Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wacana Pilkada Tidak Langsung: Potensi DPRD "Superior"

19 Desember 2024   08:34 Diperbarui: 19 Desember 2024   08:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita harus akui memang biaya pelaksanaan Pilkada nilainya sangat besar. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, pemerintah telah menggelontorkan Rp 37,43 triliun anggaran untuk Pilkada 2024. Nilai ini belum termasuk anggaran seluruh proses penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD, dan DPRD baik tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.

Meski demikian, wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak boleh hanya didalilkan sebatas penghematan anggaran atau efisiensi. Sebagai negara yang ingin menjalankan demokrasi tentu tingginya biaya demokrasi adalah risiko serta sebab akibat yang harus ditanggung. Kalau benar-benar ingin melakukan penghematan anggaran seharusnya tidak hanya sebatas menghilangkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada, namun juga dengan mengurangi jumlah kabinet (perampingan kabinet), efisiensi anggaran kementerian/lembaga, pengurangan perjalanan dinas, dan upaya lainnya. 

Upaya efisiensi anggaran atau penghemat justru tidak sejalan dengan realita yang terjadi saat ini di tengah fenomena menteri sedan bernegosiasi di DPRD meminta tambahan anggaran, seperti Kementerian HAM yang ingin menambah anggaran menjadi 20 Triliun dari sebelumnya 64 Miliar, Kementerian PU yang meminta tambahan 60,6 Triliun, belum termasuk kementerian teknis lainnya yang mengajukan anggaran begitu fantastis. 

Belum lagi, usulan penambahan anggaran yang diajukan oleh salah satu Kemenko adalah untuk pembangunan gedung kantor baru serta pengadaan mobil dinas. Padahal di Ibu Kota Nusantara (IKN), juga sedang berlangsung pembangunan gedung-gedung kementerian yang anggaran juga sangat jumbo. Tentu ini menjadi masalah, jika akhirnya ternyata anggaran yang diajukan sebatas kepentingan ke dalam, maka penambahan anggaran ini hanyalah sebatas serapan anggaran, bukan diperuntukkan menuntaskan persoalan yang ada di masyarakat. 

Sebenarnya jika ingin benar-benar memperbaiki sistem perpolitikan di Indonesia bukan soal Pilkada dipilih langsung atau tidak, juga bukan sekadar demi penghematan anggaran. Justru, partai politik yang seharusnya banyak merenung (berkontemplasi) atas proses perpolitikan di Indonesia. 

Apakah sistem merit yang memperbolehkan siapapun untuk berkompetisi secara sehat sudah terlaksana? Apakah penegakan hukum sudah digunakan sebagaimana mestinya? Apakah anggaran negara yang berasal dari rakyat sudah dikelola sebaik-baiknya? Apakah partai politik sudah sadar kalau mereka sendiri juga adalah rakyat? Serta, Apakah partai politik sudah benar-benar mewakili rakyat atau justru hanya sebatas kendaraan memuat kepentingan segelintir orang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun