Sehingga, ketiga Kyai tersebut beranjak menuju desa Sala untuk melihat kondisi saat itu. Setibanya di desa Sala, ketiga utusan tersebut mengelilingi rawa-rawa yang berada di sekitar desa Sala. Tidak berselang lama, mereka mendapatkan sumber mata air yang dinamakan "Tirta Amerta Kamandanu" yang bermakna "Air Kehidupan".Â
Setelah penemuan sumber mata air tersebut dilaporkan kepada Sunan, maka beliau memutuskan bahwa desa Sala resmi dijadikan sebagai pusat kerajaan baru. Sehingga, Sunan segera memerinthkan agar pembangunan Kerajaan segera dimulai kepada para abdi dalem dan sentana dalem.Â
Tugas para abdi dan sentana dalem yakni meminta batu bata sejumlah luas wilayah mancanegara wetan dan kulon, yang kemudian digunakan untuk menutup rawa di desa Sala. Akan tetapi, volume mata air tawar yang keluar tersebut tidak kunjung berhenti meskipun sudah ditutup menggunakan ribuan batu bata dari berbagai daerah di mancanegara.
Mengetahui hal tersebut, Panembahan Wijil dan Kyai Yasadipura melakukan bertapa selama tujuh hari tujuh malam. Hingga pada malam hari Anggara Kasih atau Selasa Kliwon tanggal 28 Sapar, Jinawal 1669 (1473 Masehi), Kyai Yasadipura mendapat wahyu yang berarti "Hai, kalian yang bertapa, ketahuilah bahwa pusat rawa tersebut tidak dapat ditutup karena menjadi tembusan menuju ke Laut Selatan. Akan tetapi apabila ingin kalian sumbat gunakanlah Gong Kyai Sekar Delima, Daun Lumbu atau Talas dan Kepala Ronggeng disitulah pasti berhenti keluarnya mata air.Â
Akan tetapi besuk kedhung itu tidak akan mengalir, tetapi juga tidak berhenti mengeluarkan air, kekal tidak dapat disumbat selama-lamanya". Mendengar kabar yang disampaikan oleh abdi dalem, Sunan merasa senang dan bersabda bahwa "Tledhek" berarti sepuluh ribu ringgit. Gong Sekar Delima berarti "gangsa", bibir atau ujar (perkataan).Â
Sehingga hal ini merupakan perumpamaan, Gong Sekar Delima menjadi buah bibir yang menggambarkan asal mula / bakal desa yakni Kyai Gede Sala. Alasan desa Sala terpilih menjadi Kerajaan baru didasarkan pada dua hal yakni, kondisi geografis dan religiusitas.Â
Selain itu, desa Sala memiliki tenaga kerja yng banyak, sehingga VOC dengan mudah mendirikan Benteng untuk mengawasi gerak-gerik Keraton dan Benteng tersebut bernama Benteng Vastenburg.
Pembangunan Keraton mulai dilakukan setelah rawa tersebut berhasil dikeringkan dan dibersihkan, tanah yang dipakai untuk membangun Keraton diambil dari desa Talawangi atau sekarang lebih dikenal dengan Kadipolo. Kata Surakarta diambil dari kata Karta dan Kerta.Â
Kartasura pada masa Amangkurat II bernama Wanakerta yang memiliki arti berani berperang. Kerta atau Karta yang berarti Tenteram seperti jaman kejayaan Mataram.Â
Sehingga, keturunan Mataram mengharapkan kejayaan dan ketenteraman kembali Mataram seperti ketika berada di ibukota Karta. Permulaan pembangunan ditandai dengan sengkalan atau peribahasa "Jalma Sapta Amayang Bawana"Â atau 1670 Jawa / 1744 M.
Kedung Lumbu Kulon