Semua bermula dari sebuah scene di siang itu.
Saat itu saya sedang sibuk dengan tagihan biaya pelatihan yang datang dari cabang-cabang seluruh Indonesia dan vendor. Di tengah keriweuhan itu, tiba-tiba ada yang menepuk saya dari belakang.
"Des, seneng banget deh! Akhirnya anak gue lulus ASI Eksklusif! Dia sekarang udah jadi Sarjana ASI dong. Hebat kan!", bisik Mas Ikhsan (nama samaran). Walaupun berbisik, tetap saja tidak bisa menutupi nada senang dari suaranya.
Mendengar pernyataan itu otomatis saya mengerutkan dahi dan memasang ekspresi, " Ih, kok gitu aja dibanggain sih?". Langsung saja saya menghujani Mas Ikhsan dengan pertanyaan, "Emang anaknya cuma minum ASI doang? Lah emang sehat? Ih kenapa nggak dikasih susu formula? Nanti anaknya jadi pinter lho. Duh, gimana sih ini Mas Ikhsaaan". Saya gemas.
Waktu itu saya hanyalah satu dari sebagian kecil pegawai di kantor yang belum menikah. Tapi karena saya tumbuh di tengah keluarga yang 'mendewakan' susu, jadilah tanggapan saya seperti itu.
Alih-alih tersinggung, Mas Ikhsan hanya tersenyum lebar. " Haha, enggak lah, Des. ASI itu terbaik. Dan butuh perjuangan untuk ngasih ASI. Salah satunya gimana peran ayah dalam mendukung istrinya menyusui.. Nih, kayak gue gini. Gini gini gue kan Ayah ASI..", jelasnya singkat lalu pergi meninggalkan saya yang terbengong-bengong.
Apa? ASI terbaik? Ah nggak mungkin. Apa kabar dong susu formula yang mahalnya selangit itu? Dan ngapain juga bapak-bapak ikut ribet masalah anak? Ayah ASI? Apapula itu? Ah, Mas Ikhsan nih aneh-aneh aja.
Ya, percakapan siang itu akhirnya dengan mudah teralihkan dengan tagihan yang semakin menumpuk. Lagipula, ah giliran saya jadi ibu kan masih lama. Simpan dulu masalah susu menyusui ini untuk nanti.
Singkat cerita, akhirnya saya hamil.
Karena saya manusia visual yang mencari semua jawaban dari buku, akhirnya saya memutuskan untuk mencari pertanyaan-pertanyaan saya tentang kehamilan di buku. Setelah kunjungan ke dokter, saya mengajak ayahnya Ahza untuk menemani saya ke Gramedia. Surga dunia bagi saya dan tempat orang-orang aneh baginya.
Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, malam itu saya menjejakkan kaki di Gramedia bagian 'Ibu dan Anak'. Wow, petualangan dimulai.
Saya pun langsung melakukan screening pada semua buku di kategori ini. Tidak terlalu banyak, jadi cukup mudah untuk menemukan buku yang keliatannya menarik. Dan sampailah mata saya dengan buku ini.
Catatan AyahASI
"Ah, ini kan yang pernah dibahas Mas Ikhsan waktu itu," kata saya dalam hati. Memori saya langsung kembali ke siang itu. Teringat akan ekspresi bangga dan bahagia yang terpancar di wajah Mas Ikhsan saat dia bercerita tentang ASI dan menyusui.
Tanpa pikir panjang saya pun langsung mengambil buku tersebut dan terpikat dengan cover dan blurb - nya. Lihat saja.. Sungguh membuat penasaran bukan?
Selain cover dan blurb, hal lain yang membuat saya makin penasaran adalah penulisnya. Penulisnya adalah para ayah dan beberapa di antaranya cukup familiar di telinga saya: Ernest Prakasa dan Sogi Indra Dhuaja.
Tanpa pikir panjang buku Catatan AyahASI itu langsung masuk ke keranjang belanja saya beserta beberapa buku kehamilan lainnya.
Walaupun tentang ayah ASI, saya membeli buku ini untuk saya sendiri, bukan untuk ayah Ahza. Mengapa? Karena:
- Ayahnya Ahza nggak suka baca. Bisa-bisa baru beres baca buku tipis ini setelah saya lahiran.
- Saya super duper penasaran dengan ASI dan menyusui ini. Apalagi saya selalu teringat akan ekspresi Mas Ikhsan siang itu. Apakah sebegitu berharganya ASI?
Oke, let's find out!
Hanya butuh waktu sehari semalam untuk menyelesaikan buku ini. Malah sebenarnya jika banyak waktu, buku ini dapat dibaca dengan hanya beberapa jam saja karena memang cukup tipis (untuk saya).
Kesan pertama setelah membaca Catatan AyahASI ini adalah: buku ini sukses membolak-balikkan semua pemahaman saya tentang bagaimana memberi makan yang terbaik untuk anak.
Yang baru saya sadari adalah bagaimana selama ini saya terkena doktrin keluarga, lingkungan bahkan iklan di televisi tentang susu formula adalah makanan terbaik untuk bayi. Oh, it's a Big Big NO! Salah besar dan saya tidak ingin kesalahan ini terjadi pada anak saya.
Sesaat setelah mengkhatamkan buku ini, saya langsung berazam: "Saya harus bisa memberikan ASI pada anak saya kelak."
Dari delapan pengalaman para ayah di buku ini, saya mendapatkan sebuah fakta bahwa menyusui bukanlah hal yang gampang namun juga bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Ibu menyusui membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar terutama dari suami.
Sejak itu saya mulai tertarik dengan menyusui. Rasanya tak sabar untuk segera bertemu dengan bayi saya dan melakukan Inisiasi Menyusui Dini.
Pikiran-pikiran mulai berkecamuk, "Apakah nanti ASI saya keluar? Apakah cukup? Apakah bayi saya akan bisa tumbuh dengan baik hanya dengan ASI saya? Apakah.. Apakah.. Apakah.."
Untuk menenangkan diri, saya mulai mencari lebih tau lebih banyak tentang menyusui. Mencari referensi dari buku, bergabung di forum ibu seperti TheUrbanMama.com dan bertanya pada orang tua.
Saatnya pun tiba..
Ahza lahir dengan sehat wal'afiat dan sesaat setelah lahir ia langsung ditempatkan di perut saya untuk IMD. Saat itu saya harus sedikit kecewa karena selama 1 jam, Ahza belum bisa mencapai payudara saya. Namun dengan melihat makhluk kecil nan lucu di hadapan saya, rasa kecewa karena belum bisa IMD pun dapat tertutupi dengan mudah.
Akhirnya saya bisa menyusui Ahza keesokan paginya di kamar ibu. Berbekal pengetahuan yang saya dapatkan dari membaca buku, saya pun sukses menyusui Ahza atau mungkin Ahza yang sukses menyusui. Alhamdulillah. Rasanya saat itu adalah saat-saat MOMAZING yang tidak akan saya lupakan.
Proses menyusui Ahza dapat dibilang cukup lancar. Untuk bulan-bulan pertama tidak ada drama puting lecet. Yang ada hanya drama Growth Spurt dan bisa diatasi karena saya pernah membaca masalah ini di sebuah referensi. Growth Spurt ibarat ujian untuk ibu dan anak. Jika berhasil melewatinya, ibu dapat menyusui dengan lancar di kemudian hari.
Sebaliknya, jika ibu menyerah dan memberikan susu formula, hal ini akan mengakibatkan kuantitas ASI berkurang dan menyusui pun akan menjadi tidak lancar.
Menyusui Tidak Pernah Begitu Mudah
Masalah datang di bulan ketiga Ahza datang ke kehidupan saya. Saat itulah saya menghadapi berbagai peristiwa yang berujung perpisahan dengan suami. Saya pun hijrah ke rumah mama. Dan masa-masa tenang pun berakhir.
ASI saya mulai seret. Ahza pun semakin hari semakin rewel karena tidak puas dengan ASI yang ia minum. Saya bingung dan panik. Ditambah lagi, keluarga saya memang pro susu formula dan menyarankan (sedikit memaksa, sebenarnya) saya untuk memberi susu formula untuk Ahza.
Saya menolak. Tidak, saya harus bisa memberikan ASI minimal sampai 6 bulan kehidupannya. Kalau bukan ASI, apalagi yang saat itu bisa saya berikan untuk Ahza. Hidup saya sudah berantakan dan saya tidak punya apa-apa untuk diberikan pada Ahza. Hanya ASI. Hanya itu yang bisa saya berikan pada Ahza.
Buka Kembali Bukumu!
Akhirnya, buku-buku tentang ASI yang saya miliki mulai saya buka-buka kembali. Seperti anak kuliah yang sedang belajar dengan metode Sistem Kebut Semalam (SKS) saya langsung membuka halaman-halaman tentang seretnya ASI serta penyebabnya. Ternyata, salah satu penyebab seretnya ASI adalah karena stres.
ASI diproduksi oleh hormon oksitoksin yang baru bisa diproduksi jika hati dan pikiran kita bahagia. Hal itulah yang menyebabkan hormon ini disebut sebagai hormon 'cinta'.
Selain membaca buku, saya juga berkonsultasi dengan konselor laktasi yang akhirnya mengajari saya tentang metode Power Pumping. Metode yang menurut penelitian terbukti ampuh untuk meningkatkan produksi ASI.
Alhamdulillah, mungkin memang rezeki Ahza bisa mendapatkan ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan.. Akhirnya dengan berbekal pengetahuan yang didapat dari buku dan konselor laktasi, saya berhasil melalui masa-masa terberat saat menyusui Ahza dan bisa memberikan yang terbaik pada Ahza.. :)
Sampai usianya 2 tahun, Ahza masih menyusui dan belum tega saya sapih. Ahza bukan lagi Sarjana ASI tapi sepertinya sudah menjadi Profesor ASI. Hehehe..
Buku-buku tentang ASI dan menyusui pun masih saya simpan dengan rapi dan kadang masih saya buka-buka ketika saya menulis artikel tentang menyusui di blog. Rencananya, saya akan merekomendasikan buku-buku ini pada adik saya jika tiba saatnya untuk menyusui.Â
Nah, itu adalah cerita saya tentang momen berkesan yang saya alami dengan buku. Tidak hanya memberikan pengetahuan baru, buku Catatan AyahASI berhasil memberikan perubahan besar-besaran pada pola pikir saya dan tentunya membawa kebaikan pada saya dan Ahza.
Semoga suatu saat nanti saya pun bisa membuat buku yang bisa memberikan inspirasi dan perubahan positif pada pembacanya. Suatu hari nanti. Semoga.. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H