Mohon tunggu...
Ibrahim Yakub
Ibrahim Yakub Mohon Tunggu... Penulis - Bermain imajinasi

Membaca, menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanda Tanya (?) Tentang Demokrasi

4 April 2024   05:26 Diperbarui: 4 April 2024   05:26 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto.ibrahim Yakub saat diskusi./dokpri

Kiranya catatan pena akan indeks demokrasi Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, berdasarkan data dari Freedom House turun dari 62 poin pada tahun 2019 menjadi 53 poin di tahun 2023. Sementara berdasarkan data economist intelligence unit (EIU) kinerja demokrasi Indonesia mengalami penurunan skor pada 2023 sebesar 6,53 poin turun 2 poin dibanding tahun 2022 sebesar 6,71 poin.

Perolehan skor yang dikeluarkan dari (EIU) sebesar 6,53 poin ini memberikan makna bahwa demokrasi Indonesia masuk dalam kategori cacat (flawed). Cacat karena saluran demokrasi diantaranya berpendapat, berekspresi, bahkan baru dalam proses berpikir juga sudah diarahkan agar tetap sesuai ucapan penguasa. Saluran aspirasi yang tersumbat ini sangat merespon banjir kritik lewat demonstrasi, diskusi dan seminar.

Disisi lain pesta rakyat tersebut sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Aktivitas kegiatan politik mempengaruhi peningkatan belanja konsumsi kontestan pemilu seperti pengadaan atribut kampanye,biaya konsumsi, honor petugas dan tim pemenangan pemilihan. Disaat yang sama arus investasi asing cenderung menurun namun bukan berarti diam, sebab mereka sangat berhati-hati untuk menentukan sikap iklim bisnis secara terbuka.

Para investasi asing tentu bergerak membuat pintu masuk agar para investor mendapatkan ruang,  pintu masuk mereka ialah mengintervensi dengan membiayai para kontestan pemilu demi memuluskan kepentingan mereka lewat kebijakan serta regulasi pasca pemilu. Demikian inilah yang menurut W.A.Bonger demokrasi bertranformasi ke oligarki, dimana Pengusaha bermodal besar,  politisi, Pemerintah berada pada lingkaran kecil elit dengan daya perampasan ruang hidup yang besar.

Selama ini kekuasaan politik dan ekonomi cenderung terkonsentrasi pada sekelompok kecil individu dan kelompok elite yang punya finansial lebih. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya ketidaksetaraan distribusi ekonomi. Bahkan korupsi demokrasi itu dilakukan penguasa dengan keluarganya seperti fenomena presiden , dengan paman Mahkamah konstitusi untuk memberikan ruang kekuasaan kepada anaknya sebagai wakil presiden istilah lain disebut "politik Bapakisme"

Dengan demikian demokrasi kita dari fase orde lama sampai demokrasi ala Jokowi menuju yang baru sudah berada pada unjung tanduk dan masih menjadi tanda tanya. Sehingga membutuhkan kesadaran institusional yang melegitimasi kehendak rakyat dalam mewujudkan kebijakan publik yang sesungguhnya. Sadar akan kewajiban persamaan hak politik dan hak ekonomi atau keadilan sosial yang harus dimiliki rakyat dari para elit kekuasaan sebagai maker policy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun