Mohon tunggu...
Ibrahim Ayyasy
Ibrahim Ayyasy Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pentingnya Valuasi Ekonomi pada Ekosistem di Wilayah Pesisir Guna Menjaga Keberlangsungan sebagai Upaya Konservasi

17 April 2020   20:58 Diperbarui: 17 April 2020   20:56 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wilayah pesisir menurut  UU No.27 tahun 2007 didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh 12 mil batas wilayah ke arah perairan dan batas kabupaten/kota kearah pedalaman. 

Menurut Kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. 

Menurut Poernomosidhi (2007) wilayah pesisir didefinisikan sebagai interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik maupun sosial ekonomi. 

Wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan.

Wilayah pesisir dan laut Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar di dunia, yang tercermin pada keberadaan ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan berjenis-jenis ikan, baik ikan hias maupun ikan konsumsi. 

Selain wilayah pesisir ini memiliki potensi sumberdaya alam yang antara lain meliputi pantai yang potensial untuk berbagai macam kegiatan seperti budidaya perikanan tradisional, pengolahan ikan (industri perikanan), serta kegiatan pariwisata pantai/bahari dengan keindahan alami, selain itu dapat pula menyimpan kekayaan sumberdaya hayati berupa ikan dan berbagai jenis hewan laut serta tumbuhan laut lainnya yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk masa yang akan datang (Bappenas, 2007).

Di dalam wilayah pesisir sendiri terdapat tiga ekosistem penting yaitu ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Secara fisik, ekosistem mangrove berfungsi sebagai penahan laju sedimentasi dari daratan, sehingga menjaga kejernihan air. 

Kemudian mangrove memunyai fungsi sebagai penahan ombak guna mencegah erosi pantai. Demikian pula dengan ekosistem lamun yang berfungsi sebagai pemerangkap sedimen, sehingga menjaga kejernihan air. Disamping itu, padang lamun sendiri berfungsi sebagai habitat dari hewan laut yang bernilai ekonomis, seperti rajungan dan ikan baronang. 

Terumbu karang memiliki fungsi sebagai habitat bagi ikan dan biota laut bernilai ekonomis. Secara biologi, konektivitas ketiga ekosistem dapat dilihat dari habitat sebagai nursery ground. Sehingga jika dilihat, ketiga ekosistem tersebut sangat penting bagi kehidupan manusia.

Akan tetapi ketiga ekosistem tersebut terus mengalami penurunan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Lebih dari 30% luasan mangrove di Indonesia telah hilang dalam kurun waktu tahun 1980 – 2005 (FAO, 2007). Degradasi hutan mangrove di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu: alihfungsi hutan mangrove menjadi berbagai kegiatan pembangunan, antara lain sebagai daerah pertumbuhan pemukiman, bangunan dermaga dan talud; sebagai areal pertanian dan perkebunan; serta untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi. Myers & Patz (2009) menyatakan kebutuhan dan ketergantungan akan sumber daya alam di kawasan pesisir yang semakin tinggi menjadi tekanan untuk kelestarian ekosistem pesisir.

Menurut LIPI (2018), kondisi padang lamun saat ini dapat dikatakan sudah tidak sehat akibat dominasi aktifitas manusia yang merusak ekosistem. 

Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir seperti penimbunan/pengurugan di perairan pantai yang terus meningkat, hal ini akan berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan lamun (Short & Wyllie-Echeverria, 1996; Duarte, 2002) juga menyebabkan penurunan dalam genetika keanekaragaman lamun (William, 2001). Perubahan dan aktifitas lalu lalang perahu nelayan di lingkungan perairan pantai juga berkontribusi besar terhadap kerusakan padang lamun (Engemen et al., 2008).

Menurut LIPI (2017), dari sekitar 2,5 juta hektar luas terumbu karang di Indonesia, hanya 6,39 persen terumbu karang berada dalam kondisi sangat baik, 23,40 persen dalam kondisi baik, 35,06 persen dalam kondisi cukup, dan 35,15 persen berada dalam kondisi jelek. Pengukuran didasarkan pada persentase tutupan karang hidup, yaitu kategori sangat baik (76-100 persen), baik (51-75 persen), cukup (26-50 persen), dan jelek (0-25 persen).

