Kita sebagai makhluk "realistis" memang lebih condong kepada sesuatu yang tampak. Apakah itu pekerjaan, uang, anak, istri dan seabrek contoh yang menjadi penghambat kita untuk menghamba kepada Gusti Allah.
Dan kita sebagai makhluk yang "lebay" sering mengakhirkan waktu shalat karena alasan tugas sekolah, kampus, pekerjaan bahkan yang katanya tugas dakwah sekalipun. Dengan "gagah berani" kita sering membuat kesimpulan toh Allah maha pengampun.
Dari segi waktu shalat tidak lah berat. "Paling" hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk mengerjakannya. Namun kenyataannya sudah seabrek orang telah meninggalkannya. Jangankan subuh yang memang waktu yang paling sulit, maghrib saja sebagai waktu "termudah" untuk mengerjakan shalat kini sudah banyak tidak mempedulikannya.Â
Bagaimana seharusnya shalat di mata setiap muslim? Setidaknya ada tujuh poin. Pertama ia adalah tiang agama. Kedua, ia adalah amal pertama yang akan dihisab, ketiga, ia mampu menuntun berperilaku baik, keempat sebagai sarana pembuka rezeki, kelima sebagai sarana mendapatkan solusi.
Bahkan keenam dan kelima ternyata shalat ada kaitannya dengan kepemimpinan, karena ia juga sebagai sarana untuk membawa misi kekuasaan dan juga manakala ada pemimpin yang tidak shalat maka akan muncul generasi/rakyat yang rajin bermaksiat.
Mari bagi setiap muslim melihat kembali kualitas shalat kita. Karena jika kita sayang orang tua kita, anak yang saleh adalah harta yang begitu berharga. Karena ia bisa mendoakan, membimbing dan menuntun orang tua untuk mendapatkan kebaikan hidup di dunia dan tentunya di akhirat.
Tulisan ini adalah nasihat bagi saya. Orang yang sering lalai padahal sudah diberikan tanggung jawab berupa satu istri dengan tiga anak. Semoga juga bisa menginsipirasi siapa saja. Wallahua'lam.