Pada Senin, 18 November 2024, telang berlangsung acara Debat Publik Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Toba di Hotel Emerald Garden dengan tema, "Memajukan Pembangunan Daerah yang Inklusif dan Pelayanan Publik Untuk Masyarakat Kabupaten Toba."
Debat ini mempertemukan tiga paslon, yaitu Poltak Sitorus -- Anugerah Puriam Naiborhu (nomor urut 1), Robinson Sitorus -- Tony Simanjuntak (nomor urut 2), dan Effendy Napitupulu -- Audy Murphy Sitorus (nomor urut 3). Adapun yang menjadi topik perdebatan mulai dari pengembangan sektor pariwisata, penanganan kemiskinan, penurunan stunting, infrastruktur jalan dan irigasi, persoalan tanah ulayat masyarakat adat, pengelolaan keramba jaring apung, hingga strategi pengelolaan anggaran daerah.
Toba atau yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Kabupaten Toba Samosir adalah sebuah kabupaten yang merupakan pemekaran dari daerah tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara, yang berubah nama menjadi Kabupaten Toba melalui amanat Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2020 tentang Perubahan Kabupaten Toba Samosir menjadi Kabupaten Toba.
Hingga saat ini, Toba merupakan kabupaten yang masih diberikan atensi besar oleh pemerintah pusat, terlihat cukup banyaknya kunjungan Presiden Joko Widodo mulai dari awal era kepemimpinan di tahun 2014 hingga akhir kepemimpinannya pada tahun 2024. Selama dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo cukup banyak gebrakan-gebrakan pembangunan, program strategis, hingga Proyek Strategis Nasional (PSN).
Tentu, besarnya atensi pemerintah pusat tidak lepas dari pengaruh seorang Luhut Binsar Panjaitan yang merupakan asli putra daerah yang lahir di Silaen, Kabupaten Toba. Komunikasi yang baik dari seorang Luhut Binsar Panjaitan kepada Presiden Joko widodo mempengaruhi bagaimana Presiden Joko Widodo menaruh atensi yang begitu terhadap kemajuan Toba dan kabupaten di sekitar Danau Toba mulai dari pembangunan infrastruktur, pemajuan pariwisata melalui masuknya Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), hingga pembangunan manusia.
Membawa kemajuan sebuah daerah memang tidak bisa hanya mengandalkan 'bantuan dan pertolongan' dari pemerintah pusat saja, perlu adanya kemandirian serta inovasi dari suatu daerah. Untuk membawa Kabupaten kepada pembangunan yang inklusif diperlukan pemimpin yang memiliki kemampuan inovatif dan menguasai kondisi antropologi dan geografis kabupaten Toba. Artinya, diperlukan pemimpin yang melakukan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tahun 2024 sebenarnya bukanlah menunjukkan 'wajah-wajah baru', ketiga pasangan yang saat ini sedang berkompetisi adalah mereka yang sebelumnya pernah terlibat sebagai pemimpin Kabupaten Toba. Jika dijabarkan, Poltak Sitorus -- Anugerah Puriam Naiborhu sebagai nomor urut 1 adalah Mantan Bupati Toba dan Politisi Golkar, Robinson Sitorus -- Tony Simanjuntak sebagai nomor urut 2 adalah Mantan Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Toba dan Mantan Wakil Bupati TOba, serta Effendy Napitupulu -- Audy Murphy Sitorus sebagai nomor urut 3 merupakan mantan Ketua DPRD Kabupaten Toba dan Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Toba.
Ketiga pasangan ini sebenarnya adalah orang yang pernah menduduki jabatan strategis yang seharusnya sudah paham bagaimana kondisi serta kebutuhan pembangunan Kabupaten Toba. Nyatanya, dalam Debat Publik Pilkada Toba yang kemarin diselenggarakan, ketiga pasangan ini belum menunjukkan 'pembangunan inklusif' yang menjadi tema dari debat tersebut.
Kalau menilai secara objektif, ketiga pasangan ini belum memaparkan visi-misi dengan mengedepankan aspek teknokratik dan akademik yang seharusnya sangat diperlukan untuk menunjukkan urgensi dalam visi misi seorang calon kepala daerah. Perlu adanya tone of the top, artinya seorang kepala daerah harus menjadi contoh sebagai pucuk pimpinan, sehingga program yang akan direalisasikan dapat terkoordinasi mulai level pemerintahan terbawah hingga teratas.
Kurangnya kemampuan teknokratik tersebut terlihat dari salah satu isu yang diperdebatkan yaitu penurunan stunting. Ketiga pasangan ini masih menyebutkan penurunan stunting hanya dengan 'memberikan bantuan' di tengah prevalensi stunting yang kian meningkat sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Utara. Padahal secara nasional, strategi 'memberikan bantuan' pernah menjadi sorotan Presiden Joko Widodo, di mana dalam banyak daerah yang menghabiskan anggaran penurunan stunting lebih banyak dipakai oleh pegawai negeri daripada belanja untuk program-program konkret seperti edukasi, pendataan, hingga intervensi bagi seluruh ibu hamil dan Balita secara berkelanjutan intervensi bagi seluruh ibu hamil dan Balita secara berkelanjutan.