Mohon tunggu...
Ibnu Hajar
Ibnu Hajar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menanti Malaikat Kecil

10 April 2019   10:13 Diperbarui: 10 April 2019   10:31 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segera, Abdullah memapah istrinya masuk. Secepat kilat menggapai kunci mobil lalu memapah istrinya ke bawah. Tak ada bawaan lain. Ia hanya fokus segera membawa istrinya ke rumah sakit. Secepat mungkin ia berharap sampai dan mendapatkan pertolongan dokter. Ia tidak ingn terjadi hal tidak baik pada istri dan calon bayinya.

Mobil ia kemudikan dengan penuh cemas. Sesekali ia menoleh menatap istrinya yang meringis. Konsetrasi ia tetap jaga meski benaknya berkecamuk. Ia ngebut takut mengalami kecelakaan. Lambat takut terlambat. Sekuat tenaga ia jaga konsentrasinya. Ia pacu kendaraanya penuh cemas.

Di samping, istrinya semakin gelisah. Duduknya tidak tenang. Tak henti istrinya menarik nafas. Sambil memegang perut, tangan kirinya diletakkan di pinggang. Keringat keluar membasahi keningnya seperti butiran manik-manik. Istrinya semakin gelisah. Tarikan dan hembusan nafasnya berpacu seperti balapan. Sambil meringis ia mencoba tetap kuat.

Abdullah semakin gelisah. Wajahnya sendu menatap istrinya yang kesakitan. Ia ulurkan tangan mengusap kepala istrinya. Ian berharap, sentuhannya meberi kekuatan bagi istrinya. Ia menjaga fokus pandangnya. Ia tidak lupa tujuannya tiba di rumah sakit dengan selamat. Istri dan anaknya selamat saat kelahiran nanti.

Hatinya berkecamuk. Jalan di depan macet. Tumpukan kendaraan terlihat cukup panjang. Ia takut terlambat. Ia tidak siap jika sang istri harus melahirkan di mobil. Ia tidak yakin bisa menghadapi jika itu terjadi. Klakson ia bunyikan berentetan. Kaca jendela ia turunkan. Kepala ia keluarkan sambil memandang ke depan. Ia gelisah. Emosi marah seolah hendak menguasainya. Ia sayang istrinya.

"Umi yang sabar ya. Istighfar. Kita serahkan semua kepada Allah. Sebentar lagi kita tiba. Semoga kemacetannya cepat terutrai." Ia coba menenangkan istrinya.

Istrinya hanya menarik nafas sambil menatap Abdullah. Sekuat tenaga ia coba menahan sakit. Tatap manatanya seolah berkata, "Iya abi. Umi kuat. Umi bisa". Bibirnya terlihat komat kamit mengucap istighfar. Seolah Aisyah mencoba menenangkan Abdullah suaminya agar tetap fokus dan tidak menjadi marah menyalahkan macetnya jalan.

Kalimat dzikir mengiring perjalanan mereka. Bibir pasangan muda ini dibasahi kalimat tasbih, tahmid, dan takbir. Mereka berusaha menegarkan diri. Mereka iklaskan segalanya atas kehendak Allah. Lahaula walaquwata illabillah. Mereka teguhkan iman atas pertolongan Allah.

Alhamdulillah pertolongan Allah itu nyata. Dari belakang, seorang bapak dengan motornya mencoba membuka jalan. Dihampirinya kendaraan di depan sambil memberi tanda. Terlihat oleh mata Abdullah si bapak menyapa mereka dari luar jendela meminta menepi membuka jalan. Perlahan, jalan mulai terbuka. Mobil-mobil mulai menepi mebuka jalan.

Abdullah menginjak pedal gas memacu mobilnya. Hatinya sedikit lega. Perjalananya tidak lagi terhambat. Seoarang bapak dikirim Allah menolongnya. Orang yang tidak ia kenali wajahnya. "Alhamadulillah. Terima kasih ya Allah. Pertolonganmu memang nyata." Gumamnya dalam hati. Ia ingin berterima kasih saat tiba di rumah sakit nanti.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun