Mohon tunggu...
IAT Sadra 22
IAT Sadra 22 Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Kumpulan Karya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pandangan Sunni dan Syiah terhadap Tahrif Al-Qur'an: Menelusuri Definisi, Riwayat, dan Keterjaminan Keaslian Teks Suci

20 November 2023   11:25 Diperbarui: 20 November 2023   12:46 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Adapun riwayat-riwayat yang mengesankan terjadinya tahrif didalam Al- Qur'an sering kali terjadi pada dua kalangan mazhab yaitu antara kalangan sunni dan syiah. Dalam hal ini mengenai tahrif Al- Qur'an dalam pandangan kaum sunni dan syiah dimana ulama-ulama syiah menilai Al- Qur'an dengan penilaian yang berbeda dari ulama sunni pada umumnya, diantara perbedaan itu karena ulama syiah beranggapan bahwa sebagian ayat-ayat Al- Qur'an telah mengalami perubahan dan penyimpangan dikarenakan sebagian ayat-ayatnya ada yang asli namun ada juga yang palsu.[3] 

 

a. pandangan sunni tentang tahrif Al- Qur'an

Ahlusunnah secara keseluruhan tidak mengakui adanya penyimpangan (tahrif) dalam Al-Qur'an. Mereka mengakui konsep Nasakh Mansukh dalam Al-Qur'an dan mempercayai keotentikan, kelengkapan, serta kemutawatiran Al-Qur'an yang tertulis dalam mushaf Utsmani tanpa penambahan atau pengurangan. Otentisitas Al-Qur'an dibuktikan melalui masyarakat Arab pada masa turunnya, yang tidak mengenal literasi dan mengandalkan hafalan sebagai sarana utama. Kesederhanaan masyarakat Arab pada masa itu memberikan waktu luang untuk memperdalam pemahaman dan hafalan Al-Qur'an. Keindahan bahasa Al-Qur'an mencapai tingkat tertinggi dan diakui oleh mukmin maupun kafir. Rasulullah mendorong umat Muslim untuk mempelajari dan membaca Al-Qur'an, dan petunjuk teliti dalam menyampaikan berita, terutama yang bersumber dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya, ditemukan dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi.

Beberapa riwayat menunjukkan adanya tahrif, seperti pernyataan Ibnu Mas'ud yang mencatat bahwa dia mengeluarkan Mu'awidzatain (surah Al-Falaq dan An-Nas) dari mushafnya, menyebut keduanya bukan bagian dari Al-Qur'an. Meskipun pandangan ini mendapat penolakan dari sebagian ulama, termasuk Fakhrurrazi dan Nawawi, yang menyatakan bahwa umat Islam sepakat Fatihatul Kitab dan Al-Muawwidzatain adalah bagian sah dari Al-Qur'an. Dalam tafsirnya, Nawawi menegaskan bahwa apa yang dinukilkan dari Ibnu Mas'ud dianggap batil dan tidak benar. Penulis Kitab Manahilul 'Irfan juga menyatakan bahwa meskipun Ibnu Mas'ud menyangkal keberadaan kedua surat tersebut, hal ini tidak membahayakan umat Islam, karena umat sepakat bahwa keduanya tetap termasuk dalam Al-Qur'an. Dengan demikian, meskipun terdapat perbedaan pendapat, umat Islam secara umum menegaskan bahwa Fatihatul Kitab dan Al-Muawwidzatain adalah bagian integral dari Al-Qur'an yang tidak tercemar oleh tahrif.

Sedangkan Qasthalani berpendapat bahwa penolakan narasi penolakan Ibnu Mas'ud memasukkan Al-Muawwidzatain dalam mushafnya akan menimbulkan tuduhan ketidakjujuran terhadap para perawi yang meriwayatkannya. Untuk menyikapi hal tersebut, ia menyarankan agar Ibnu Mas'ud tidak mengingkari pencantuman kedua surah tersebut dalam Al-Qur'an namun memilih untuk tidak mencantumkannya dalam mushaf pribadinya. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Jika Ibnu Mas'ud mengakui surah-surah tersebut, mengapa menghilangkannya dari mushafnya? Baqilani dengan tegas menyatakan bahwa siapa pun yang mengklaim Ibnu Mas'ud mengingkari surat-surat dalam Al-Qur'an ini adalah orang yang tidak tahu apa-apa, karena cara penyampaiannya identik dengan Al-Qur'an.

b. Pandangan Syiah tentang Tahrif Al- Qur'an

            Sejumlah kelompok Syiah ekstrem mendakwa bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman melakukan manipulasi terhadap Al-Qur'an dengan menghilangkan beberapa ayat dan surah. Mereka mengklaim bahwa ayat "Ummatunhiya arba' min ummatin" (QS. An-Nahl 16:92) diganti dari yang semula "A'immatunhiya azka min a'immatikum". Argumen ini berdasarkan riwayat yang menyebut Ibnu Mas'ud menolak keabsahan surah An-Nas dan Al-Falaq dalam Al-Qur'an. Namun, banyak ulama menolak klaim tersebut, dengan menyatakan bahwa riwayat Ibnu Mas'ud tidak dapat diterima karena bertentangan dengan kesepakatan umat Islam.

            Para perawi syiah meriwayatkan beberapa riwayat yang menyinggung masalah tahrif dan seakan tahrif tersebut telah terjadi pada Al- Qur'an. Mereka yang tidak mendalami benar permasalahan ini, menjadikan riwayat-riwayat tersebut sebagai dalil bahwa syiah meyakini tahrif Al- Qur'an. Adapun penjelasan pada tuduhan ini yaitu:

1. Penyebutan sejarah dan kutipannya dalam kitab-kitab tidak dapat diartikan sebagai pengakuan otomatis terhadap keabsahan riwayat tersebut. Terutama dalam lingkup syiah imamiyah, pandangan ini berbeda dengan ahlussunnah wal jamaah yang meyakini kesahihan tanpa penolakan terhadap isi Shahih Bukhari dan Muslim. Meski penyusun kitab-kitab tersebut menegaskan hanya menyertakan riwayat yang dianggap shahih, kenyataannya banyak riwayat yang saling bertentangan, baik dalam aspek furu' (cabang) maupun ushul (prinsip). Oleh karena itu, meskipun ada klaim kesahihan, bijak untuk tidak menganggap semua riwayat tersebut sebagai mutlak sah dan mempertimbangkan dengan hati-hati.

2. Beberapa catatan sejarah membicarakan perbedaan dalam membaca Al-Qur'an, yang umumnya dikenal sebagai qiraat. Perbedaan ini mencuat dalam literatur Syiah dan Sunni. Di dalam kitab-kitab Syiah, terdapat catatan bahwa qiraat ini sebagian besar diatributkan kepada Ahlul Bait, khususnya mushaf Ali bin Abi Thalib. Di sisi lain, dalam literatur Sunni, qiraat ini diasosiasikan dengan para sahabat, seperti Ibn Mas'ud dan Ubay. Namun, penting untuk dicatat bahwa riwayat-riwayat ini, terutama yang tidak bersifat mutawatir (tidak secara massal diterima), memiliki keterbatasan dalam mengonfirmasi teks Al-Qur'an. Hal ini karena sebagian besar riwayat-riwayat tersebut termasuk dalam kategori ahad, yaitu riwayat-riwayat yang tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Oleh karena itu, para ulama cenderung lebih mempercayai riwayat-riwayat yang bersifat mutawatir dan masyhur. Selain itu, para imam dari kedua tradisi, baik Syiah maupun Sunni, menegaskan pentingnya bagi para pengikut mereka untuk membaca Al-Qur'an dengan cara yang umum diakui oleh umat Islam pada umumnya. Ini mencerminkan upaya untuk meneguhkan fondasi yang kokoh dalam memahami dan meresapi ajaran Al-Qur'an tanpa terperangkap dalam perbedaan qiraat yang mungkin bersifat lebih spesifik dan terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun