Sisi Koordinasi Stakeholder, kurangnya sosialisasi bahwa masyarakat menganggap barang perintis kargo adalah bantuan pemerintah dan kendala penunjukkan consignee.
Apabila ditinjau dampak Jembatan Udara Papua tahun 2024, Bank Indonesia pernah merilis kajian demikian bahwa total biaya dari Tanjung Perak (Surabaya) sampai dengan Bandar Udara Oksibil (Pegunungan Bintang) adalah sebesar Rp. 72.793.400,-. Dengan dikurangi oleh besaran subsidi dari APBN, maka total biaya menjadi sebesar Rp 14.493.400,-. (Kemenhub, 2022). Oleh karena itu, pengangkutan komoditas strategis melalui transportasi udara (jembatan udara) dapat menyerupai harga transportasi angkutan laut (tol laut). Hal ini tentunya berkontribusi terhadap kestabilan inflasi di wilayah Papua.
Berdasarkan data statistik BPS, laju pertumbuhan ekonomi Papua sudah cukup baik. Dari data 2014 - 2022 laju pertumbuhannya mencapai di atas 5%, dapat diartikan bahwa transportasi memiliki dampak ke seluruh sektor. Dari sisi inflasi, harga transportasi cukup dinamis dan memiliki peranan dan sensitivitas terhadap perekonomian di Papua. Penulis berpendapat bahwa konektivitas di Papua telah membuka akses terhadap pergerakan barang. Pembangunan infrastruktur di Papua memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan akses terhadap layanan dasar pendidikan dan kesehatan. Penting bahwa pembangunan infrastruktur di Papua lebih diarahkan pada upaya untuk meningkatkan akses terhadap layanan dasar serta pengembangan ekonomi. Oleh karena itu, di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, penulis berpendapat bahwa Jembatan Udara Papua harus menjadi agenda prioritas dan kontinuitas, karena pada prinsipnya infrastruktur menjadi kunci terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Penulis juga merekomendasikan bahwa perlunya pembangunan infrastruktur jalan disertai dengan perbaikan layanan dasar pendidikan, kesehatan, dan penyediaan infrastruktur air bersih dan listrik. Masih diperlukan kajian lebih jauh mengenai ketepatan jenis infrastruktur konektivitas dengan karakteristik wilayah dan pergerakan masyarakatnya, sehingga pembangunan infrastruktur tidak selalu berorientasi pada pembuatan jalan baru, tetapi dapat berupa pengembangan/inovasi infrastruktur air dan udara.
Sebagai penutup, Nicholas Martua Siagian menyampaikan bahwa capaian pembangunan infrastruktur Jembatan Udara di Papua tidak sekadar berorientasi pada pembangunan baru (kuantitatif), namun bagaimana pemerintah bisa mengoptimalkan sumber daya yang sudah ada atau menginovasi infrastruktur yang sudah dibangun (kualitatif). Jadi, tidak sekadar melihat capaian angka sebagai legacy, namun mengoptimalkan segala aspek sebagai bagian dari memenuhi kebutuhan masyarakat Papua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H