Mohon tunggu...
ibnu syakir
ibnu syakir Mohon Tunggu... -

Peradaban Selalu Bermula dari Gagasan yang Cemerlang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Shalat Itu Seperti Bungkus

8 Januari 2016   11:31 Diperbarui: 8 Januari 2016   11:52 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu ketika seorang sahabat saya bercerita tentang anaknya yang sudah mulai beranjak remaja yang protes. Ia meminta kepada ayahnya untuk libur mengerjakan shalat dengan alasan toh ia masih bisa beribadah dengan cara yang lain. 

"Kakak mau izin untuk tidak shalat. Kan berbuat baik tanpa harus mengerjakan shalat. Bisa juga senyum, menyenangkan orang dan lain sebagainya," begitu kira-kira protes sang anak kepada ayahnya.

Dengan sabar ayahnya mendengarkan keinginan anaknya itu. Meski yang diinginkan terbilang sangat nyleneh, namun tidak ada kata-kata kasar atau bentakan yang keluar dari bibir sahabat saya itu.

Kemudian ayahnyapun menasihati anaknya seperti sedang bercerita. Boleh nak kamu tidak mengerjakan shalat. Tapi yang harus kamu ketahui anakku, shalat itu seperti bungkus atau tempat penyimpanan barang. Sebanyak apapun pahala yang kita dapatkan dari sedekah akan hilang karena tidak ada bungkusnya. Sebanyak apapun kita peroleh pahala menyenangkan orang akan tercecer karena tidak ada wadah untuk menampung pahala yang kita miliki.

Kemudian ayahnya mengajak berdialog dengan anaknya, tahukah kamu amalan apa yang akan dihisab pertama kali? "Shalat" jawab anaknya sigap. Nah itulah jika "bungkusnya" saja kita tidak memilikinya lantas bagaimana kita bisa aman ketika di akhirat kelak?

"Sesungguhnya amal ibadah pertama yang akan dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalat," (HR. Abu Daud, Nasa'i, Tirmidzi).

Keluarga dan Shalat

Di potongan awal QS: Thoha [20]:132, Allah sangat jelas memerintahkan kepada para ayah (khususnya) untuk mengawal para keluarganya untuk mendirikan shalat. Tidak itu saja mereka juga diminta untuk bersabar dalam mengerjakan rukun Islam yang kedua tersebut.

"Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya .... " (QS: Thoha : 132).

Ada dua penekanan dalam ayat tersebut, perintah untuk mengerjakan shalat dan juga perintah untuk bersabar dalam menjalankannya. Itu artinya shalat menempati posisi yang sangat penting namun di sisi yang lain, amal yang pertama yang akan dihitung di hari kiamat kelak ini juga "berat" untuk dilaksanakan secara konsisten. Itulah kenapa ada tambahan kalimat yang memerintahkan kita untuk bersabar dalam melaksanakannya.

Kita harus akui shalat memang membutuhkan ekstra kesabaran. Bagaimana tidak, meski kita sering merasakan dampak kekuatan shalat yang mampu mendamaikan hati dan kehidupan kita, namun tetap saja pahala shalat tidak tampak secara kasat mata. Sebagai makhluk "dunia" kita sering tergoda dan tergelincir untuk tidak lagi on time dan setelahnya sudah mulai nakal untuk tidak khusyuk dan seterusnya kita mulai meninggalkan satu demi satu waktu-waktu shalat.

Kita sebagai makhluk "realistis" memang lebih condong kepada sesuatu yang tampak. Apakah itu pekerjaan, uang, anak, istri dan seabrek contoh yang menjadi penghambat kita untuk menghamba kepada Gusti Allah.

Dan kita sebagai makhluk yang "lebay" sering mengakhirkan waktu shalat karena alasan tugas sekolah, kampus, pekerjaan bahkan yang katanya tugas dakwah sekalipun. Dengan "gagah berani" kita sering membuat kesimpulan toh Allah maha pengampun.

Dari segi waktu shalat tidak lah berat. "Paling" hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk mengerjakannya. Namun kenyataannya sudah seabrek orang telah meninggalkannya. Jangankan subuh yang memang waktu yang paling sulit, maghrib saja sebagai waktu "termudah" untuk mengerjakan shalat kini sudah banyak tidak mempedulikannya. 

Bagaimana seharusnya shalat di mata setiap muslim? Setidaknya ada tujuh poin. Pertama ia adalah tiang agama. Kedua, ia adalah amal pertama yang akan dihisab, ketiga, ia mampu menuntun berperilaku baik, keempat sebagai sarana pembuka rezeki, kelima sebagai sarana mendapatkan solusi.

Bahkan keenam dan kelima ternyata shalat ada kaitannya dengan kepemimpinan, karena ia juga sebagai sarana untuk membawa misi kekuasaan dan juga manakala ada pemimpin yang tidak shalat maka akan muncul generasi/rakyat yang rajin bermaksiat.

Mari bagi setiap muslim melihat kembali kualitas shalat kita. Karena jika kita sayang orang tua kita, anak yang saleh adalah harta yang begitu berharga. Karena ia bisa mendoakan, membimbing dan menuntun orang tua untuk mendapatkan kebaikan hidup di dunia dan tentunya di akhirat.

Tulisan ini adalah nasihat bagi saya. Orang yang sering lalai padahal sudah diberikan tanggung jawab berupa satu istri dengan tiga anak. Semoga juga bisa menginsipirasi siapa saja. Wallahua'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun