Mohon tunggu...
Ibal Lukman Aldi
Ibal Lukman Aldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate International Relations Student

Driven and results-oriented person with a passion for innovation and a commitment to excellence

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedaulatan di Bawah Bayangan: Analisis Konflik Laut China Selatan dan Dampaknya pada Indonesia

30 Mei 2024   02:07 Diperbarui: 3 Juni 2024   13:56 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Laut China Selatan adalah salah satu wilayah perairan yang paling diperebutkan di dunia. Terletak di antara beberapa negara Asia Tenggara dan China, kawasan ini tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga memiliki kepentingan strategis yang vital. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki kepentingan langsung di wilayah ini, terutama terkait dengan kedaulatan dan keamanan maritimnya di sekitar Kepulauan Natuna. Konflik yang berlangsung di Laut China Selatan membawa dampak signifikan terhadap kedaulatan Indonesia, menuntut respon diplomatik dan militer yang efektif. Esai ini akan menganalisis bagaimana konflik di Laut China Selatan mengancam kedaulatan Indonesia dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi ancaman tersebut.

Sejarah konflik di Laut China Selatan bermula dari klaim teritorial oleh beberapa negara, termasuk China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan "sembilan garis putus-putus" yang tidak diakui oleh hukum internasional. Kepulauan Natuna, yang terletak di ujung selatan Laut China Selatan, merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, termasuk ikan dan potensi cadangan minyak dan gas. Klaim China yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia telah menyebabkan beberapa insiden yang menguji kedaulatan Indonesia.

Analisis Ancaman Terhadap Kedaulatan Indonesia

China telah secara agresif memperluas kehadiran militernya di Laut China Selatan melalui pembangunan pulau buatan dan pengerahan kapal-kapal militer. Pulau-pulau buatan ini dilengkapi dengan fasilitas militer seperti landasan udara, pelabuhan, dan sistem pertahanan rudal, yang memperkuat klaim teritorial China di wilayah ini. Kehadiran militer ini meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut dan mengancam kedaulatan maritim Indonesia, khususnya di sekitar Kepulauan Natuna (Sulistyani, Pertiwi, and Sari 2021).

Contoh nyata dari ancaman ini adalah insiden-insiden di mana kapal-kapal militer China memasuki perairan Natuna. Pada tahun 2016, kapal penjaga pantai China memasuki perairan Natuna dan mengusir kapal patroli Indonesia yang berusaha menahan kapal nelayan China yang diduga menangkap ikan secara illegal (Reuters 2016). Lalu, pada tahun 2019, lebih dari 60 kapal nelayan China yang dikawal oleh kapal penjaga pantai China terdeteksi beroperasi di ZEE Indonesia (Hastuti 2020). Insiden semacam ini menciptakan ketidakstabilan dan menantang klaim kedaulatan Indonesia, memaksa pemerintah untuk meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut.

Ditambah dengan adanya ekspansi China melalui "sembilan garis putus-putus" mencakup wilayah yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia. Tindakan ini tidak hanya menimbulkan ketegangan tetapi juga menunjukkan upaya China untuk memaksakan kehendaknya atas wilayah yang kaya sumber daya alam ini.

Wikipedia
Wikipedia

Dampak Terhadap Kedaulatan Indonesia

Konflik di Laut China Selatan memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, terutama dalam sektor perikanan dan eksplorasi sumber daya alam. Kepulauan Natuna merupakan salah satu daerah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk cadangan minyak dan gas yang berpotensi besar. Aktivitas kapal-kapal China yang masuk ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia telah mengganggu kegiatan ekonomi lokal, terutama perikanan tradisional yang menjadi mata pencaharian utama penduduk setempat (Djuyandi, Illahi, and Aurel 2021).

Intimidasi dan penangkapan ilegal yang dilakukan oleh kapal-kapal China juga telah menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi nelayan di Kepulauan Natuna. Banyak nelayan yang terpaksa menghentikan kegiatan mereka atau membatasi operasi mereka karena risiko yang terlalu tinggi akibat tindakan agresif kapal-kapal China.

Dalam sektor eksplorasi sumber daya alam, pelanggaran ZEE oleh China telah menghambat upaya Indonesia untuk mengembangkan potensi sumber daya alamnya secara optimal. Kehadiran kapal-kapal China yang mengganggu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di ZEE Indonesia telah memperlambat proyek-proyek pengembangan infrastruktur dan menimbulkan ketidakpastian bagi investor.

Ketegangan di Laut China Selatan tidak hanya mempengaruhi Indonesia secara langsung, tetapi juga stabilitas regional secara keseluruhan. Persaingan dan rivalitas antara China dengan negara-negara ASEAN dan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Jepang telah menciptakan ketidakpastian politik dan keamanan di Asia Tenggara.

Magic Studio Canva
Magic Studio Canva

Upaya Mengatasi Ancaman

Penguatan pertahanan maritim adalah langkah yang penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan. Modernisasi angkatan laut dan peningkatan kerjasama dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) merupakan bagian integral dari strategi ini. Pembangunan infrastruktur militer di Natuna, termasuk pangkalan angkatan laut dan fasilitas pertahanan pantai, juga perlu ditingkatkan untuk memperkuat kehadiran militer Indonesia di wilayah tersebut (Sura Gunawan and Siregar 2021). Selain itu, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas patroli dan pengawasan maritim di sekitar Kepulauan Natuna untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran terhadap ZEE Indonesia oleh kapal-kapal asing.

Selain Penguatan pertahanan maritim perlu juga adanya penguatan posisi Indonesia dalam kerangka hukum internasional, khususnya melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), adalah aspek penting dalam menegakkan kedaulatannya di Laut China Selatan (Djundjunan 2024). Indonesia harus memanfaatkan UNCLOS sebagai dasar hukum untuk menegakkan hak-haknya di ZEE, termasuk hak untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan melindungi lingkungan maritim. Melalui diplomasi hukum, Indonesia dapat menggunakan mekanisme UNCLOS, seperti arbitrase internasional, untuk menyelesaikan sengketa dengan China secara damai dan berdasarkan hukum internasional (Sendow, Kalalo, and Tangkudung 2023). Selain itu, Indonesia juga dapat bekerja sama dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk menguatkan posisi kolektif dalam menegakkan hukum internasional di Laut China Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun