Mohon tunggu...
Ibrohim Abdul Halim
Ibrohim Abdul Halim Mohon Tunggu... Konsultan - Mengamati Kebijakan Publik

personal blog: ibrohimhalim.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BPJS Jadi Syarat Jual Beli Tanah: Diteken SBY, Diinstruksikan Jokowi di Masa Pandemi

23 Februari 2022   07:19 Diperbarui: 24 Februari 2022   11:40 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaannya, apakah Inpres tersebut sudah tepat? Ada beberapa aspek yang bisa didiskusikan.

Pertama, terkait dengan kewajiban setiap orang menjadi peserta jaminan sosial. Secara semangat ini tentu hal yang baik. Namun tentu bisa timbul inefisiensi bagi para pemilik asuransi swasta.

Dan Direktur Utama BPJS Ali Ghufron mengkonfirmasi, bahwa aturan kewajiban BPJS tersebut memang dimaksudkan untuk kalangan menengah ke atas. Ini tentu menjadi potensi uang gratis bagi BPJS, karena kalangan menengah ke atas wajib membayar premi tanpa pernah menggunakan layanan (sebab lebih memilih klaim di asuransi swasta).

Selain itu terkait kewajiban kepesertaan dalam UU 24/2011 juga tidak dibatas waktu. Bisa saja BPJS dan Pemerintah menjalankannya secara natural dan bertahap, sebagaimana negara maju seperti Austria bisa mengcover jaminan sosial 100% penduduknya dalam waktu 79 tahun, Jepang 36 tahun dan Belgia 118 tahun.

Indonesia dengan BPJSnya bahkan memiliki capaian yang sudah sangat baik, hanya dalam waktu 7 tahun sudah bisa mengcover 86,17% penduduk.

Kedua, terkait dengan sanksi pembatasan pada pelayanan publik, harus juga membawa semangat dalam UU Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, di mana di antara asas dalam pelayanannya adalah kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Penambahan syarat BPJS dalam pelayanan artinya dapat memperlambat, mempersulit, dan membuatnya tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat. Misalkan seseorang ingin buat SIM C dan belum punya BPJS, maka harus merogoh kocek tambahan Rp 85.000 untuk ikut BPJS kelas III. Padahal biaya untuk membuat SIM hanya Rp 100.000.

Memang ada program bantuan iuran (PBI) JKN, di mana bagi masyarakat tidak mampu BPJS mereka dibayarkan oleh Pemerintah. Tapi, perlu diingat bahwa program itu mengikuti alur pendataan, verifikasi, dan validasi berjenjang dari Kemensos, yang secara waktu tidak bisa diprediksi. Sementara pengurusan layanan publik biasanya berkejaran dengan waktu.

Selain itu alokasi PBI JKN juga mengalami tren penurunan sepanjang tahun 2021, dari kuota 96,8 juta, hanya terealisasi bagi 87,5 juta jiwa.

Ketiga, terkait dengan layanan publik apa saja yang bisa disyaratkan BPJS. Jika kita tutup mata terhadap UU Pelayanan Publik beserta asas-asasnya, dan mengiyakan bahwa BPJS bisa menjadi syarat, maka paling maksimal yang bisa dibatasi adalah yang sudah tercantum dalam PP 86/2013.

Sayangnya, Inpres yang dikeluarkan Presiden Jokowi seolah aji mumpung. Dari hanya 5 layanan publik yang bisa dibatasi di PP 86/2013, Inpres 1/2022 mengembangkannya lebih jauh, bahkan hingga ke aspek peribadatan seperti calon jamaah haji dan umrah juga wajib memiliki BPJS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun