Dalam zaman yang serba materialistik ini, sulit rasanya menemukan orang atau perkumpulan yang melakukan sesuatu tanpa mengharap imbalan.Semua diukur atas dasar materi yang sifatnya sesaat dan keuntungan personal.Terlebih kehidupan di Bali yang berjalan atas logika kapital.Tidak ada yang gratis dalam setiap langkah. Namun siapa yang menyangka, ditengah arus “paradigma uang” yang begitu kencang, di pulau yang disebut sebagai Surga Wisata ini, ada sekelompok pemuda yang tergabung dalam Askar Hafas Bali melakukan aktivitasnya didasari atas cinta, kesetian, militansi yang kuat, royalitas yang tak kenal batas serta dedikasi yang sama sekali tidak bisa diukur dengan materi apapun.
Jangan dibayangkan perkumpulan ini layaknya perkumpulan lainnya yang mengejar kuantitas anggota atau bahkan membayangkan memiliki menajemen organisasi yang baik. Justru perkumpulan yang sudah hampir 7 tahun beraktivitas ini, Askar Hafas Bali sama sekali tidak menjalankan sebuah perkumpulan ini dengan menegement yang baik. Para anak muda ini bertahan hingga saat ini, karena sebuah penghormatan yang tinggi pada keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur.Sebuah Pondok Pesatren yang paling berpengaruh pada masyarakat Muslim di Bali.
Pengaruh Pondok Sukorejo ini bisa dilihat dari makin banyaknya angkatan pelajar Muslim Bali yang menempuh pendidikan di Pesantren yang berdiri sejak tahun 1914 tersebut.Hingga sekarang, sudah ada ribuan alumninya yang tersebar di semua Kabupaten di Bali.Mereka para alumni telah banyak mewarnai perkembangan, memajukan sekaligus menampilkan wajah Muslim yang ramah dan tetap toleran.Hingga tak jarang Pondok Sukorejo di kalangan Muslim Bali selalu menjadi rujukan solusi tatkala masyarakat tidak menemukan titik temu permasalahan.
Seiiring dengan hal tersebut, Pimpinan atau Pengasuh Pondok Sukorejo menjadi salah satu Tokoh yang sangat berpengaruh dan selalu ditunggu kehadirannya di Bali.Ucapan dan arahan dari Pengasuh selalu menjadi landasan dalam melangkah.Doa Barokahnya menjadi keinginan setiap Muslim di Pulau yang mayoritas berpenduduk Hindu ini.
Dalam usia Pondok Sukorejo yang satu abad, sudah terjadi empat generasi kepemimpinan. Berawal dari Alm.KHR.Syamsul Arifin (wafat Tahun 1951), dilanjutkan Alm.KHR.As’ad Syamsul Arifin (Wafat Tahun 1990), lalu dilanjutkan Alm.KHR.Achmad Fawaid As’ad (Wafat Tahun 2012), kemudian sekarang dilanjutkan oleh KHR. Achmad Azaim Ibrahimy. Pada masa Pengasuh ketiga, atau biasa disapa dengan Kiai Fawaid inilah Azkar Hafas Bali terbentuk dengan semangat pengawalan ketika Pengasuh berkunjung ke Bali.
Bentuk Kecintaan Yang Teroganisir
Kiai Fawaid termasuk Ulama yang cukup sering berkunjung ke Bali. Berbagai macam undangan masyarakat selalu dipenuhinya selama tidak berbenturan dengan aktifitas pesantren yang ia pimpin. Mulai dari acara keluarga seperti Khitanan, pengajian-pengajian, dan konsolidasi alumni pondok Sukorejo yang tergabung dalam Ikatan Santri dan Alumni Salafiyah Syafi’iyah (IKSASS).Bahkan Beliau juga aktif dalam pertemuan Tokoh lintas agama yang kerap diadakan di Bali.
Empat tahun sebelum Beliau wafat (2012), dimulai pada pertengahan tahun 2008 intensitas Kiai Fawaid ke Bali meningkat. Bukan untuk memenuhi undangan sebagaimana biasanya.Mulai sejak itu Beliau memutuskan untuk mengawal perkembangan umat Muslim di Bali ini melalui perjuangan dijalur politik. Beliau selalu meyakinkan alumni akan pentingnya keterwakilan kita (umat Muslim) di jajaran Legislatif. Dan keinginan Beliau ini dimulai dari Kabupaten Buleleng, daerah yang menurut Kiai Fawaid sebagai daerah yang paling siap untuk bertarung di Pemilu 2009.
Menurut kesaksian Syamsuddin (Alumni Sukorejo dari Buleleng), dalam satu tahun Kiai Fawaid bisa sampai empat atau lima kali datang ke Buleleng. Pada salah satu pertemuan kader yang diadakan Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan (DPC PPP) Kabupaten Buleleng, partai yang menjadi alat perjuangan politik kiai Fawaid, di gedung Kesenian Singaraja, Syamsuddin atau yang biasa disapa Boy kala itu ikut mengiringi Kiai Fawaid dalam pertemuan tersebut. Disaat itulah menurut pengakuannya, terlintas dalam benaknya untuk membuat sebuah perkumpulan yang khusus sebagai tim pengawal Kiai Fawaid ketika berkunjung ke Bali.
Ide itu kemudian ia sampaikan pada teman-teman alumni yang saat itu kebetulan juga mengiringi Kiai Fawaid. Spontan saja ide tersebut langsung ditanggapi positif oleh yang lain. Sebab, bagi mereka menjadi pengawal berarti menjadi orang yang berinteraksi langsung pada Kiai Fawaid. Artinya, ide perkumpulan ini menjadi media ekspresi ketakdziman murid pada sang guru. Pengawalan berarti bentuk pengabdian pada Ulama muda yang sangat disegani tersebut.
Seingat Boy, ada tujuh orang termasuk dirinya untuk pertama kalinya ide ini disampaikan. Mereka itu adalah Syamsuddin atau Boy sendiri, Abdul Ghani, Abu Khari, Asdiyah, Mustar, Ahmad Rusli dan Nahuri. Dengan semangat yang menggebu, usaha untuk menyampaikan langsung ke Kiai Fawaid terus dilakukan untuk mendapat restu langsung atas rencana perkumpulan yang akan dibentuk.