Mohon tunggu...
IAT Sadra 22
IAT Sadra 22 Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Kumpulan Karya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pandangan Sunni dan Syiah terhadap Tahrif Al-Qur'an: Menelusuri Definisi, Riwayat, dan Keterjaminan Keaslian Teks Suci

20 November 2023   11:25 Diperbarui: 20 November 2023   12:46 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Tahrif lafdhy merujuk pada pengubahan redaksi ayat dalam Al-Qur'an, yang sering terjadi selama perjalanan sejarah Al-Qur'an. Meskipun perubahan semacam ini cukup umum, beberapa ulama tidak sepakat dan menolak adanya tahrif, terutama ketika menyangkut ayat dan surat. Untuk lebih menguraikan, berikut dijabarkan secara rinci satu persatu persoalan-persoalan terkait dengan tahrif lafdhy. Adapun perubahan itu yaitu:

a. Perubahan dalam huruf

Adapun perubahan ini memang harus diakui bahwa terdapat perubahan dalam al-Qur'an terkait huruf, yang lebih disebabkan oleh perkembangan tulisan al-Qur'an atau rasm al-Qur'an. Pada awalnya, rasm al-Qur'an tidak memiliki tanda baca, dan huruf-huruf serupa seperti ba', ta', sa', nun, dan ya' ditulis tanpa perbedaan. Selain itu, tidak ada harakat pada tulisan al-Qur'an pada masa Nabi dan sahabat. Abul Aswad ad-Duali kemudian memperkenalkan baris atau harakat untuk memudahkan orang non-Arab membaca huruf-huruf tersebut. Meskipun para sahabat Nabi tidak mengalami kesulitan membaca karena mereka tahu bahasa Arab, perbedaan dalam membaca muncul ketika Islam menyebar ke luar Arab. Orang-orang non-Arab yang baru memeluk Islam menghadapi kesulitan karena tidak ada tanda pembeda antara huruf serupa. Hal ini mengakibatkan perbedaan dalam membaca al-Qur'an. Terkait perubahan dalam bentuk huruf tanpa titik, seperti contoh kata "fatabayyanu", yang dapat dibaca sebagai "fatabayyanu" atau "fatatsabbatu", para ulama menganggap perubahan ini wajar. Dengan masuknya lebih banyak umat non-Arab ke dalam Islam, perubahan tulisan al-Qur'an dilakukan untuk memudahkan pembacaan. Meskipun ada perubahan dalam bentuk huruf, ini dianggap sebagai upaya untuk memfasilitasi umat dalam membaca al-Qur'an tanpa mengubah kandungannya.

b. Perubahan dalam harakat

            Penyempurnaan tulisan al-Qur'an melibatkan pemberian harakat, yang bertujuan menetapkan bunyi huruf agar memudahkan umat Islam dalam membaca al-Qur'an. Syaikh Rasul Ja'fariyah menganggap hal ini sebagai penyebab perbedaan cara membaca (qira'at) al-Qur'an, yang banyak dijelaskan dalam karya-karya ulama. Majma' al-Bayan, karya ath-Thabarsi, termasuk buku yang mengupas topik ini. Perbedaan qira'at tidak terbatas pada satu cara membaca, melainkan mencapai tujuh hingga sepuluh macam, bahkan ada yang menyebut 14 atau 15 macam qira'at. Contoh perbedaan qira'at dapat ditemukan dalam bacaan Umar bin Abdul Aziz, yang diriwayatkan oleh Abu Hanifah, khususnya dalam membaca ayat 28 pada surat Fathir, yaitu: 

Artinya: " Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama". (QS. Fathir 35:28)

Perbedaan bacaan, seperti memberikan dhammah pada kata Allah dan fathah pada kata ulama, berbeda dengan qira'at yang umumnya terdapat pada Mushaf Usmany, di mana fathah diberikan pada kata Allah dan dhammah pada kata ulama. Akibat perbedaan ini, makna ayat menjadi berbeda dengan pemahaman yang umumnya diterima dalam Mushaf Usmany. Misalnya, dengan bacaan tersebut, ayat menyiratkan bahwa Allah memiliki keseganan terhadap ulama sebagai sebagian dari makhluk-Nya, berbeda dengan pemahaman umum yang menyatakan bahwa hamba Allah yang memiliki keseganan pada-Nya adalah para ulama. Para ulama memberikan penafsiran takwil terhadap bacaan ini, seperti az-Zarkasyi yang menegaskan perlunya penafsiran non-harfiah untuk menghindari pemahaman bahwa Allah takut kepada ulama. Subhi Shalih menyatakan bahwa pengkhususan keseganan Allah terhadap ulama dimaksudkan untuk menunjukkan penghargaan dan derajat tinggi mereka di sisi-Nya. Perubahan bacaan ini, sesuai dengan as-Suyuthi, dapat memengaruhi berbedanya hukum yang dapat disimpulkan dari makna ayat tersebut.

c. Perubahan dalam kata

            Perbedaan qira'at juga menyebabkan terjadinya perubahan dalam kata yang terdapat pada suatu ayat. Selain itu, Syaikh Ja'far Rasuli dengan mengutip pendapat Ibnu Mas'ud menambahkan bahwa hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya keyakinan bahwa kata-kata dalam Al- Qur'an boleh diganti dengan kata-kata lain yang bersinonim. Pengubahan kata yang terdapat dalam ayat banyak ditemukan dalam mushaf. Ibnu Abi Daud mengungkapkan beragam contoh dari kasus semacam ini dalam karyanya yang berjudul Al- Mashahif. Sebagaimana contohnya dalam (QS. Al- Fatihah 1:7)

            Pada lafadz yang bergaris bawahi tersebut diganti menjadi kata ghairi. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abbas bin Imran, yang menerimanya dari Aswad dan Alqamah. Kedua sahabat ini mendengar Umar bin Khattab saat mereka sedang salat dibelakang khalifah tersebut. Perubahan dalam kata-kata ini pasti akan mengubah makna ayat, dan itulah alasan para ulama setuju untuk menolaknya. Subhi Shalih menyebut qira'at Ibnu Masud seperti itu sebagai qira'at syadzdzah yang tak dapat diterima. Syaikh Jafar Rasuli juga sependapat, menegaskan penolakan terhadap tahrif kata yang mengubah makna dan berbeda dari maknanya yang mutawatir, sebagaimana terdapat dalam mushaf al-Qur'an saat ini, yang diakui oleh seluruh umat Islam. Meskipun ada beberapa yang menerimanya, jumlah mereka sedikit.

d. Perubahan dalam ayat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun