Mohon tunggu...
Iben Cruise
Iben Cruise Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tanggungjawab Pers Nasional dalam Perspektif Pasal 28 F dan28 J UUD NRI 1945

4 November 2017   17:13 Diperbarui: 4 November 2017   17:20 2289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Dr. Ibnu Mazjah, S.H., M.H.

(Direktur Komunitas Masyarakat Peduli Hukum dan Keadilan (KOMPHAK) & Alumnus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga 2017)

Dalam sebuah forum sarasehan, seorang wartawan mengajukan pertanyaan  perihal pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai corong informasi. Pertanyaan itu diutarakan kepada Panda Nababan, wartawan senior yang didaulat memberikan ceramah pada forum tersebut. Dari apa yang diutarakan, yang saya tangkap adalah perihal kebebasan seorang wartawan dalam menjalankan tugas berdasarkan kedudukannya sebagai insan pers. Kebebasan wartawan, menurutnya seringkali terbentur kebijakan redaksi di bawah bendera perusahaan pers.  Seringkali pula apa yang ingin disuarakannya, terhalang kebijakan perusahaan, sehingga  arus informasi tidak  tersaji ke ruang publik disebabkan faktor non teknis menyangkut afiliasi kepentingan perusahaan.

Panda menanggapi, salah satu tantangan insan pers adalah saat kemerdekaannya terhalang oleh kebijakan perusahaan. Panda berpandangan, bila dihadapkan pada situasi demikian, ada dua pilihan yang dapat ditempuh. Pertama, tetap bertahan di media itu. Kedua, hengkang bila memang sudah tidak sesuai dengan pandangan pribadi.  

Situasi di atas menggambarkan realitas dunia industri pers nasional.  Persoalan itu nampaknya bukan hanya dihadapi oleh wartawan yang mengungkapkan celotehannya di dalam acara Sarasehan itu, melainkan merupakan fenomena umum yang menghinggapi kehidupan industeri media massa dalam naungan payung hukum subjek hukum badan hukum (recht persoon). Oleh karena itu, pendekatan hukum guna menjawab persoalan mendasar dalam isu kebebasan pers tidak akan terlepas dari ruang lingkup aturan-aturan hukum yang menyangkut hubungan keperdataan antara wartawan (pekerja pers) yang tercakup di dalam code of enterprise dan juga menyangkut pertanggungjawaban produk media massa yang tertuang di dalam code of publication (Lihat Oemar Seno Adji, Mass Media & Hukum, 1973).

Pertanggungjawaban Hukum

Terbatasinya kebebasan warga negara dalam berekspresi tentunya menjadi isu yang bersentuhan dengan hak asasi manusia  karena hak dalam rangka pelaksanaan freedom of expression itu divaliditas oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F.  Titik pangkal persoalan adalah ketika kemerdekaan insan pers menjadi bagian dari subjek hukum pers nasional di sini bukan lagi kepada masalah dapat atau tidaknya kebebasan pers itu dilaksanakan, melainkan berkaitan dengan pertanyaan apakah insan pers ini sebagai pribadi tersebut merupakan pemegang hak dan kewajiban di tengah kegiatan industri pers nasional ?  

Merujuk kepada Undang-Undang No.40 Tahun 1999, pers nasional didudukkan sebagai subjek hukum (badan hukum). Karena kedudukan pers nasional sebagai subjek hukum, maka Pasal 28 F dan 28 J UUD NRI 1945 yang juga menjadi landasan pijak hak asasi manusi terhadap pertanggungjawaban hukum masyarakat umum yang melaksanakan fungsi pers (di luar subjek hukum pers nasional), maka hendaknya Pasal 28 F dan 28 J tersebut juga dapat dijadikan batu uji untuk memalidasi hak dan kewajiban dari subjek hukum pers nasional dalam mengemban pelaksanaan tugasnya dan fungsinya.

Kedudukan pers nasional sebagai recht persoon, secara praktis memberikan penguatan terhadap fungsi pers sebagai sebuah instrumen demokrasi, karena jaminan perlindungan dan previllege yang diberikan undang-undang. Namun, di sisi lain, kemerdekaan yang bertumpu pada kemerdekaan hak-hak sebagai warga negara selaku subjek hukum alami agaknya tereduksi dalam kungkungan korporasi pers.

Kehendak dan perbuatan dari insan pers yang notabene adalah pekerja dari perusahaan direfleksikan sebagai perbuatan dari perusahaan sebagai subjek hukum. Kesalahan dari insan pers, dengan kata lain adalah kesalahan dari badan hukumnya. Oleh karena itu, bentuk pertanggungjawaban yang lahir sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar hukum secara normatif hendaknya juga diatribusikan kepada badan hukum atau korporasi perusahaan pers nasional.  

Undang-Undang Pers, sampai di sini tidak memberikan pengaturan yang tegas dan jelas dalam hal pertanggungjawaban subjek hukum badan hukum. Undang-Undang Pers, yang  mengadopsi konsep badan hukum sebagai subjek hukum justeru bersikap paradoks manakala memunculkan pengaturan beban pertanggungjawaban pidana yang merujuk kepada sistematika pertanggungjawaban menurut perundang-undangan pidana berdasarkan penjelasan Pasal 12 UU Pers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun