Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Fasilitator PAK_Tim Ahli_Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Sivitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Awardee Beasiswa Unggulan Kemendikbud RI, Penyuluh Antikorupsi Tersertifikasi LSP KPK.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengetatan Fitur Regulasi Pemberian Izin Usaha Pertambangan kepada Organisasi Kemasyarakatan

2 Juni 2024   19:53 Diperbarui: 2 Juni 2024   20:23 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dari Kementerian ESDM. 

Amanat konstitusi Indonesia atas pengelolaan sumber daya alam tercermin dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Beberapa prinsip utama yang diatur dalam UUD 1945 terkait dengan pengelolaan sumber daya alam antara lain, bahwa kedaulatan atas Sumber Daya Alam dalam pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini menegaskan bahwa sumber daya alam Indonesia diatur dan dimanfaatkan untuk kepentingan nasional.  Pasal 33 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 1945 menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ini mencakup pengelolaan sumber daya alam yang harus memperhatikan keadilan sosial dan pemerataan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal tersebut memberikan amanat bahwa perlunya pengelolaan yang berkeadilan.

Meskipun tidak secara langsung terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Alam, pasal-pasal lainnya dalam UUD NRI Tahun 1945 juga menegaskan adanya perlindungan lingkungan hidup, seperti Pasal 28H ayat (2) yang mengatur bahwa setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, bahwa setiap orang berhak mengelola sumber daya alam yang dimaksud adalah bahwa setiap orang berhak memiliki kesempatan yang sama dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Namun kesempatan  tersebut oleh negara dibatasi dengan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan.

Salah satu pembatasan terkait pengelolaan Sumber Daya Alam adalah sektor pertambangan yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Landasan hukum tersebut yang mengatur kegiatan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, beberapa hal yang diatur dalam undang-undang ini antara lain terkait, ketentuan umum, Kewenangan Pemerintah, Jenis Izin Pertambangan, Prosedur Pemberian Izin, Pajak dan Royalti, Pemantauan dan Pengawasan, Rehabilitasi dan Penutupan Pertambangan, Sanksi dan Penegakan Hukum, Pemberdayaan Masyarakat Lokal, Perlindungan Lingkungan Hidup, hingga Konservasi Sumber Daya Alam. Seiring perkembangan waktu, revisi atas peraturan tersebut juga dilakukan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta  Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Foto dari Kementerian ESDM. 
Foto dari Kementerian ESDM. 

Terkait pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, pada Mei 2024 telah dilakukan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Revisi tersebut menghasilkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. Adapun substansi perubahan ketentuan, antara lain terkait dengan pengertian Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), jangka waktu perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) milik anak Perusahaan BUMN, kriteria kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral Logam dan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penawaran pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) secara prioritas kepada Badan Usaha (BU) yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan, dan kriteria perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Salah satu pasal yang menjadi sangat menarik adalah disisipkannya pasal 83A dalam pasal 83 dan pasal 84 Peraturan Pemerintah revisi tersebut. Dalam pasal 83A dijelaskan bahwa, "Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang  dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan; IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri; Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden."

Analisis

Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan keagamaan menjadi pengelola pertambangan mineral dan batubara menjadi perhatian serius saat ini. Pada dasarnya Organisasi Kemasyarakatan adalah tunduk kepada Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan, dan peraturan pelaksana yang telah diatur oleh pemerintah. Secara umum, organisasi kemasyarakatan merupakan kewenangan dari Kementerian Hukum dan HAM. Selain itu, kepala daerah juga dapat mengatur secara khusus organisasi kemasyarakatan yang dapat berlaku di daerah otonomi yang dipimpin. Secara spesifik, organisasi kemasyarakatan keagamaan diatur secara spesifik dalam Peraturan yang menjadi ranah kewenangan Kementerian Agama.

Hadirnya Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan menjadi salah satu pengelola pertambangan mineral batu bara harus disikapi positif, namun dibarengi dengan pengetatan fitur regulasi sehingga hal-hal yang sifatnya dapat merugikan dapat dicegah (upaya preventif). Apabila dianalisis, nantinya Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan dapat mengelola apabila terbitnya pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pengelolaan Sumber Daya Alam tidak lepas dari terjadinya kerusakan lingkungan, maka upaya pemerintah adalah dengan mengetatkan regulasi yang ada. Artinya akan ada 2 (dua) sanksi yang dapat diberikan oleh pemerintah apabila pengelolaan tidak dilakukan sebagaimana yang telah diatur baik sanksi administratif maupun sanksi pidana.Dalam peraturan perundang-undangan, penggunaan sanksi pidana hanya dapat dilakukan melalui Undang-Undang maupun Peraturan Daerah. Oleh karena itu, Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan perlu ditinjau lebih jelas terkait bagaimana pertanggungjawaban pidana atas kesalahan dalam pengelolaan yang nantinya terjadi. Artinya, subjek yang dimaksud antara peraturan dalam organisasi kemasyarakatan baik secara umum atau khusus maupun sebagai pelaku pengelola pertambangan dan mineral tidak bertentangan atau disharmonisasi.

Dengan demikian, pemberian izin kepada Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan haruslah diperhatikan tidak hanya sekadar political will saja, namun fitur regulasi harus diperketat sebagai upaya untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan Sumber Daya Alam khususnya pertambangan mineral dan batubara. Apalagi, perlu dilakukan harmonisasi antara subjek yang dimaksud sehingga tidak mengakibatkan kelalaian pemerintah dalam melakukan upaya hukum ke depan.

Penutup

Pengelolaan Sumber Daya Alam merupakan hak setiap orang di Indonesia. Namun hak tersebut diberikan oleh Konstitusi dengan pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh negara melalui fitur regulasi. Regulasi tersebut diharapkan dapat menjamin terciptanya pengelolaan dengan memperhatikan setiap aspek yang ada dalam ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Hadirnya Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan harus dilihat dari dua sisi yaitu optimis dan hati-hati. Optimis yang diharapkan adalah dapat membuka lapangan pekerjaan di Indonesia serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Kehati-hatian yang dimaksud adalah agar terciptanya pengelolaan Sumber Daya Alam yang berkelanjutan serta dapat memperkecil terjadinya kerugian negara.

Referensi

Kementerian ESDM RI, "Tingkatkan Kepastian Investasi dan Kesejahteraan Masyarakat, Pemerintah Terbitkan PP Nomor 25 Tahun 2024", pada https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/tingkatkan-kepastian-investasi-dan-kesejahteraan-masyarakat-pemerintah-terbitkan-pp-nomor-25-tahun-2024#:~:text=Peraturan%20Pemerintah%20(PP)%20Nomor%2025,dan%20pelaksanaan%20program%20hilirisasi%20nasional. Diakses 31  Mei 2024.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun