Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menegaskan Kembali: KPK Bukan Kementerian

21 November 2024   18:58 Diperbarui: 21 November 2024   19:43 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Gedung Merah Putih KPK. Diakses dari https://www.rmolsumut.id/pagi-ini-bupati-labuhanbatu-dkk-digiring-ke-gedung-kpk

Opini ini adalah murni pendapat pribadi berbasis akademik, tidak merupakan representasi serta afiliasi dengan institusi negara. 

Berbicara soal keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejauh ini masih menjadi isu yang sangat hangat dibicarakan masyarakat, mulai dari kalangan anak sekolah hingga orang dewasa. Sejak berdirinya KPK yang begitu eksis di televisi saat itu, aksinya yang memperlihatkan penangkapan koruptor membuat masyarakat mengenal istilah koruptor, korupsi, KPK, Tahanan KPK, hingga Rompi orange.

Begitu garangnya KPK pada saat itu sebenarnya adalah langkah yang edukatif bagi masyarakat hingga penyelenggara negara, selain memberikan edukasi tentang tindak pidana korupsi, juga memberikan kesadaran akan bahaya korupsi, serta rasa takut untuk melakukan korupsi. Langkah ini juga menjadi perbaikan secara sistem bahwa negara hadir melalui penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. 

Garangnya KPK membasmi koruptor pada saat itu, tak jarang membuat penyelenggara negara mulai dari tingkat desa hingga pusat takut jika berhubungan dengan KPK, bahkan dalam hal koordinasi dan kerjasama sekalipun seringkali membuat para penyelenggara negara takut jika KPK datang.

Tidak mungkin KPK pada saat itu bisa 'garang' tanpa adanya dukungan kewenangan melalui undang-undang, bukan?  Artinya bahwa ada jaminan secara hukum. Adanya independensi lembaga yang dijamin melalui undang-undang. Kenyataan ini sebenarnya menunjukkan bahwa suatu lembaga negara akan berfungsi dengan baik, apabila marwah dan eksistensi lembaga tersebut dijaga.

Baik buruknya suatu lembaga negara sangat tergantung bagaimana pemerintah dan DPR memperlakukan lembaga tersebut melalui regulasi yang dibuat. Semakin diberikan kewenangan yang kuat melalui undang-undang, maka semakin tercapai tujuan dari lembaga tersebut dibentuk. Sebaliknya, semakin kewenangannya dilucuti, maka semakin tumpul kemampuannya.

Keberadaan KPK saat ini yang merupakan hasil revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 bukanlah sebuah proses instan yang datang begitu saja. Mulai dari perdebatan panjang revisi UU KPK, demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa, hingga tragedi Tes Wawasan Kebangsaan yang menghantarkan pemecatan pegawai KPK.

Belum lagi kontroversi Eks Ketua KPK, Firli Bahuri yang telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 22 November 2023, artinya hampir setahun tak kunjung tuntas. Pimpinan yang seharusnya menjadi contoh, namun menjadi preseden buruk bagi SDM dan kelembagaan KPK. Tidak hanya itu, taring KPK dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kian menciut. Masyarakat rindu melihat aksi KPK menangkap para koruptor, turun ke daerah tiba-tiba untuk menangkap mereka yang tidak setia pada sumpah jabatan dan mencuri kekayaan negara ini.

Dari beberapa kasus OTT yang dilakukan oleh KPK, tidak sedikit diantara para koruptor mengajukan praperadilan. Mulai dari Praperadilan Kasus Sahbirin Noor atau yang dikenal Paman Birin, Praperadilan Kasus Budi Gunawan, Praperadilan Kasus Ilham Arief Sirajuddin, Praperadilan Kasus Marthen Dira Tome, Praperadilan Hadi Poernomo, Praperadilan Kasus Taufiqurahmanm  Eks Bupati Nganjuk, Praperadian Kasus Eddy Hiariej, dan lain sebagainya.

Dalam Praperadilan tersebut tidak sedikit koruptor bisa menang melawan KPK. Tentu, ini sebenarnya menjadi pertanyaan kepada KPK, mengapa KPK bisa kalah melawan koruptor? Apakah penangkapan yang dilakukan tidak berdasarkan alat bukti dan pemeriksaan? Atau apakah, KPK terlalu tergesa-gesa sehingga menetapkan tersangka yang seharusnya tidak menjadi tersangka? Kalau memang demikian, maka KPK lebih baik mengurangi kuantitas OTT ketimbang melakukan OTT namun kalah pada Praperadilan. 

Tentu, hal seperti ini mengakibatkan kebingungan masyarakat awam. Yang ada dipikiran awam adalah bahwa koruptor yang ditangkap KPK sudah seharusnya diadili seadil-adilnya. Sesederhana itu masyarakat melihat pemberantasan korupsi, artinya KPK seharusnya bisa profesional menjalankan tugasnya sehingga pemberantasan korupsi yang dilakukan optimal.

Belum lagi dengan ditemukannya uang sekitar Rp920 miliar di Rumah Eks Pejabat Mahkamah Agung hasil makelar kasus, termasuk penangkapan beberapa hakim yang menerima, semakin membuat masyarakat berpikir lebih liar dan tanda tanya.

Sebenarnya, siapa yang bisa dipercaya? Rasanya, masyarakat dianggap sebatas 'penonton bayaran' dalam tragedi-tragedi ini. Ya, penonton bayaran yang dimaksud, karena rakyat pada dasarnya membayar pajak menjadi APBN untuk membiayai negara ini melakukan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.

Dengan banyaknya kontroversi ulah oknum di Mahkamah Agung, tentu jadi pertanyaan yang tidak bisa dijawab, apakah menangnya Praperadilan para koruptor murni kesalahan KPK, atau malah ada 'permainan' dibaliknya? Tentu menjadi spekulasi di benak masyarakat,  mengingat banyaknya kasus suap hakim yang terjadi di Mahkamah Agung. Ini masih segelintir yang terjadi dan viral menjadi perhatian masyarakat, masih banyak kasus yang tidak terangkat, bahkan hanya sebatas 'dilihat dan dibiarkan'.

Kegagahan KPK harus dikembalikan sebagaimana mestinya. KPK adalah lembaga penegakan hukum, bukan lembaga pendidikan yang hanya menunjukkan eksistensinya pada pendidikan antikorupsi. Kalau memang maunya seperti ini, lebih baik KPK dialihfungsikan menjadi Kementerian Pemberantasan Korupsi, tidak perlu menjadi Komisi yang bersifat independen.

Bagaimana mungkin Indonesia bebas korupsi, kalau senjata OTT KPK kian menciut. Justru semakin banyak OTT yang dilakukan KPK, semakin negara berhasil membasmi hama pembangunan/koruptor. Barulah edukasi antikorupsi akan berjalan karena mulai timbul efek jera serta rasa takut untuk melakukan korupsi.

Oleh karena itu, perlu memastikan bahwa KPK benar-benar memiliki independensi dan kekuatan untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi tanpa terpengaruh tekanan politik. Tanpa independensi ini, justru pemberantasan korupsi bisa terhambat.

Bulan depan akan diperingati Hari Anti korupsi Sedunia pada 9 Desember 2024. Tentu, harapannya KPK harus kembali menjadi lembaga penegakan hukum sebagaimana mestinya, bukan sekadar lembaga pendidikan antikorupsi. Memang pendidikan antikorupsi adalah cara jangka panjang merawat integritas dan moral bangsa ini, namun membiarkan koruptor bebas berkeliaran yang ada saat ini adalah cara mengakibatkan kerusakan yang fatal dan terhambatnya pembangunan jangka panjang.

Sebagai penutup dari penulis, "Pemberantasan Korupsi bukanlah hal yang mustahil, kembali pada kemauan elit yang ada saat ini di pemerintah dan DPR. Salah satu langka menjamin pemberantasan korupsi adalah dengan merawat jati diri/eksistensi lembaga penegakan hukum. Semakin jati diri suatu lembaga penegakan hukum dilucuti, semakin terjal tugas, pokok, dan fungsinya berjalan sesuai harapan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun