Tuhan menjadi tempat sandaran dan pengaduan yang dibutuhkan ketika manusia memiliki sejumlah persoalan duniawi. Menurut pandangan fatalisme, dalam menyikapi wabah virus corona cukup hanya berserah diri kepada Allah dengan melakukan amal-amalan, doa, wirid, dan bacaan-bacaan agama saja.
Sedangkan free will memiliki landasan bahwa manusia memiliki kemauan dan kehendak bebas dalam menentukan nasibnya. Dalam Teologi Islam aliran ini disebut Qadariyah.Â
Pandangan ini memfungsikan akal manusia untuk menyelesaikan urusan duniawi. Mereka lebih percaya pada realitas dan alam nyata ketika menghadapi masalah-masalah fisika.
Kemunculan virus corona harus disikapi dengan bijak dan professional melalui penggunaan akal dan penelitian. Golongan ini menghendaki satu keadaan dengan mencari sebab, gejala, hingga dampak dan penanganan serta pengentasan masalah secara ilmiah tanpa sepenuhnya bergantung kepada Tuhan. Reaksi ini sebagai fungsi penyelesaian, pengurangan, hingga tindakan preventif  dalam menyikapi pandemi Corona.
Golongan free will juga memperlihatkan kekuatan dan usaha dari manusia. Dengan menyusun langkah-langkah konkret secara maksimal untuk menghindari dan menanggulangi virus ini.Â
Mulai dari penutupan jalur trasnportasi Internasional, melakukan social distancing, penggunaan masker, pola hidup yang baik dan bersih, menunda acara-acara kolektif, mengakhiri perkuliahan secara langsung di beberapa kampus hingga penerapan sistem lockdown.
Kedua paradigma ini sangat berbeda pandangan dalam menyikapi dan menangani wabah Covid-19. Golongan fatalisme lebih mengarah kepada teosentris (berpusat pada Tuhan), sementara golongan free will mengandalkan kekuatan dan kemampuan manusia, atau sering disebut dengan antroposentris. Terlepas dari tindakan (usaha) yang paling efektif, kembali pada keyakinan individu masing-masing dalam menyikapi corona.
Ngeyelnya Umat Muslim Indonesia
Sejak diumumkan oleh Presiden Jokowi pada Senin (2/3/2020), bahwa ada dua orang Indonesia yang positif terjangkit virus corona, segera pemerintah Indonesia menekankan agar warganya membatasi ruang gerak sosial sebagai langkah antisipasi penyebaran covid-19 secara luas. Akan tetapi beberapa hari berselang setelah ada himbauan tersebut ada beberapa organisasi keislaman yang mengambil sikap "abnormal".Â
Disaat orang lain cari aman dan berlindung agar dijauhkan, mereka dengan nekat tetap melaksanakan kegiatan yang melibatkan massa besar, seakan mereka percaya bahwa virus corona tidak akan menyerang mereka.
Seperti yang dilakukan oleh Jamaah Ijtima Dunia di Gowa, Sulawesi Selatan yang tetap melaksakan kegiatannya di tengah pandemi corona. Dengan dalih mereka tak takut corona, hanya takut kepada Allah semata.Â