Sayangnya, anggaran untuk hal ini termasuk di antara pos anggaran terkecil Polri, hanya disediakan Rp 522 Miliar. Itu pun di luar keresahan masyarakat di mana Institusi internal Kepolisian seringkali gagal mendisiplinkan aparatnya sendiri, dan jarang memberi hukuman setimpal atas kesalahan mereka.
Di sisi lain, memotong anggaran Kepolisian yang berakibat pada turunnya kesejahteraan personil juga bukanlah hal yang baik, mengingat kecukupan finansial sangat dibutuhkan sebagai faktor motivasi agar polisi tidak mencari "sampingan". Di Indonesia, hal-hal seperti itu kerap terjadi dan sangat menyusahkan rakyat.
Oleh karena itu, saya membayangkan harus adanya efisiensi dalam struktur Polri, dengan memprioritaskan anggaran untuk kesejahteraan aparat dan program diklat aparat, sehingga struktur aparat yang ramping tersebut bisa bekerja dengan lebih efisien dan efektif. Anggaran program perlindungan sosial juga harus ditingkatkan agar angka kriminalitas turun, sehingga aparat bisa fokus bertugas pada pengamanan aktivitas masyarakat.
Kementerian Keuangan pada dasarnya telah mulai melakukan reformasi itu. Selama 2 tahun terakhir, anggaran Polri telah dipangkas sekitar Rp 8 Triliun, dan anggaran Kementerian Sosial telah bertumbuh sekitar Rp 20 Triliun. Dalam proses ini, kita dukung adanya perubahan paradigma: kriminalitas didekati bukan dengan pendekatan koreksi, tapi preventif. Bukan dengan mengoreksi kriminal yang ada di jalan, tapi dengan mencegah agar tidak ada kriminal di jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H