Lalu apa yang harus dilakukan guna mencegah kerusakan terus terjadi dan menjaga keberlangsungan ketiga ekosistem di wilayah pesisir tersebut? Upaya yang diperlukan adalah strategi konservasi pada ekosistem tersebut.

Konservasi dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menjaga atau melindungi, dalam konteks penelitian ini adalah sebagai upaya untuk menjaga dan melindungi dari kerusakan alam yang terjadi serta menjaga kelestarian alam.

Menurut Hadi (2001), konservasi diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang. Berdasarkan definisi tersebut, kawasan konservasi merupakan upaya melindungi pada kawasan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kepentingan tertentu.

Menurut dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K ), Pada Kawasan Konservasi dibagi menjadi beberapa zona pemanfaatan, yaitu:

  • Kawasan Konservasi Pesisir & Pulau Kecil (KKP3K)
  • Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Stategi yang dapat dilakukan adalah membuat rencana alokasi ruang untuk kawasan konservasi terdiri atas:

Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil  (KKP-3-K)

Menurut dokumen RZWP3K Jawa Timur, KKP-3-K dibagi menjadi dua zona, yaitu :

  • zona inti; dan
  • zona pemanfaatan terbatas.

Arahan pengembangan KKP-3-K diarahkan untuk:

  • perlindungan terhadap habitat dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut;
  • perlindungan ekosistem pesisir unik dan/atau rentan terhadap perubahan; dan
  • perlindungan situs budaya atau adat tradisional, penelitian, dan pendidikan.

Penentuan kegiatan sesuai arahan pengembangan KKP-3-K yaitu:

a. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti kawasan konservasi perairan adalah kegiatan penelitian dan pendidikan;

b. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan lainnya adalah kegiatan pariwisata alam perairan dan rekreasi, kegiatan penelitian dan pengembangan serta pendidikan; 

c. kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan serta memiliki desain dan tata letak bangunan yang memadukan antara fungsi konservasi, edukasi, wisata, dan ekonomi;

d. kegiatan penelitian yang mendukung upaya pengelolaan KKP-3-K yang efektif; dan

e. kegiatan pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, wawasan peserta didik tentang konservasi.

Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Menurut dokumen RZWP3K Jawa Timur, KKP dibagi menjadi dua zona, yaitu :

  • zona inti; dan
  • zona pemanfaatan terbatas.

Arahan pengembangan KKP diarahkan untuk kegiatan konservasi, penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam perairan, serta penelitian dan pendidikan, dengan ketentuan:

a. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti KKP meliputi kegiatan penelitian dan pendidikan; 

b. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona perikanan berkelanjutan meliputi kegiatan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam  perairan, penelitian, dan kegiatan pendidikan; dan

c. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan terbatas meliputi kegiatan pariwisata alam perairan, kegiatan penelitian dan pendidikan.

Kegiatan penangkapan ikan di kawasan sebagaimana dimaksud pada poin b dilakukan dengan memperhatikan penggunaan kapal berdasarkan ukurannya, jenis alat tangkap serta batasan jumlah pengambilan sumber daya ikan untuk melindungi keberlanjutan keanekaragaman sumber daya ikan.

Kegiatan pembudidayaan ikan yang dapat dilakukan di kawasan sebagaimana dimaksud pada poin b harus memperhatikan jenis ikan yang dibudidayakan, jenis pakan, teknologi, jumlah unit serta daya dukung, dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.

Kegiatan pariwisata alam perairan yang dapat dilakukan di kawasan sebagaimana dimaksud pada poin b dan poin c harus ramah lingkungan serta desain dan tata letak bangunan harus disesuaikan dengan ketentuan yang ada untuk memadukan antara fungsi konservasi, edukasi, wisata dan ekonomi di kawasan ini.

Kegiatan penelitian yang dapat dilakukan dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada poin a dan poin c adalah kegiatan penelitian yang mendukung upaya pengelolaan KKP yang efektif.

Kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan di kawasan sebagaimana dimaksud pada poin a dan poin c adalah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, wawasan peserta didik tentang konservasi.

Dengan adanya pedoman rencana alokasi ruang tersebut, akan terlihat aktifitas mana yang harus dibatasi dan yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan pada ekosistem.

Akan tetapi upaya konservasi pun masih mengalami berbagai tantangan dalam pelaksanaannya, dimana masih banyak pihak yang melakukan aktifitas yang dapat mengganggu ekosistem, aktifitas dapat berupa perusakan, pemanfaatan yang tidak semestinya hingga pengelolaan yang tidak ramah lingkungan. Perlu adanya penyadaran bagi mereka mengenai betapa pentingnya ekosistem dan betapa meruginya kita jika semua itu hilang.

Banyak dari masyarakat dan pemangku kepentingan masih belum tahu mengenai betapa berharganya ekosistem tersebut. Mereka tidak mengetahui jika dibalik ekosistem tersebut memiliki fungsi yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan kita. Bukan hanya untuk biota laut saja, tapi juga untuk manusia.

Salah satu strategi yang patut dicoba adalah dengan menggunakan metode valuasi ekonomi pada kawasan konservasi. Lalu, apa itu valuasi ekonomi? Secara teori valuasi ekonomi merupakan suatu metode yang digunakan untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan. 

Tujuan dari valuasi ekonomi adalah untuk memajukan keterkaitan antara konservasi sumberdaya alam dan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu valuasi ekonomi dapat digunakan sebagai alat meningkatan apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan (Fauzi, 2006). Jika ditelisik kembali, masyarakat akan lebih menghargai jika diberikan sebuah data berupa angka atau data kuantitatif.

Pada prosesnya, akan ditentukan use value dan non use value. Nilai penggunaan (use value) pada dasarnya diartikan sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumberdaya alam dan lingkungan. Use value dibedakan lagi menjadi nilai penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value) dan nilai pilihan (option value) (Pearce dan Moran (1994) dalam Harahab, 2010).

Menurut Pearce dan Moran (1994) dalam Harahab (2010) bahwa nilai penggunaan berhubungan dengan nilai karena seseorang memanfaatkannya atau berharap akan memanfaatkan di masa mendatang. Nilai langsung adalah nilai yang ditentukan oleh kontribusi lingkungan pada aliran produksi dann konsumsi (Munasinghe (1993)) dalam (Harahab, 2010). 

Nilai penggunaan langsung berkaitan dengan output yang langsung dapat dikonsumsi misalnya makanan,, biomassa, kesehatan, rekreasi. Sedangkan nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value) ditentukan oleh manfaat yang berasal dari jasa-jasa lingkungan dalam mendukung aliran produksi dan konsumsi. 

Untuk option value lebih diartikan sebagai nilai pemeliharaan sumberdaya, sehingga pilihan untuk memanfaatkannya masih tersedia untuk masa yang akan datang. Nilai intrinsik atau penggunaan tidak langsung (Non use value) di kelompokkan lagi menjadi nilai keberadaan (existence value) dan nilai warisan (bequest value).

Kemudian saat semua nilai manfaat telah ditemukan, akan dikonversikan atau dikuantifikasikan menjadi rupiah, sehingga muncullah harga dari nilai manfaat yang ada. 

Semisal harga perikanan tangkap dengan menimbang ikan apa saja yang hidup di ekosistem tersebut yang bernilai ekonomis, harga jualnya berapa dan jumlah produksinya berapa, sehingga akan muncul harga perikanan pada ekosistem tersebut, yang ini masuk kedalam use value. Kemudian untuk contoh nilai manfaat penahan ombak, bisa dilakukan dengan membandingkan harga infrastruktur pemecah ombak. Berapa banyak cost yang diperlukan untuk membangun infrastruktur ombak sepanjang area mangrove semisal. 

Sehingga dengan semua itu akan muncul harga dari ekosistem tersebut sesuai dengan nilai manfaat yang telah ditentukan. Diharapkan dengan munculnya harga tersebut akan menyadarkan masyarakat bahwa ekosistem ini merupakan investasi jangka panjang yang sangat besar bagi kita, apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayah pesisirnya sangat luas.

Demikian opini dari penulis yang dapat diberikan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan, karena penulis juga seorang manusia dan masih harus belajar lebih banyak, jika ada kritik dan saran dapat diutarakan, semoga menjadi refleksi diri untuk terus meningkatkan kemampuan. Sekian terimakasih.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun