Mohon tunggu...
Ibtihal Lathifah
Ibtihal Lathifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi: Mendengarkan musik dan. Menonton film atau drama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mampukah Program Makan Siang Gratis Menanggulangi Prevalensi Stunting di Indonesia Secara Menyeluruh?

30 Maret 2024   17:50 Diperbarui: 30 Maret 2024   17:55 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook Prabowo Subianto

Prevalensi Stunting di Indonesia

Menurut laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting adalah jenis malnutrisi yang ditandai dengan tinggi badan di bawah rata-rata dan tidak sesuai dengan usia. WHO mengatakan bahwa stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis, yang dapat dikaitkan dengan kemiskinan, kondisi kesehatan ibu, dan gizi ibu yang buruk.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting yang ada di Indonesia cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010-2013 terjadi peningkatan angka stunting di Indonesia dari 35,6% menjadi 37,2%. Kemudian mengalami penurunan hingga tahun 2021 menjadi 24,4%. Lalu mengalami sedikit penurunan pada tahun 2024 menjadi 21,6%.
Akan tetapi angka tersebut masih terhitung tinggi untuk prevalensi stunting di Indonesia, karena pemerintah Indonesia sebelumnya menargetkan pada tahun 2024 menurun hingga 14%.  Nyatanya target tersebut tidak tercapai, artinya masih perlu tindakan dari pemerintah untuk menanggulangi stunting yang ada di Indonesia.
Stunting terjadi bahkan sebelum bayi dilahirkan, yang artinya bayi masih dalam kandungan pun dapat terkena stunting. Menurut data stunting berdasarkan kelompok usia hasil SGGI 2022, ada sekitar 18,5% bayi yang lahir dengan panjang kurang dari 48 cm. Kurangnya protein dan vitamin serta gizi yang diterima sang ibu selama masa kehamilan dapat menjadi penyebab sang anak mengalami stunting ketika lahir.

Terdapat hasil yang cukup mengkhawatirkan dimana dalam survei yang sama tersebut dari kelompok umur 6-11 bulan ke kelompok umur 12-23 bulan, risiko stunting meningkat sebesar 1,6 kali (13,7% ke 22,4%). Kegagalan dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak usia 6 bulan menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting untuk kelompok bayi umur 12-23 bulan. Berbagai tindakan dan program telah dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan stunting yang ada. Akan tetapi, angka stunting masih belum menurun secara signifikan, justru cenderung fluktuatif.

Beberapa wilayah di Indonesia angka stuntingnya masih cukup tinggi, seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Tengah (Sulteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Provinsi Aceh. Perlu dilakukan analisis kepada ibu hamil dan bayi yang baru lahir mengapa pada provinsi-provinsi tersebut angka stunting masih tinggi. Pemenuhan gizi dan vitamin untuk ibu hamil dan bayi yang baru lahir perlu ditingkatkan pada provinsi-provinsi tersebut.

Penanganan kekurangan gizi yang menyebabkan stunting di Indonesia perlu dilaksanakan secara terbuka. Hal ini dikarenakan agar masyarakat Indonesia dapat mengetahui perkembangan sudah sejauh mana pemerintah menangani prevalensi stunting di Indonesia.

Stunting di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang menyeluruh, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan. Perpres tersebut menjadi acuan pemerintah dalam menangani kasus stunting yang ada di Indonesia.

Program Makan Siang Gratis oleh Pasangan Calon Presiden 02

Facebook Prabowo Subianto
Facebook Prabowo Subianto

Permasalahan stunting yang ada di Indonesia menjadi permasalahan yang harus segera diatasi. Maka dari itu, para pasangan calon presiden 2024 saling mengusungkan gagasan program untuk mengatasi permasalahan stunting. Salah satunya adalah program makan siang gratis yang diusungkan oleh pasangan calon presiden Prabowo-Gibran.

Program makan siang gratis ditujukan untuk siswa sekolah, santri di Pesantren, ibu hamil, dan balita. Rincian jumlah penerima bantuan program makan siang gratis adalah ibu hamil sebesar 4,4 juta ibu hamil; anak usia dini sebesar 30 juta anak; siswa Sekolah Dasar sebesar 24 juta siswa; siswa Sekolah Menengah Pertama sebesar 9,8 juta siswa; santri di Pesantren sebesar 4,3 juta santri; dan siswa SMA/SMK sebesar 10,2 juta siswa.
Selain para ibu hamil, siswa sekolah, dan balita, program makan siang gratis juga akan ditujukan kepada para guru-guru di sekolah. Hal ini dikarenakan terdapat laporan bahwa guru-guru di beberapa daerah mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi tersebut disebabkan karena rendahnya upah yang diterima selama mengajar.

Anggaran yang dibutuhkan untuk memenuhi program makan siang gratis tersebut adalah 450 triliun per tahun. Besarnya anggaran per tahunnya membuat banyak masyarakat berpendapat pro dan kontra. Apakah program makan siang gratis efektif untuk menurunkan stunting atau justru hanya menghabiskan anggaran saja?

Nominal per anak untuk sekali makan siang gratis adalah Rp15.000,00 (Lima Belas Ribu Rupiah). Pemenuhan gizi untuk para anak sudah harus dipenuhi dengan cukup dengan nominal tersebut. Per anak dapat menikmati makan siang gratis untuk pemenuhan gizi agar tidak stunting dengan nominal tersebut diluar nominal program susu gratis yang juga akan dibagikan.

Bahan-bahan makanan yang akan digunakan dalam program makan siang gratis tersebut berasal dari para petani dan peternak dalam negeri. Kualitas bahan makanan dipastikan aman dan berkualitas sehingga dapat dinikmati para siswa dengan aman karena berasal dari petani dan peternak negeri. Jadi, selain mengurangi prevalensi stunting, program makan siang gratis ini juga akan membantu para petani dan peternak dalam negeri
Rencana pembuatan program makan siang gratis harus memperhatikan sasaran program yang dituju dan anggaran yang akan dikeluarkan. Pembuat program juga harus memastikan bahwa program yang dibuat dapat terlaksana dan manfaatnya dapat dirasakan oleh sasaran penerima program bantuan makan siang gratis.

Pada hari ke-47 kampanyenya, Sabtu, Prabowo mengatakan kepada konsolidasi parpol se-Sumatera Utara di Medan, "Salah satu bukti kami bertekad mulai menghilangkan kemiskinan adalah program makan siang bergizi untuk anak-anak Indonesia."
Prabowo menegaskan bahwa program ini tidak hanya akan menyediakan makanan yang sehat untuk anak-anak, tetapi juga akan mencakup ibu hamil dan anak-anak di bawah umur.

"Tujuannya agar anak-anak kita tumbuh cerdas, kuat, dan menghilangkan stunting, antara lain," katanya.
Pasangan calon presiden 02 berharap dengan adanya makan siang gratis, kekurangan gizi dan stunting di Indonesia akan berkurang. Siswa dan para ibu hamil akan sehat dan gizinya terpenuhi sehingga stunting di Indonesia akan berkurang. Tingkat kesehatan di Indonesia juga akan semakin meningkat karena berkurangnya prevalensi stunting.

Tidak hanya di Indonesia, program makan siang gratis juga sudah diadakan di negara lain seperti di beberapa negara Eropa dan Jepang. Program makan siang gratis tersebut dianggap efektif oleh pemerintahan negara tersebut untuk pencegahan stunting dan kekurangan gizi. Program makan siang gratis ini mungkin bisa saja dapat secara efektif mengurangi prevalensi stunting jika dilaksanakan dengan baik.

Meskipun, program makan siang ini menjanjikan, tetapi keberhasilannya bergantung pada implementasi yang tepat dan berkelanjutan. Laporan World Bank "Scaling Up Nutrition: What Will It Cost?" menyatakan bahwa agar program pencegahan stunting, seperti pemberian makan siang gratis dan susu, berhasil, sektor pemerintah, lembaga pendidikan, dan ketersediaan dana yang memadai harus bekerja sama.
Tantangan implementasi dan pembiayaan anggaran untuk program makan siang gratis menjadi permasalahan yang harus dihadapi. Para pemerintah perlu bekerjasama dengan baik agar program makan siang gratis memiliki implementasi yang tepat, pengawasan yang ketat, dan koordinasi yang baik.

Kurang Efektifnya Program Makan Siang Gratis untuk Prevalensi Stunting

Berbagai kritik dan pendapat disampaikan mengenai program makan siang gratis yang dianggap kurang efektif dalam menurunkan stunting. Kritik tidak hanya datang dari masyarakat tapi juga para ahli kesehatan seperti dokter, dan ahli gizi yang ikut mengkritik program makan siang gratis.

Kritik diberikan karena dianggap program makan siang gratis dinilai keliru untuk penanganan stunting di Indonesia. Program pencegahan stunting tidak akan efektif jika ditujukan kepada anak sekolah. Untuk mencegah stunting, usia anak sekolah PAUD atau SD sudah terlalu dini.

Teknik pencegahan stunting hanya dapat diterapkan pada bayi dengan usia di bawah 1000 hari atau kurang dari 2 tahun. Pemberian makan gratis kepada anak sekolah akan lebih tepat dinamakan bantuan sosial saja. Program makan siang gratis juga harus ditujukan kepada pasangan yang baru menikah.

Dibandingkan dengan memberikan makan siang gratis, menurut Hasto Wardoyo, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), lebih efektif pembagian paket multivitamin dan makanan yang mengandung omega 3, DHA, dan asam folat untuk menurunkan angka bayi stunting, kematian ibu melahirkan, dan kematian bayi dini.

Selain itu, untuk menurunkan stunting tidak bisa hanya dengan program makan siang gratis. Harus ada faktor lain yang ikut mendorong seperti pemberian multivitamin kepada ibu hamil, dan pasangan yang baru menikah. Makan pagi dan makan malam juga harus diperhatikan gizinya jika ingin mencegah stunting.
Seorang ahli gizi bernama Tan menyatakan bahwa ada lima faktor yang dapat menyebabkan stunting pada anak. Hal itu sudah dapat dipengaruhi dari janin hingga anak-anak. Ibu yang hamil dengan anemia, bayi yang tidak menerima ASI eksklusif sampai masa MPASI yang tidak sesuai prosedur secara kuantitas dan kualitas atau pemberian makanan yang tidak bergizi.

Menurut Prof. Hinky, selain makan siang dan susu gratis, Prabowo harus melakukan sebelas langkah tambahan untuk mengurangi angka stunting. Ini termasuk skrining anemia bagi remaja perempuan, konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja perempuan, pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care atau ANC), pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang menderita kekurangan energi (KEK), pemantauan pertumbuhan balita, pemberian MPASI eksklusif, pemberian ASI eksklusif, dan penyediaan air minum dan

Pemerintah harus memperbaiki sistem ketahanan kesehatan, pangan, sosial, dan ekonomi yang ada. Ketahanan tersebut kurang dibangun oleh Presiden dan pemerintah Indonesia selama ini. Karena sistem ketahanan sosial dan ekonomi Indonesia lemah, bantuan sosial dan kebijakan makan gratis tidak akan menyelesaikan masalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun