Mohon tunggu...
Ian Wong
Ian Wong Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Peneliti

Ian Wong, orang Indonesia biasa, mengharapkan kemajuan bangsanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nabi yang Terlalu Kafir

23 Februari 2017   16:05 Diperbarui: 23 Februari 2017   16:15 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polarisasi yang terjadi dalam pemilu di Amerika Serikat adalah contoh terbaru dari fenomena ketegangan antar kelompok beragama. Kalangan yang konservatif akan melabel lawannya sebagai golongan liberal, yang dianggap identik dengan pekerjaan iblis sendiri, sedangkan sebaliknya yang konservatif akan dilabel sebagai fundamentalis. Tokoh yang pandai mengambil hati dengan slogan-slogan melawan kelompok yang dilabel sebagai layak dibenci akan lebih mudah mengambil keuntungan dalam suasana politik seperti ini. Bukankah ini juga politik jalanan di Indonesia?

Di lain pihak, umat Kristiani di Indonesia sering menarik diri dari urusan negara atau yang menyangkut orang banyak. Akibatnya mayoritas umat Kristiani sering sibuk dengan dirinya dan kelompoknya saja. Ini mungkin adalah satu cara bertahan yang muncul dari puluhan tahun upaya marginalisasi terhadap golongan minoritas di Indonesia. Namun dalam situasi tekanan inilah, kisah Yesus yang menyentuh kehidupan orang kafir dan justru dibenci para pemimpin agama di zamannya, memberikan suatu teladan yang lain tentang kesalehan. 

Kesalehan yang dicontohkan Yesus tidak akan tercemar karena bersentuhan dengan yang kafir. Kesalehan yang digambarkan Yesus begitu bertenaga, sehingga justru menghasilkan pembebasan, pemulihan dan kesembuhan ketika bersentuhan dengan yang kafir. Dengan kata lain, kesalehan ini dapat menular saking bertenaganya, berbeda sekali dari kesalehan rapuh yang harus diisolasi supaya tidak tercemar kontaminasi. Kesalehan semacam ini juga tidak perlu terekspresikan dalam kekerasan, tetapi justru tervalidasi ketika ditindas oleh yang merasa berkuasa.

Kesalehan yang sangat bertenaga ini akan memotivasi orang beriman untuk berlomba berbuat kebaikan, bahkan kepada yang dianggap kafir. Kesalehan demikian membutuhkan satu kedewasaan iman, suatu sikap yang berserah untuk menerima sentuhan dan bijaksana ilahi. Akankah Indonesia menyaksikan banyak kesalehan demikian? Ini sangat bergantung pada kedewasaan umat beragama, tapi kita memang sangat mendambakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun