Untuk petani sawit sendiri, komoditi satu ini mampu menyerap 2,4 juta Petani Swadaya dengan melibatkan 4,6 juta pekerja.
Di lain sisi, sawit telah berkontribusi pula menjadikan Indonesia sebagai produsen Biodiesel--energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan fossil fuel--yang bahan bakunya berasal dari minyak sawit.
Biodiesel sawit tersebut, melalui pencampuran dengan minyak solar dalam bentuk B-30, telah kita gunakan sebagai bahan bakar sehingga mengurangi ketergantungan negara kita atas impor minyak bumi sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan di sektor migas.
Kendati begitu, biodiesel memiliki tantangannya tersendiri dalam hal ekspor di pasar Amerika dan Uni Eropa.
Sebagaimana dipaparkan Fadhil Hassan, ekspor biodiesel di Amerika memiliki tantangan lantaran adanya Anti-Dumping dan Anti-Subsidi oleh Pemerintah Amerika Serikat, total marjin AD/CVD 126,97 %-341,38 %.
Untuk mengatasi ini, pemerintah pun telah melakukan upaya banding di DSB WTO dan dalam proses banding di United States Court of International Trade (USCIT).
Sementara di pasar Uni Eropa, masih dikatakan Fadhil, ekspor biodiesel Indonesia dikenakan Anti-Subsidi oleh otoritas Uni Eropa.
Seperti di Amerika, Pemerintah telah menempuh langkah pembelaan melalui forum hearing dan penyampaian submisi dengan EU.
Dengan sedikit-banyak yang penulis dapatkan ini, rasanya kita perlu lebih meningkatkan optimisme terhadap sawit dalam negeri.
Karena, bagaimanapun sawit Indonesia merupakan  produsen besar dunia saat ini, sekaligus merupakan industri yang sangat potensial dan turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H