KEUNGGULAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH (PERBANDINGAN DENGAN SYSTEM KONVESIONAL)
PENDAHULUAN
Sistemekonomi syariah semakin hari perkembangannya semakin dikenal di masyarakat. Tak hanya untuk kalangan Islam semata, tetapi juga bagi mereka yang non muslim. Ini ditandai dengan makin banyaknya nasabah-nasabah pada bank yang menerapkan konsep syariah. Melihat perkembangan itu, tidak tertutup kemungkinan pada masa mendatang seluruh aspek perekonomian akan berbasiskan syariah. Ini menunjukkan nilai-nilai Islam dapat diterima di berbagai kalangan karena sifatnya yang universal, tidak eksklusif dan tentu saja memiliki output yang kompetitif dengan perbankan konvensional. Kini pun telah hadir pegadaian syariah, pembiayaan syariah, asuransi syariah dan produk-produk keuangan lainnya. Satu persamaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah kedua-duanya berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Tentu saja dengan tujuan tersebut, bank syariah dituntut untuk berkembang dan menjadi lembaga finansial yang bonafid dan profesional.
Artinya, bank syariah dalam menajemen investasi dan finansial juga dituntut untuk menggunakan asas profit oriented sebagaimana bank konvensional. Maka bank syariah bukan sekedar menggunakan jalur emosional keagamaan untuk menjaring nasabahnya. Itulah salah satu persamaan yang bisa dijadikan referensi dan motivasi dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan perbankan syariah. Di sisi lain, Bank Syariah juga mempunyai tugas dan kewajiban yang harus diembannya, yaitu menjalankan pertumbuhan ekonomi berdasarkan ketentuan syariah, dimana usaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya itu harus didasarkan pada pedoman yang telah ditetapkan syariah, disinilah letak simpul perbedaannya.
Dewasa ini semakin banyak bermunculan bank-bank yang menggunakan sistem syariah. Bahkan tak sedikit bank-bank syariah yang merupakan konversi dari bank-bank konvesional mapan yang mencoba sebuah alternative lain untuk menggaet nasabah sebanyak-banyaknya. Ada sejumlah alasan mengapa perbankan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, di antaranya adalah pasar potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragam Islam dan dengan semakin tumbuhnya kesadaran mereka untuk berperilaku secara Islami termasuk didalamnya yaitu aspek muamalah atau bisnis. Ini diperkuat dengan keluarnya fatwa MUI tentang haramnya bunga bank. Sehingga nasabah muslim dengan kesadarannya mencari alternatif yang sesuai dengan keyakinanmereka. Alasan kedua, yaitu sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dan tangguh dalam menghadapi goncangan krisis moneter. Belajar dari pengalaman ketika krisis moneter melanda Indonesia pada 1997, sejumlah bank konvensional goncang dan akhirnya dilikuidasi karena mengalami negative spread, yang akhirnya tidak mampu menunaikan kewajibannya kepada masyarakat.
Kebijakan bunga tinggi yang diterapkan pemerintah selama krisis berlangsung telah membuat bank-bank Konvensional (dengan sistem bunga) mengalami bunga negatif (negative spread) , Akibatnya dalam masa satu tahun saja, 64 bank terlikuidasi dan 45 lainnya bermasalah yang masuk dalam Bank Beku Operasi (BBO) yang berada di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN).
Hal ini terjadi karena bank harus membayar bunga simpanan nasabah yang jauh lebih tinggi dari pada bunga kredit yang diterimanya dari debitur. Kondisi tersebut tidak berpengaruh sama sekali terhadap perbankan syariah (yang memakai sistem bagi hasil). Hal ini terjadi disebabkan bank syariah tidak dibebani kewajiban untuk membayar bunga simpanan kepada para nasabahnya
Bank syariah hanya membayar bagi hasil kepada nasabahnya sesuai dengan margin keuntungan yang diperoleh bank, dengan sistem ini bank syariah tidak akan mengalami negative spread sebagaimana dialami oleh perbankan konvensional yang memakai sistem bunga. Bisa jadi hal inilah yang menjadi pemieu suburnya perbankan syariah di Negara-negara yang berpenduduk muslimnya minoritas. Sebagai contoh, 60 persen nasabah Bank Islam di Singapura adalah non muslim. Kalangan perbankan di Eropa pun sudah melirik potensi perbankan syariah. BNP Paribas SA, bank terbesar di Peraneis telah membuka layanan Syariahnya, yang diikuti oleh UBS group, sebuah kelompok perbankan terbesar di Eropa yang berbasis di Swiss, telah mendirikan anak perusahaan yang diberi nama Noriba Bank yang juga beroperasi penuh dengan sistem syariah.
Demikian halnya dengan HSBC dan Chase Manhattan Bank yang juga membuka window Syariah. Bahkan kini di Inggris, tengah dikembangkan konsep pembiayaan real estate dengan skema Syariah. Ini semua membuktikan bahwa konsep ekonomi Islam diminati oleh semua kalangan lintas keyakinan. Jelas ini sebuah peluang bisnis dan investasi yang menggoda.
Masih adanya bank-bank syariah yang berbau kapitalis tentu harus menjadi perhatian semua pihak, artinya bank hanya memberikan bantuan kepada pemilik usaha besar saja, sedangkan pemilik usaha menengah ke bawah tidak mendapat bantuan sama sekali atau kecil kemungkinan mendapat hak yang sama dengan pemilik usaha bermodal besar.Padahal keadilan juga merupakan bagian dari syariatIslam. Kemudian mengoperasionalisasikan secara konsisten filosofi dasar bank syariah yang berbeda dengan filosofi dasar bank konvensional. Bahwa muarnalah atau bisnis yang dilakukan adalah dalam rangka ibadah untuk mendapatkan ridha Allah Swt. Maka setiap bankir ataupun mereka yang terlibat dalarn menggiatkan perbankan syariah sudah seharusnya menggunakan kacarnata Islam dalam memandang kehidupan, tak hanya dalarn satu aspek saja. Sehingga pelaksanaan syariat Islarn tidak terkesan parsial atau pragmatis.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Bank Syariah
Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi bank.
Pada awal perkembangan perbankan di Indonesia, perbankan diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Definisi Bank, bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 tentang perbankan yakni :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hiduprakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau “berdasar prinsip syariah” yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 13 tentang perbankanmenyatakan apa yang dimaksud dengan prinsip syariah yakni :
“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah). Atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 pasal 1 ayat 12tentang perbankan syariah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Dari pengertian bank tersebut diatas,maka dapat diambil kesimpulan bahwa bank syariah adalah badan usaha yang menjalankan fungsi intermediasinyaberdasarkan prinsip syariah atau dengan kata lain bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dana memberikan imbalan atas dasar prinsip syariah.
Bank syariah sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah memiliki prinsip-prinsip dasar, antara lain ;
a.Prinsip titipan atau simpanan- Al Wadiah
Al Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja jika penitip kehendaki. Pemberikan bonus dalam penitipan ini tidak dilarang dengan catatan tidak diisyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentase secara tetap, tetapi benar-benar merupakan kebijakan bank.
b.Prinsip bagi hasil
Yaitu pembagian hasil dari usaha pembiayaan sebagai ganti dari konsep pembungaan dalam bank konvensional.
c.Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
d.Al-Musyarakah
Dalam prinsip ini terjadi kerja sama antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tersebut. Para pihak bekerja sama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun resiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
e.Prinsip Al-Murabahah
Dalam prinsip ini, terjadi jual beli suatu barang pada harga dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang dibelinya dengan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan.
2.Asas, Tujuan dan fungsi Bank Syariah
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Kegiatan usaha yang berasaskan prinsip syariah antara lain adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan oleh syariat islam. Unsur-unsur tersebut antara lain :
a.Riba
Adalah penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan karena berjalannya waktu (nasi’ah).
b.Maisir
Adalah transaksi yang digantungkan atau tidak jelas kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c.Gharar
Dapat diartikan sebagai transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi yang dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
d.Haram
Dapat diartikan sebagai transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
e.Zalim
Dapat diartikan sebagai transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan.
Dan yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tujuan pengadaan perbankan syariah telah dituangkan dalam Undang-undang No 21tahun 2008pasal 3 tentang perbankan syariah yang menyatakan bahwa:
“Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat (Penjelasan : Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqomah).
Apabila selama ini dikenal fungsi bank konvensional adalah sebagai intermediary (penghubung) antara pihak yang kelebihan dana dan membutuhkan dana selain menjalankan fungsi jasa keuangan, maka dalam Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional.
Menurut Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 4 ayat (1), (2), (3) dan (4) memberikan beberapa fungsi dalambank syariah sebagai berikut :
a.Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
b.Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat (Penjelasan : yang dimaksud dengan “dana sosial lainnya”, antara lain adalah penerimaan Bank yang berasal dari pengenaan sanksi terhadap Nasabah (ta’zir).
c.Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
d.Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4)sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ikatan Akuntan Indonesia di dalam Pedoman AkuntansiPerbankan Syariah Indonesia (2003:1) menjelaskan bahwa fungsi bank syariah sebagai :
a.Manager Investasi
Bank syariah dapat mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad Mudharabah sebagai agen investasi.
b.Investor
Bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Keuntungan yang diperoleh dibagi secara proporsional sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana.
c.Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
Bank syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan seperti bank non-syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d.Pengembang fungsi sosial
Bank syariah dapat memberikan pelayanan sosial dalam bentuk pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari perincian asas, tujuan dan fungsi bank syariah tersebut terdapat beberapa garis besar yang dapat disimpulkan yaitu asas-asas dalam bank syariah berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Tujuan bank syariah yakni menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sedangkan fungsi bank syariah dapat disimpulkan yakni sebagai penghimpun dana masyarakat untuk dikelola dan disalurkan dalam bentuk investasi dan memberikan pelayanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah serta menjadi pengemban fungsi sosial.
3.Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Sistem perbankan syariah berbeda dengan sistem perbankan konvensional karena sistem keuangan dan perbankan syariah adalah merupakan subsistem dari suatu sistem ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas. Oleh karena itu, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun dituntut untuk secara sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.
Di dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh syariah Islam, seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi dan perdagangan barang-barang yang diharamkan seperti minuman keras (haram), kegiatan yang sangat dekat dengan gambling (maisir) untuk transaksi-transaksi tertentu dalam foreign exchange dealing, serta highly and intended speculative transaction (gharar) dalam investment banking.
Tujuan dari pendirian bank-bank Islam ini umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syariah, dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait agar umat terhindar dari hal-hal tersebut, meskipun sesungguhnya Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga. Penentangan terhadap bunga bahkan sudah terjadi sejak zaman Yunani kuno, baik oleh Aristoteles maupun Plato. Dalam Perjanjian Lama, larangan riba dapat diketahui dari Leviticus 25 : 27, Deutronomi 23 : 19, Exodus 25 : 25 dan dalam Perjanjian Baru dapat dijumpai dalam Luke 6 : 35.
Prinsip utama yang dianut oleh bank syariah adalah: 1) larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi; 2) menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah; dan 3) menumbuhkembangkan zakat. Sepanjang praktek perbankan konvensional tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, maka bank-bank syariah telah mengadopsi sistem dan prosedur perbankan yang ada. Namun, bila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, maka bank-bank syariah merencanakan dan menerapkan prosedur mereka sendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Untuk itu maka Dewan Syariah berfungsi memberikan masukan kepada perbankan syariah guna memastikan bahwa bank syariah tidak terlibat dalam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam.
Berdasarkan prinsip utama itu, maka secara operasional, terdapat perbedaan-perbedaan yang substantif antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah
Bank Konvensional
a.Berdasarkan prinsip investasi bagi hasil
b.Menggunakan prinsip jual-beli
c.Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
d.Melakukan investasi-investasi yang halal saja
e.Setiap produk dan jasa yang diberikan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah
f. Dilarangnya gharar dan maisir
g.Menciptakan keserasian diantara keduanya.
h.Tidak memberikan dana secara tunai tetapi memberikan barang yang dibutuhkan (finance the goods and services)
i.Bagi hasil menyeimbangkan sisi pasiva dan aktiva.
a.Berdasarkan tujuan membungakan uang
b.Menggunakan prinsip pinjam-meminjam uang.
c.Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur
d. Investasi yang halal maupun yang haram
e. Tidak mengenal Dewan sejenis itu.
f. Terkadang terlibat dalam speculative FOREX dealing
g. Berkontribusi dalam terjadinya kesenjangan antara sektor riel dengan sektor moneter.
h. Memberikan peluang yang sangat besar untuk sight streaming (penyalah gunaan dana pinjaman)
i. Rentan terhadap negative spread
4. Perbedaan antara Bunga dengan Bagi Hasil
Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang (lihat tabel 2). Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.
Tabel 2. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga
Bagi Hasil
a)Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
b)Besarnya bunga adalah suatu persen-tase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan.
c)Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbang-kan apakah proyek/usaha yang dijalankan oleh nasabah / mudharib untung atau rugi.
d)Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.
a)Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung-rugi.
b)Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besar-nya keuntungan yang diperoleh.
c)Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek/usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian, salah urus, atau pelanggaran oleh mudharib.
d)Tidak ada yang meragukan keabsah-an bagi-hasil.
Sumber : Muh. Syafii Antonio (2001),
Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank syariah termasuk kategori investasi. Besar-kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank syariah tidak dapat hanya sekadar menyalurkan uang. Bank syariah harus terus-menerus berusaha meningkatkan return on investment sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.
5.Peluang Perbankan Syariah
Perbankan syariah, sesungguhnya memiliki peluang yang besar untuk terus berkembang. Gubernur BI, Burhanuddin Abdulah (2005) menegaskan, 'prospek perbankan syariah di masa depan, diperkirakan akan semakin cerah.' Menarik untuk dicatat, Bank Indonesia telah merevisi proyeksi pertumbuhan aset dan jaringan kantor bank syariah. Pada tahun 2011 diperkirakan aset bank syariah mencapai Rp 171 triliun dengan share bank syariah sekitar 9,10 persen dari total bank di Indonesia (BI, 2005) dengan jumlah kantor cabang diperkirakan mencapai 817 buah. Untuk tahun 2005, menurut Ketua DSN, KH. Ma'ruf Amin (2005) akan ada tiga bank asing dan 14 BPD yang membuka layanan syariah.
Peluang yang besar dan terbuka lebar bagi perbankan syariah di Indonesia, merupakan sesuatu yang wajar. Setidaknya ada sejumlah argumentasi untuk menguatkan pendapat ini. Pertama, mayoritas penduduk Islam. Kuantitas ini, merupakan pangsa pasar yang begitu potensial. Ketika umat Islam mau memanfaatkan maka bank syariah akan berkembang lebih pesat dan dahsyat. Akan tetapi, bukan berarti menafikan pelanggan non-muslim, bahkan menjadi tantangan tersendiri bagi insan perbankan syariah untuk meraihnya. Beberapa perbankan syariah luar negeri, sudah banyak memiliki customer non-muslim. Kedua, fatwa bunga bank. Fatwa ini, dapat menjadi legitimasi bagi perbankan syariah dalam mensosialisasikan kiprahnya. Umat perlu disadarkan bahwa ada alternatif pilihan, bahkan solusi untuk menghindari bunga, berganti sistem bagi hasil (profit sharing) yang lebih berkeadilan. Walaupun tidak lantas terjebak dengan sentimen emosional keagamaan tapi tetap mengedepankan rasional profesional dengan tampilnya bank syariah yang sehat dan terpercaya. Ketiga, menggeliatnya kesadaran beragama. Hal ini ditandai dengan maraknya acara keagamaan seperti pengajian dan umroh para eksekutif dan selebritis, diskusi aktual keislaman di kampus atau masjid, termasuk kuliah subuh di radio dan televisi. Bahkan ada majelis atau instansi mengadakan acara keagamaan secara rutin. Tentunya, semua ini memberi andil cukup besar dalam menggugah kesadaran beragama, termasuk untuk menerapkan perekonomian Islam. Keempat, menjalarnya penerapan ekonomi Islam. Saat ini, hadir asuransi syariah (takaful), pegadaian syariah, MLM syariah (ahad net), koperasi syariah, pasar modal dan obligasi syariah termasuk bisnis hotel syariah. Pada gilirannya, memberi peluang begitu lebar bagi bank syariah untuk melakukan net working, sehingga akan lebih berkembang dan bisa saling menguntungkan. Kelima, berkembangnya lembaga keislaman. Kehadiran partai Islam pasca reformasi, setidaknya berpengaruh terhadap iklim kehidupan nasional. Terutama ketika politisi muslim tampil sebagai pembuat kebijakan (law maker). Diharapkan kebijakannya sesuai syariah dan mendukung penuh pada kemajuan bank syariah. Berdirinya sekolah tinggi ekonomi Islam atau sejumlah perguruan tinggi yang membuka jurusan ekonomi Islam, serta maraknya sekolah Islam unggulan merupakan saham berharga untuk mencetak kader-kader ekonom dan bankir Islam.
6.Tantangan Masa Depan
Di samping memanfaatkan peluang, perbankan syariah juga dituntut menghadapi berbagai tantangan, yang semakin kompleks. Seperti yang telah dipaparkan, usia perbankan syariah di Indonesia masih relatif muda, laksana 'sosok' remaja yang masih mencari 'jati diri'. Tantangan yang dihadapinya pun tidaklah ringan dan mudah. Kalamuddinsjah (2005), Regional Manager BMI Jateng/DIY, mengibaratkan membangun perbankan syariah seperti membangun jaringan transportasi kereta api yang harus dimulai dari membuat rel. Mengapa? Oleh karena menciptakan satu landasan ekonomi syariah, harus dimulai dari nol. Berbeda dengan bank nasional yang telah mapan serta dukungan penuh dari pemerintah.
Pendapat Kalamuddinsjah ini, memberi gambaran, betapa tantangan yang dihadapi bank syariah di Indonesia masih cukup berat. Secara umum, tantangan berat yang harus dipecahkan itu adalah bagaimana menjadikan industri keuangan syariah yang mapan (established), yakni perbankan syariah yang profesional, sehat dan terpercaya. Apabila diklasifikasikan, berbagai tantangan tersebut ada yang berasal dari dalam (internal), dan ada yang datang dari luar (eksternal). Tantangan dari dalam adalah sejumlah tantangan yang harus dipecahkan, berasal dari ' diri ' bank syariah sendiri. Sejumlah tantangan itu meliputi,
1. Pengembangan kelembagaan. Sampai saat ini, kelembagaan perbankan syariah belum sepenuhnya mapan. Beberapa hal masih perlu dibenahi, terutama dalam manajemen, tugas dan wewenang, peraturan, dan struktur keorganisasian. Hubungan antara bank konvensional dengan unit syariahnya (subsystem) perlu diperjelas, agar sinergis. Dual banking system yang selama ini dijalankan perlu disempunakan, terutama karena belum adanya Deputi Gubernur khusus syariah. Bahkan ke depan perlu dipikirkan adanya BCS (Bank Sentral Syariah).
2. Sosialisasi dan promosi. Di lapangan, cukup banyak masyarakat yang belum memahami secara utuh 'sosok' bank syariah. Meminjam istilah Adiwarman A. Karim, setidaknya ada 3 kategori nasabah, yakni loyalis syariah, loyalis konvensional dan pasar mengambang (floating market). Potensi pasar mengambang mencapai Rp 720 triliun. Persoalan pada pasar mengambang adalah ada yang sudah tahu tapi belum paham, sudah paham tapi belum percaya, sudah percaya tapi belum sepenuhnya berpartisipasi. Proses sosialisasi perlu dilakukan secara continue. Promosi yang gencar dan menarik dengan memanfaatkan berbagai media, baik media bellow the line (event-event, seminar, brochure, spanduk, umbul-umbul) maupun media above the line (televisi, radio, koran, majalah). Promosi via televisi nampaknya masih jarang. Padahal promosi lewat media ini cukup efektif untuk pembentukan branch image dan branch awareness. Yang perlu digarisbawahi bahwa, sosialisasi dan promosi itu harus mampu membentuk image dan dapat mengubah pilihan pasar mengambang pada bank syariah.
3. Perluasan jaringan kantor. Indonesia memiliki wilayah yang amat luas. Akan tetapi jumlah kantor syariah yang beroperasi hingga ke pelosok masih kurang. Rizqullah, praktisi BNI Syariah (Republika, 2005) mengakui, ' salah satu kendala pertumbuhan bank syariah adalah masih terbatasnya jaringan.' Tantangan ini barangkali dapat dipecahkan dengan cara mensupport pemerintah mendirikan bank syariah, optimalisasi outlet pada setiap bank konvensional dan bank asing atau menggolkan konversi bank BUMN besar menjadi bank syariah.
4.Peningkatan SDM. Harus diakui secara jujur, bahwa sumber daya insani perbankan syariah yang profesional, amanah, dan berkualitas belum sepenuhnya tersedia. Insan perbankan yang berkualifikasi syariah handal masih jarang. Nampaknya, sebagian besar SDM terutama level menengah ke atas masih hasil didikan ekonomi konvensional. Padahal, yang dibutuhkan bukan hanya menguasai ekonomi/perbankan modern, tetapi sekaligus paham fiqih (syariah) serta mampu berinovasi dalam menyelesaikan 'pernak-penik' persoalan bank syariah yang sistemnya masih baru. Training, workshop, seminar, studi banding, serta berbagai pembinaan lain untuk meningkatkan kompetensi SDM harus mendapat perhatian serius.
5.Peningkatan modal. Tantangan ini masih dirasakan oleh bank syariah di Indonesia. Ungkapan Ma'ruf Amin (2005) perlu direnungkan, ' jika bank-bank syariah berandai melakukan suatu sindikasi dalam mendanai proyek besar, masih belum mampu.' Pernyataan seperti ini sungguh ironis, tetapi itulah kenyataannya. Para stake holder (pemegang saham) bank syariah perlu menambah modalnya, sehingga risk taking capacity-nya meningkat. Besar kecilnya kemampuan pembiayaan bank-bank syariah, amat tergantung pada kemampuan modalnya. Perlu juga nampaknya mendesak pemerintah untuk menempatkan dana besar pada bank syariah.
6. Peningkatan pelayanan. Perbankan syariah perlu terus meningkatkan kualitas pelayanannya. Prinsip pelayanan yang ramah, mudah, cepat dan murah harus menjadi trade mark bank syariah. Ramah dalam melayani, mudah dan cepat dalam proses, serta murah dalam biaya (administrasi). Begitu pula upaya mempermudah akses informasi dan pengambilan uang atau tabungan harus ditingkatkan. Pemanfaatan online internet dan ketersedian fasilitas ATM di berbagai lokasi strategis dan mudah terjangkau, merupakan keniscayaan. Ketujuh, pembinaan dan pengawasan. Dalam operasionalnya di lapangan, bank syariah harus terus dibina dan sekaligus diawasi. Dibina untuk lebih berkembang, diawasi agar tidak timbul penyimpangan. Pengawasan pada bank syariah di daerah, termasuk pada bank konvensional yang membuka syariah perlu dilakukan dengan ketat dan hati-hati. Jangan muncul kesan formalitas identitas syariah, praktek dan sistemnya tidak berbeda dengan konvensional.
Sejumlah tantangan di atas, merupakan tantangan dari dalam (internal). Usaha perbankan merupakan industri yang menjual kepercayaan. Berbagai tantangan internal itu perlu dipecahkan, sehingga masyarakat lebih percaya dan mau berpartisipasi aktif. Selanjutnya ada juga tantangan yang datang dari luar dan tidak kalah penting untuk diselesaikan.
Kesatu, belum memadainya kerangka hukum. Tantangan ini bersifat mendesak, karena akan menghambat upaya pengembangan bank syariah. RUU perbankan syariah yang tengah digodok perlu diperjuangkan untuk segera diundangkan. Aturan tentang pasar modal syariah, surat utang negara syariah, obligasi syariah serta aturan lain sangat penting. Intinya, semua aturan yang akan memberikan ruang gerak lebih luas bagi pelaku bisnis syariah.
Kedua, dukungan pemerintah belum penuh. Pemerintah mendukung keberadaan perbankan syariah, tetapi dalam tataran kebijakan (political will) dan keseriusan (good will) belum optimal. Para menteri, gubernur, bupati belum memberi tempat yang layak. Di BI (bank Indonesia) belum ada Deputi Gubernur khusus syariah. Selayaknya, Dewan Syariah Nasional dan bankir syariah melakukan lobi-lobi dan pendekatan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar dukungan konkret dan nyata pada perbankan syariah dapat terealisasikan.
PENUTUP
Di usianya yang masih relatif muda, kehadiran perbankan syariah di Indonesia sungguh memberikan segudang harapan bagi umat, akan terciptanya kehidupan perekonomian nasional yang berkah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
Peluang perbankan syariah ke depan amat besar. Mengingat, banyaknya komponen yang mendukung terciptanya perbankan syariah yang sehat dan terpercaya. Berbagai komponen pendukung tersebut perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Peluang yang ada, sekecil apapun akan ikut berkontribusi dalam pengembangan perbankan syariah.Hanya saja, peluang untuk menjadi perbankan syariah yang mapan, tidak lepas dari berbagai tantangan. Baik yang berasal dari dalam, maupun datang dari luar. Kesemua tantangan perlu dihadapi, dipecahkan untuk selanjutnya dicari solusinya yang tepat demi kemajuan perbankan syariah. Akan tiba saatnya, di mana bank syariah menjadi ' primadona ', yang berperan penting dalam pembangunan nasional bahkan internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Umar (2001) : Masa Depan Ilmu Ekonomi (Sebuah tinjauan Islam), GIP, Jakarta
Hafidhuddin, Didin (2003) : Islam Aplikatif, GIP, Jakarta Lubis, Suhrawardi K.(2000) : Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta
Karim, Adiwarman (2001) : Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, GIP, Jakarta
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan : Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005.
Syafi'i, M. Antonio (2001) : Bank Syariah dari Teori ke Praktek, GIP, Jakarta
Usman, Rachmadi. Aspek – aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2001
Wijayanta, Bambang dan Widyaningsih, Aristanti. Ekonomi & Akuntansi : Mengasah Kemampuan Ekonomi. Jakarta : PT. Grafindo Media Pratama. 2001
Kompas, edisi Pebruari, Maret, April 2005
Majalah Modal, edisi Pebruari, Maret 2003
Pikiran Rakyat, edisi Maret, April 2005
Republika, edisi Juni 2004, Pebruari, Maret, April 2005
Suara Merdeka, edisi Maret, April 2005
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H