Mohon tunggu...
Ibrohim El Hasbi
Ibrohim El Hasbi Mohon Tunggu... Dosen - Pakar Pendidikan Islam

Kandidat Doktor Pendidikan Islam dan ketua yayasan Mutiara Embun Pagi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hijrah, Merdeka, dan Corona

12 Agustus 2021   16:58 Diperbarui: 12 Agustus 2021   17:01 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Agustus 2021, setidaknya terdapat tiga hal yang perlu direnungkan ummat muslim Indonesia. Betapa tidak, ketiga hal itu memiliki dampak signifikan pada perjalan hidup dan keagamaan bangsa Indonesia. Walaupun waktu kejadian dan dampaknya berbeda, namun masing-masing menetaskan catatan sejarah tersendiri. Ketiga hal tersebut ialah hijrahnya kaum muslimin, kemerdekaan negara republik Indonesia, dan meningkatnya pandemi Covid 19 (Corona). Sebagai muslim yang baik, tentunya dituntut untuk merenungkan serta mengambil hikmah pelajaran yang berharaga.

Jika melihat catatan sejarah, kaum muslimin pernah melakukan hijrah ke tiga tempat yang berbeda, pertama ke negeri Habasyah (sekarang Ethiopia), kedua ke Thaif (masih bagian Makkah), dan ketiga Yestrib (sekarang Madinah). Semua itu dilakukan bukan tanpa sebab, kondisi yang menuntut kaum muslimin saat itu, serta anjuran/izin dari Allah dan rasulnya tentunya. Namun rupanya pula, hasil yang didapat dari masing-masing hijrah tersebut berbeda.

Hijrah kaum muslimin ke negeri Habasyah dilakukan pada tahun ke-5 dari kenabian, dan dilakukan sebanyak dua kali. Masing-masing dipimpin sahabat Utsman bin Affan (15 orang ), dan Ja'far bin Abi Thalib (101 orang). Tantangannya sangat berat bahkan harus mempertaruhkan nyawa karena kafir quraisy tidak menghendaki. 

Bahkan, saking dengkinya kafir quraisy, setibanya kaum muslimin di negeri habasyah, mereka mengutus orang untuk membujuk raja najasi mengusir kaum muslimin. Namun atas pertolongan Allah SWT., pada akhirnya kaum muslimin diterima dan mendapat perlindungan.

Berbeda dengan hijrah ke Habasyah yang  mengalami penyambutan, pada saat hijrah ke negeri Thaif (tahun ke-10 dari kenabian) dan dipimpin langsung oleh nabi Muhammad saw, kaum muslimin mengalami penolakan. Kaum Muslimin diusir, bahkan penduduk thaif memerintah kepada anak-anak mereka untuk melempari kaum muslimin dengan batu. 

Perlakuan buruk penduduk Thaif tersebut sama sekali tidak menggoyahkan kepribadian mulia nabi Muhammad saw. Andai nabi Muhammad saw. memiliki jiwa pendendam, boleh jadi beliau menyambut tawaran Jibril untuk memberikan azab kepada mereka.

Terakhir, kaum muslimin hijrah ke Madinah yang dilakukan pada tahun ke-13 dari kenabian. Hijrah ketiga inilah yang merupakan awal dari kebangkitan ummat muslim dunia. Segala jerih payah perjuangan kaum muslimin yang dipimpin langsung rasulullah saw, berbuah manis. Islam tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. 

Bahkan, pada saat peristiwa fathul Makkah, kalimat yang digunakan Allah SWT untuk menunjukkan hadirnya cahaya Illahi ialah dengan kalimat "berbondong-bondong masuk Islam". (Al Nashr;3). Artinya orang-orang yang menyatakan masuk Islam bukan orang perorang, melainkan secara berkelompok, termasuk di dalamnya penduduk Thaif yang pernah mengusir kaum muslimin.

Peristiwa-peristiwa hijrah yang pernah dilakukan kaum muslimin di atas, tentunya harus dijadikan spirit berharga oleh kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk terus melakukan perjuangan dalam melakukan kebaikan, walaupun dalam melakukan perjuangan dipastikan akan mendapat banyak rintangan. 

Jika makna hijrah untuk sekarang berpindah ke arah yang lebih baik, seperti semangat dalam menimba ilmu, (dari malas ke rajin, dari jarang membaca ke sering membaca, dari sering mendengarkan hal negative kepada mendengarkan nasihat dll), semangat dalam menjemput rizki (dari asal-asalan menjadi serius, dari kurang bersyukur menjadi terus bersyukur, dari tidak jujur menjadi sangat jujur), dan semangat melakukan amalan salehan (dari jarang berbagi menjadi sering berbagi, dari enggan bersilaturahim menjadi semangat menyapa, dari hanya ibadah fardhu saja, kini disempurnakan oleh yang sunnah, dll). Jika itu dilakukan, maka kita dapat dikategorikan orang-orang beruntung dan mampu mengambil makna hijrah itu sendiri yang sudah jelas memberikan keberkahan kepada setiap pelakunya.

Beralih pada kemerdekaan. Sebagai rakyat Indonesia, maka kita sudah pada tahu bahwa Negara kita telah memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945. Artinya, sudah 76 tahun bangsa ini "terbebas dari penjajahan". Ratusan tahun lamanya, nenek moyang kita dibuat sengsara, diperbudak penjajah di tanah sendiri dengan tak berdaya. 

Mereka harus bekerja jadi Rodi dan Romusa, mengelola sumber daya alam layaknya binatang, lalu hasilnya dirampas atau harus disetorkan kepada penjajah durjana. Jika itu tidak dilakukan, maka kematian atau paling tidak penjara sudah menanti.

Bukan hanya urusan keduniaan, hak pribadi sebagai warga negara untuk melaksanakan syariat agama masing-masing dibatasi bahkan dihalang-halangi. Penjajah sadar, jika bangsa Indonesia khususnya kaum muslimin bangkit dan sadar dengan ajaran agamanya, niscaya akan menjadi maha kekuatan untuk melawan mereka. 

Terlebih, salah satu motif mereka menjajah negara kita, untuk menyebarkan agama yang dianutnya. Konsekwensinya pula, para ulama yang tetap mengajarkan syariat Islam banyak yang ditangkap dan dianiaya. Al hasil, pada masa penjajahan nenek moyang kita banyak mengalami penderitaan baik lahir maupun batin.

Layaknya peristiwa hijrah kaum muslimin yang dilakukan beberapa kali, pun penjajahan kepada bangsa dan agama Islam Indonesia, dilakukan berulangkali. Secara bergantian, negara-negara Eropa menikmati dan menari di atas penderitaan negeri.  Tak hanya mereka, rupanya pula negara Jepang yang notabene sebagai negara Asia, turut serta menindas, bahkan dirasa lebih menyengsarakan padahal janji manisnya melindung namun kemudian menyakiti. Atas perjuangan para pahlawan, negara Indonesia akhirnya terbebas dari penjajahan.

Jika melihat salahsatu Kalam Tuhun, "wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu, dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung" (Ali Imran: 200). Ayat ini berlaku pula dengan peristiwa penjajahan yang dialami bangsa Indonesia. 

Setelah bersabar atas penjajahan bangsa barat, lalu menguatkan kesabaran atas penjajahan Jepang yang lebih mengenaskan, seharusnya bangsa Indonesia tetap bersiap siaga kalau-kalau terjadi penjajahan atau pengkhianatan lanjutan. Tahun 1965, pesan al quran tersebut terbukti, Komunis berupaya untuk mengambil alih kekuasaan. 

Mereka membunuh beberapa pahlawan yang dianggap dapat mengganggu pergerakannya, membantai para ulama dan santri, serta mengumpulkan bantuan kekuatan dari luar negeri untuk menguasai. Namun lagi-lagi, atas pertolongan Allah SWT, para pahlawan bisa mengatasi pengkhianatan serta menumpas mereka. 

Oleh karena itu pula, tidak ada alas an bagi kita untuk berterima kasih pada para pahlawan yang sudah berkorban dengan jiwa dan hartanya. Bayangkan, apa yang terjadi jika penjajah masih menguasai negeri ini, atau bangsa komunis mengendalikan bangsa ini. Rakyat Indonesia, khususnya kaum muslimin akan sangat menderita dan tidak terbebas dalam melakukan amal ibadah.

Sebagai generasi yang hidup di abad 20an, penjajahan dirasa masih tetap ada, dan kita dituntuk untuk memeranginya. Kita berbeda dengan para pejuang yang menghadapi penjajah dengan menggunakan pedang, kujang, dan bambu runcing. Kita membutuhkan iktikad hati,  upaya keras dan semangat tinggi untuk memerangi kemalasan, kemiskinan, kebodohan, penjajahan ideologi, budaya dll, yang hingga saat ini masih terus menghantui. Tak perlu menyesali atau menyalahkan satu sama lain, yang dibutuhkan ialah semangat murni yang dimulai dari diri kita masing-masing.

Satu lagi peristiwa yang perlu kita renungkan dan ambil pelajaran bersama yaitu pandemi covid 19 (Corona). Kebetulan sekali, peristiwa ini sedang kita hadapi Bersama. Jika hijrah kaum muslimin dan kemerdekaan republik Indonesia kita hanya tinggal menikmati, maka sekarang ini kita sekaligus menjadi pelaku. 

Jika kita terus berjuang terlibat dalam penghentian covid ini, maka tidak menutup kemungkinan kelak akan dikenang oleh generasi setelah kita dan atau dikategorikan sebagai syuhada/para pahlawan. Tantangan dan perjuangan dipastikan berbeda. Namun kebaikan atas perjuangan dipastikan akan sama. Toh kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan covid 19 ini cukup banyak juga.

Sesuai dengan namanya, covid 19 ini mulai muncul di tahun 2019. Artinya, pandemi ini sudah berjalan lebih dari satu tahun. Tak terhitung jumlah jiwa yang sudah melayang, dan berbagai kerugian yang sifatnya material disebabkan pandemi ini. Berbagai kalangan dan jenis profesi, turut merasakan dampaknya. 

Namun apakah kita hanya akan menyesali, meratapi, menyalahkan satu sama lain, atau lebih jauhnya beranggapan bahwa semua ini berupa konspirasi?. Semua itu tentu tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Pada kondisi seperti ini, kita dituntut kedewasaan, kesadaran, upaya bahu membahu, saling membantu sama lain, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, mendukung untuk menghentikan penyebaran, membantu orang yang terdampak, mendukung upaya-upaya berbagai kelompok yang berupaya keras untuk menghentikan penyebaran covid ini.

Pada kondisi sulit seperti ini, susah sekali bagi para pemimpin untuk mengambil keputusan-keputusan yang dapat diterima oleh semua kalangan. Terlepas kebijakannya banyak yang menganggap politis, sekehendak hati, merugikan sebagian pihak, namun keputusan sebagai warga negara, kita dituntut mengikutinya, selama kejikan itu terlihat nempak kejelasan. Memang idealnya "tasharraful imam ala raiyyati, manutun bilmaslahah". 

Keputusan yang diambil oleh para pemimpin itu, harus memberikan banyak kemaslahatan. Namun pula, sikap istihsan dan atau masalatul mursalah harus dikedepankan. Dengan kata lain, al maslahatul am, muqaddamun ala maslahatul khas. Kepentingan umum, harus lebih diutamakan daripada kemaslahatan yang sifatnya khusus harus tetap diperhatikan oleh para pengambil keputusan.

Terakhir, dengan telah dan masih berjalannya peristiwa-peristiwa besar ini, kita dituntut dapat mengambil hikmah dan pelajaran. Peristiwa hjirah sudah terjadi 14 abad lalu menunjukkan, upaya keras, kesabaran, perjuangan pada akhirnya membuahkan keberhasilan bagi kaum muslimin. Bahkan, jika dilihat secara statistic, kini populasi muslim dapat dikatakan menempati urutan pertama di muka bumi ini. 

Selanjutnya, kegigihan dan cita-cita mulia para pahlawan untuk meraih kemerdekaan negara republik Indonesia, telah menunjukkan pula kepada kita keberkahan. Kini bangsa Indonesia "terbebas dari penjajahan", walaupun kita masih terjajah dari sisi yang lain yang harus kita perjuangkan untuk merdaka. Semoga pula pandemi covid 19 ini, dengan segala perjuangan dan pengorban kita, dapat dikalahkan dan kemudian memberikan keberkahan kepada kita semua. Kalam Tuhan tak pernah salah. Walal akhiratu khairun laka minal ula. Dan yang terakhir itu (hari kemudian setelah perjuangan), akan lebih baik bagi kita semua. Amin  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun