Tentu, hal seperti ini mengakibatkan kebingungan masyarakat awam. Yang ada dipikiran awam adalah bahwa koruptor yang ditangkap KPK sudah seharusnya diadili seadil-adilnya. Sesederhana itu masyarakat melihat pemberantasan korupsi, artinya KPK seharusnya bisa profesional menjalankan tugasnya sehingga pemberantasan korupsi yang dilakukan optimal.
Belum lagi dengan ditemukannya uang sekitar Rp920 miliar di Rumah Eks Pejabat Mahkamah Agung hasil makelar kasus, termasuk penangkapan beberapa hakim yang menerima, semakin membuat masyarakat berpikir lebih liar dan tanda tanya.
Sebenarnya, siapa yang bisa dipercaya? Rasanya, masyarakat dianggap sebatas 'penonton bayaran' dalam tragedi-tragedi ini. Ya, penonton bayaran yang dimaksud, karena rakyat pada dasarnya membayar pajak menjadi APBN untuk membiayai negara ini melakukan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.
Dengan banyaknya kontroversi ulah oknum di Mahkamah Agung, tentu jadi pertanyaan yang tidak bisa dijawab, apakah menangnya Praperadilan para koruptor murni kesalahan KPK, atau malah ada 'permainan' dibaliknya? Tentu menjadi spekulasi di benak masyarakat, Â mengingat banyaknya kasus suap hakim yang terjadi di Mahkamah Agung. Ini masih segelintir yang terjadi dan viral menjadi perhatian masyarakat, masih banyak kasus yang tidak terangkat, bahkan hanya sebatas 'dilihat dan dibiarkan'.
Kegagahan KPK harus dikembalikan sebagaimana mestinya. KPK adalah lembaga penegakan hukum, bukan lembaga pendidikan yang hanya menunjukkan eksistensinya pada pendidikan antikorupsi. Kalau memang maunya seperti ini, lebih baik KPK dialihfungsikan menjadi Kementerian Pemberantasan Korupsi, tidak perlu menjadi Komisi yang bersifat independen.
Bagaimana mungkin Indonesia bebas korupsi, kalau senjata OTT KPK kian menciut. Justru semakin banyak OTT yang dilakukan KPK, semakin negara berhasil membasmi hama pembangunan/koruptor. Barulah edukasi antikorupsi akan berjalan karena mulai timbul efek jera serta rasa takut untuk melakukan korupsi.
Oleh karena itu, perlu memastikan bahwa KPK benar-benar memiliki independensi dan kekuatan untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi tanpa terpengaruh tekanan politik. Tanpa independensi ini, justru pemberantasan korupsi bisa terhambat.
Bulan depan akan diperingati Hari Anti korupsi Sedunia pada 9 Desember 2024. Tentu, harapannya KPK harus kembali menjadi lembaga penegakan hukum sebagaimana mestinya, bukan sekadar lembaga pendidikan antikorupsi. Memang pendidikan antikorupsi adalah cara jangka panjang merawat integritas dan moral bangsa ini, namun membiarkan koruptor bebas berkeliaran yang ada saat ini adalah cara mengakibatkan kerusakan yang fatal dan terhambatnya pembangunan jangka panjang.
Sebagai penutup dari penulis, "Pemberantasan Korupsi bukanlah hal yang mustahil, kembali pada kemauan elit yang ada saat ini di pemerintah dan DPR. Salah satu langka menjamin pemberantasan korupsi adalah dengan merawat jati diri/eksistensi lembaga penegakan hukum. Semakin jati diri suatu lembaga penegakan hukum dilucuti, semakin terjal tugas, pokok, dan fungsinya berjalan sesuai harapan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H