Kekakuan --kalau saya boleh sebut begitu, Â terlihat jelas ketika Isjet "tega" menolak permintaan langsung dari seorang Kompasianer ke istana. Padahal Kompasianer senior ini, rajin menulis tentang Jokowi. Sang Bapak sudah datang pagi hari, Â lengkap berbaju batik bersepatu resmi pantofel, untuk ikutan ke Istana --dengan harapan bisa menggantikan Kompasianer yang memang berhalangan datang.
Ohya ada satu lagi urusan saya dengan Isjet. Seminggu lalu,  selesai Acara Nangkring Bareng BCA di kawasan Jakarta Pusat. Waktu itu, Isjet mengaku sedang tidak enak badan, suaranya serak, sehingga ia  buru-buru pulang. Namun saya minta waktu sebentar menjelaskan masalah yang masih mengganjal, dengan harapan Isjet bisa menyampaikan pertanyaan saya kepada Tim Kompasianival 2015.  Â
Waktu itu Isjet sih berjanji akan meneruskan ke para petinggi Kompasiana, tetapi sayang di sayang, sampai deadline, jawaban dan klarifikasi dari Isjet tak kunjung datang. Padahal kalau Isjet bisa sms atau email, saya sangat menghargai.
Nurul
Nurul berpenampilan klimis.Lelaki bertampang "engkoh-engkoh" berkulit putih, kurus, dan berkacamata. Karena nama resminya Nurullah, dia mengaku, sering penelepon memanggilnya mbak. Nurul,
Perkenalan saya dengan Nurul langsung seharian dalam mobil.  Saat saya ikutan acara Test Drive Chevrolet Spin tahun 2014 pulang pergi dari Bentara Budaya Kompas Jl Palmerah Selatan Jakarta ke  Gunung Salak Endah Bogor. Mungkin karena lelah ngurus ini itu ditambah hujan deras sepanjang jalan, Nurul yang duduk di bagian belakang mobil sempat tertidur lelap, dan saya jadi tahu suara dengkuran Nurul. hahaha.
Seingat saya, Nurul  sering bertugas sebagai moderator di berbagai acara Kompasiana Nangkring. Terakhir saya ingat, Nurul jadi Kompasianer di acara Asuransi AXA Mandiri di kawasan SCBD Jakarta Pusat, yang kebetulan saya hadiri. Saat itu, Nurul bekerja keras untuk bisa meredam kebosanan (dan kekesalan) Kompasianer karena acara dimulai ngaret lebih dari 1 jam. Â
Dicolek Bokongnya
Ketiga nama di atas, menurut saya orang-orang yang cerdas  ilmiah, dan pandai beradu argumentasi. Jadi kelihatannya siapapun Kompasianer yang butuh penjelasan termasuk soal mengapa ia tidak diundang ke Istana Presiden Jokowi kemarin, ujung-ujungnya akan berhadapan dengan ketiga orang ini: Pepih, Isjet, dan Nurul.
Rasanya tidak ada yang bisa "bermain-main" dengan mereka. Ketiganya serius, formal, tidak mau kompromi, meskipun mereka bisa membungkusnya dengan kata-kata yang santun.
Namun di sela-sela Kompasianival 2015, dengan mata kepala sendiri, buyar semua image serius yang mungkin selama ini terlanjur melekat. Berhadapan dengan seorang Kompasianer senior, Widianto H Didiet. ketiganya kelihatan "tak berdaya".
Mas Didiet yang pernah seharian satu mobil dengan saya saat Test Drive mobil Nissan March tahun 2014 lalu, memang ceria, penuh cerita, dan cara berpikirnya  yang out of the box.
Di hadapan Didit yang profesi utamanya fotografer, ketiga think-tanker Kompasiana  tidak berkutik.Â
- Isjet yang kelihatannya penuh aturan dan sopan santun, entah mengapa, bisa loh dicolek (maaf) bokongnya.      Setelah kejadian itu, diiringi tawa Didiet, Pepih, saya, dan Christie Kirana,  Isjet langsung ngacir ke Panggung  (Memang bertepatan,  jatah Isjet tampil di Panggung Kompasianival untuk memberikan sesuatu ke narasumber yang sedang tampil)Â
- Pepih yang super serius, tetapi setelah sedikit digoda, ternyata bisa diajak Didiet berpose, begitu mesra, dan mau aja berpose disentuh dada (lihat foto)
- Nurul yang masih hitungan penganten baru, dan kalau foto biasanya "cool", kemaren tersenyum bahagia kok bisa berpose mesra dengan "bukan muhrim" (lihat foto)