Saya heran mengapa privasi saya masih saja tergadaikan oleh operator seluler meski aturan baru, yang konon (jangan dibalik), dijaga kerahasiaannya, dan sudah pula dilegitimasi pemerintah.
Kita tahu aturan baru mengenai registrasi nomor seluler memang sempat menjadi pro-kontra di masyarakat, bahwa mendaftarkan nomor seluler mesti menggunakan KK dan KTP.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mencoba menyainkan masyarakat bahwa registrasi ini sebagai komitmen melindungi konsumen sekaligus bertujuan untuk national single identity.
Di samping itu, operator seluler menjadi lebih mengenal pelanggannya karena selama ini mereka hanya menganalisa kebiasaan saja. Nantinya, dengan single identity ini, masih menurut Rudiantara, operator memungkinkan mengetahui nama dan alamat pelanggan dengan pasti karena validasi NIK dan KK.
"Selain, itu manfaat lainnya adalah keamanan, transparansi, dan pelayanan nilai tambah bagi masyarakat," kata Rudiantara seperti penulis kutipkan dari detik.com (12/10/2017).
Masih dari sumber yang sama, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagro Zudan Arif Fakrulloh mengatakan manfaat registrasi ini agar nomor seluler tidak disalahgunakan.
"Masyarakat jadi nyaman karena nomornya tidak akan disalahgunakan oleh orang lain," katanya.
Pertama-tama saya ingin katakan begini. Ini adalah bentuk kemubaziran luar biasa atau sebenarnya saya ingin lebih menyebut sebagai ketidakpercayaan pemerintah terhadap masyarakatnya sendiri. Sebab di KK sudah tercantum KTP. Sudah KK ditambah KTP. Sudah nasi pakai indomi.
Di sisi lain juga sebenarnya dengan aturan ini kita semakin "ditelanjangi". Mengapa? Sebab, dalam KK tertera nama ibu kandung.
Nama ibu kandung ini dalam banyak sistem perbankan digunakan sebagai superpassword keamanan data nasabah--meski sekarang banyak menambah opsi lain seperti validasi foto dan nomor handphone.
"Orang itu bisa dibobol rekeningnya ketika diketahui nama ibu kandungnya," kata Wahyudi Djafar, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), yang penulis kutipkan dari Tirto.id (04/11/2017).
Pengamat Informatika yang juga mantan wartawan Kompas Moch S. Hendrowijono lewat tulisannya berujudul Dilema Registrasi Prabayar, Ketika Pemilik KK Bisa Jadi Tersangka melalui kompas.com mengurai ada risiko lain ketika NIK dan KK sebagai persyaratan registrasi seluler, yakni ketita disalahgunakan oleh orang lain. Dan itu bukan tidak mungkin. Pasalnya, yang memiliki NIK dan KK tidak saja kita pribadi, tetapi RT, Kelurahan, perbankan, imigrasi, hingga perusahaan leasing juga memilikinya dalam bentuk kopi.
Artinya, ketika privasi kita disalahgunakan oleh orang tak bertanggung jawab, misal digunakan untuk penipuan, maka kitalah yang akan menanggung jeratan hukumannya. Dan kita pun sulit membela diri.
Persoalan lainnya, dan ini paling paling menyebalkan bagi saya, adalah ketika nomor seluler mendapat pesan singkat dari nomor-nomor tak dikenal. Isinya tak lain penawaran promo.
Saya sempat berpikir bagaimana bisa nomor ini tersebar. Seingat saya tidak pernah memberikan nomor ini kepada orang/pihak lain. Paling-paling hanya mengisi isi ulang pulsa. Itu pun saya lakukan melalui transaksi daring, baik perbankan atau e-commerce.
Ah, saya juga tidak terlalu mempedulikannya. Hanya saja, bagaimana dengan pelanggan-pelanggan lain yang memang kurang memahami mengingat edukasi kita tentang hal ini sangat minim?
Dengan adanya kejadian ini, pernyataan Rudiantara yang menjamin keamanan privasi pengguna operator seluler patut dipertanyakan.
Dan benar apa yang dituliskan Hendrowijono bahwa, "Dalam kebijakan lama, pelaku kejahatan tidak dapat dilacak karena datanya bodong. Pada kebijakan registrasi yang baru malah tidak ada jaminan pelaku kejahatan yang asli dapat dilacak."
Tapi, ya sudah. Toh, privasi kita juga sudah "bugil" (sejak lahir).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H