninggal.

Mencegah Penyalahgunaan Sianida

Setelah heboh dengan kematian mendadak Mirna, yang menjadi ketakutan masyarakat sesungguhnya adalah tindak penyalahgunaan sianida dan bahan beracun lainnya. 

Sesungguhnya kasus kematian mendadak akibat diracun atau keracunan bukan baru sekarang didengar publik Indonesia. Kita teringat pada kasus Munir, yang terbukti diracun jenis arsenik. Munir yang tokoh kemanusiaan itu, terbukti diracun dan meninggal dalam perjalanan dari Indonesia menuju Belanda di atas pesawat Garuda Indonesia.

Belum lagi berbagai kasus yang membuat tubuh manusia keracunan sampai meninggal  akibat coba coba mencampur minuman keras dengan berbagai unsur lainnya, seperti miras oplosan.

Karena itulah, Dr Budiawan dengan bersemangat membagikan visinya agar masyarakat yang mengerti bahan beracun berbahaya B3 harus segera dibuat Undang-Undang  Bahan Beracun Berbahaya (UU B3) supaya lebih tegas mengikat rakyat Indonesia, terutama kalangan yang bersentuhan agar lebih hati-hati dan bertanggungjawab. 

Saat ini baru ada Peraturan Pemerintah no 74 tahun 2001 yang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan UU No.32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Perangkat hukum itu sama sekali belum mengatur dan membangun integrasi antar kementerian. Kementerian Pertanian terbatas hanya mengawasi penggunaan dan penjualbelian pestisida.  BPOM mengawasi dan mengatur regulasi untuk bahan kosmetik dan makanan. Sementara Kementerian Perindustrian berkutat pada penggunaan B3 untuk industri pengguna bahan kimia.

Standar yang paling dasar saja tidak seragam.  Simbol untuk menandakan label bahan beracun berbahaya, gambar dan warnanya berbeda beda.  Ada yang gambar tekngkorak, ada tanda silang, warna kuning, merah, atau hitam.  Bahkan di beberapa kemasan luar, cuma  cuma ditulis kode unsur kimia saja. Masalahnya jika ada orang yang sengaja atau tidak, mengkonsumsi atau memakai  bahan beracun karena tidak tahu kalau itu termasuk B3 karena kodenya sangat beragam.   

Petisi untuk UU B3

Dr Budiawan yang sudah belajar B3 ke berbagai negara mengaku Indonesia terlalu lalai dalam memperlakukan B3. Bahkan Dr Budi sempat menyinggung, kasus bom Bali yang kental dekat unsur rakitan bom dari unsur bahan kimia berbahaya. "Justru Amerika Serikat, Jerman, dan negara asing yang belajar dari kasus Bom Bali. Pemerintah mereka makin ketat mengawasi peredaran dan penggunaan B3. Sementara Indonesia masih belum terlalu serius menangani peredaran B3."

Sebenarnya sudah sejak 5 tahun lalu, tim-nya sudah diminta membuat berbagai telaah B3 sebagai bahan masukan sebagai tenaga ahli racun dalam rangka penggodokan dan pembuatan UU B3. Namun ternyata ganti DPR ganti pula kepentingan dan minat anggotanya. Alhasil sampai hari ini Indonesia tidak punya  Undang Undang Bahan Beracun Berbahaya UU-B3. 

B3 adalah zat atau bahan-bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan atau kelangsungan hidup manusia, makhluk lain, dan atau lingkungan hidup pada umumnya. Karena sifat-sifatnya itu, bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya memerlukan penanganan yang khusus.

Karena itu, sudah waktunya kita bersama-sama membuat petisi untuk meminta DPR segera menyelesaikan Undang Undang Bahan Beracun Berbahaya untuk mendapat perhatian lebih seksama dari semua pihak yang berkepentingan.

Bahwa per Agustus 2012, Gerakan Anti Penyalahgunaan Pengelolaan B3 terdiri dari Lembaga ICEL, KPBB, WALHI, GREEN PEACE, BALIFOKUS, GREEN CLUB, Indonesian Lead Information Center, Indonesia’s Toxics-Free Network sempat membuat surat terbuka untuk mendesak DPR dan Pemerintah Pusat segera membuat regulasi yang mengikat semua pihak.

Adapun isi surat terbuka itu mengingatkan agar Pemerintah dan instansi terkait untuk segera merealisasikan mandat PP No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun untuk membentuk Komite Nasional B3 yang terdiri dari wakil semua stakeholders. Komite Nasional B3 ini harus terlibat dalam penyusunan RPP dan RUU terkait Bahan Kimia dan B3. 

Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi dan perjanjian lingkungan multi-lateral seperti Konvensi Basel, Konvensi Stockholm, SAICM dan dalam waktu dekat Konvensi Rotterdam serta Konvensi Merkuri yang menjadi dasar hubungan pengelolaan B3 dan bahan kimia Indonesia dengan negara lain.

Dalam surat terbuka itu, gerakan para aktifis lingkungan juga menghimbau:
A. Menyelaraskan RPP Pengelolaan B3 dan Limbah B3 dan Dumping B3; RUU Bahan Kimia dan RPP Sampah Spesifik dengan prinsip-prinsip dan ketentuan Konvensi Basel yang telah diratifikasi serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
B. Memberikan kesempatan yang seimbang dan non diskrimiatif bagi stakeholders lainnya (LSM, pakar, dan perguruan tinggi) untuk didengar dan dilibatkan guna memberikan masukan terhadap RPP B3;
C. Segera menuntaskan pertanggungjawaban kasus-kasus B3 melalui penegakan hukum yang fair dan tegas, transparan, dan akuntabel.

http://www.kpbb.org/news/Surat%20untuk%20Para%20Menteri%2015%20agustus%202012.pdf

Semoga semua kita makin waspada terhadap berbagai sianida, berbagai racun dan unsur B3 ini. Semoga tidak ada Mirna yang lain. 

Mirna Salihin, semoga engkau tenang di sisiNya. Dan semoga penaruh racun di kopi Mirna segera terungkap.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun