Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Akankah Ada Perppu Pembatalan Kenaikan PPN oleh Presiden Prabowo?

21 November 2024   20:42 Diperbarui: 22 November 2024   08:52 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Presiden Prabowo Subianto. Diakses dari Website Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Opini merupakan argumen pribadi Nicholas Martua Sigian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia yang berbasis akademik, tidak merepresentasi dari afiliasi institusi manapun.

"Menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah sebuah kejahatan. Jangan minta pajak besar kalau belum becus melayani rakyat. Tolak PPN 12 persen." Kalimat ini merupakan ekspresi penolakan dari salah satu platform di media X yang bernama Bareng Warga. Mulai dari teknokrat, akademisi, mantan pejabat negara, influencer, hingga mahasiswa juga memberikan tanggapan menolak terkait adanya isu kenaikan pajak ini.

 Tidak sedikit juga yang memberikan argumen setuju dan mendukung kenaikan PPN 12 persen. Adapun argumennya, "I think if you want to have a Nordic style welfare state, there's no way around it other than funding it through VAT. This is why European have very high VAT rates (12%).

Meski demikian, banyak yang membantah argumen tersebut, bahkan menganggap pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan realitas Indonesia saat ini, dan tidak apple to apple membandingkan kondisi Indonesia dengan negara-negara nordik. 

Memang isu kenaikan pajak ini bukan datang begitu saja saat ini, terdapat proses panjang yang telah terjadi sejak tahun 2021 yaitu reformasi perpajakan. Salah satu kebijakan utama dalam reformasi ini adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sebelumnya 10% menjadi 12%.

Kebijakan ini diatur secara bertahap melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Tidak bisa dipungkiri bahwa semua proses peregulasian ini adalah masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Disahkannya UU HPP yang salah satu isinya mengatur kenaikan PPN idealnya seharusnya tidak lagi mengalami penolakan kalau pemerintah dan DPR benar-benar efektif menjalankan perancangan undang-undang yang baik.

Tingginya perhatian masyarakat menolak kenaikan PPN sebenarnya menjadi gambaran bagaimana pembentukan regulasi di Indonesia yang belum mengedepankan meaningful participation hingga pelibatan ahli/pakar.

Meaningful participation atau partisipasi yang bermakna adalah elemen penting dalam pembentukan sebuah regulasi, tidak hanya berkaitan dengan keterlibatan dalam diskusi, tetapi juga memastikan bahwa aspirasi, kekhawatiran, dan solusi dari berbagai pihak dipertimbangkan secara menyeluruh.

Dalam konteks kenaikan PPN, seharusnya meaningful participation menjadi penting karena kebijakan ini mempengaruhi daya beli masyarakat, biaya hidup, serta dinamika ekonomi makro. Melibatkan masyarakat dalam proses ini dapat meningkatkan legitimasi kebijakan, mengurangi resistensi, dan membantu menciptakan solusi yang lebih inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun