Mohon tunggu...
Mohammad Ibnu Sholeh
Mohammad Ibnu Sholeh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri Imajinatif

Hobi baca buku sastra, filsafat, dan matematika. Pernah suka fisika, seni, dan olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Membaca Buku Tidak Akan Mengubah Dunia

16 Maret 2024   21:42 Diperbarui: 17 Maret 2024   06:57 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika seseorang bertanya tentang tujuan membaca buku, kita semua pasti bisa menjawabnya dengan mudah. Lha terus, mengapa kesadaran itu tidak mempengaruhi kita? Sekarang pertanyaannya saya ubah. Apakah yang terpenting itu membaca buku?

Buku adalah jendela dunia, hanyalah sebuah kredo yang orang-orang gaungkan tanpa mengetahui tujuan membaca yang sesungguhnya. Sekarang, Indonesia masih menduduki tingkat negara dengan minat baca terendah di dunia. Apakah karena mereka kekurangan buku bacaan? Atau mereka kurang senang dalam membaca?

Sepertinya pertanyaan kedua paling benar. Bisa jadi, peran orang tua dan guru sebagai pembimbing selalu memaksakan anak-anak untuk membaca buku tanpa menumbuhkan kebahagiaan di dalamnya. Atau mungkin anak-anak sudah sering membaca buku, tetapi tidak memahami apa yang buku itu sampaikan sama sekali.

Baca juga: Hell of Kitty

Kalau memang benar begitu, maka saya kurang setuju kalau literasi dikampanyekan hanya dengan membaca buku.

Dari segi pragmatis, membaca bisa diasosiasikan sebagai belajar untuk menumbuhkan daya berpikir kritis (critical thinking creativity) dan daya imajinasi emosional (imagination emotional intelligence).

Maka dari itu, menanamkan gemar membaca pada anak kecil itu sangat penting, tetapi, sesuaikan dengan jenjang dan kriteria yang anak sukai. Lama kelamaan juga, anak itu akan berkeinginan untuk membaca sendiri. Jangan jadikan hal itu sebagai kewajiban yang menimbulkan kesan tuntutan dan paksaan.

Setelah anak kecil beranjak remaja sampai dewasa, barulah mereka nantinya memahami sendiri pentingnya buku yang mereka baca dan mempraktikkannya pada realita. Saya akan memberi satu contoh dampak positif yang ada saat ini.

Pada tahun 2010, seorang penulis berkebangsaan Korea-Amerika menerbitkan novel anak yang berjudul A Long Walk to Water. Isi ceritanya begini:

Pada 1985, Salva Dut berumur 11 tahun ketika terjadi perang saudara di Sudan. Dia termasuk salah seorang anak yang berhasil selamat setelah melarikan diri sejauh ratusan mil bersama 17.000 orang dengan kaki telanjang. Ribuan orang meninggal dunia dalam perjalanan.

Sepuluh tahun setelahya, Salva masih bisa terus bertahan hidup, meski bertinggal di tenda kumuh yang memprihatinkan bersama jutaan penduduk lainnya. Kabar baiknya, dia terpilih sebagai rakyat yang mendapat visa untuk diasuh oleh keluarga Amerika Serikat. Dia beradaptasi di lingkungan yang dikelilingi orang kulit putih sepanjang jalan! Salva tumbuh dewasa dengan sangat baik.

Di tahun 2003, Salva memasuki organisasi non-profit bernama "Water for South Sudan". Dalam sepuluh tahun, program ini telah memberikan persediaan air bersih kepada sekitar 100.000 penduduk di 259 wilayah yang menyebar di Sudan Selatan. Salva yang dulunya hanyalah warga termiskin sedunia, kini kembali ke tanah airnya untuk membantu penduduk negaranya mendapatkan air bersih yang hampir tidak pernah mereka dapatkan sama sekali.

Jika para orang tua mampu membacakan novel ini pada anak-anaknya dan mendiskusikannya, maka sama saja dengan mengajak mereka untuk bersimpati. Anak-anak akan memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap rakyat Sudan Selatan, atau bahkan pada rakyat miskin di seluruh dunia.

Sayangnya, novel untuk jenjang anak sangatlah jarang ditemukan di Indonesia. Kalau sastra untuk puisi dan novel remaja-dewasa sudah terlalu banyak diperjualbelikan, sekarang waktunya pemerintah memberikan penghargaan juga untuk sastra anak. Sastra anak adalah aset penting bagi calon penerus bangsa ini.

gencraft.com
gencraft.com

Apakah membaca buku bisa mengubah dunia? Tentu tidak. Namun, jika buku itu dikampanyekan pada seluruh anak muda Indonesia, mengapa tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun