Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Transformasi Pengawasan Dana Partai Politik Melalui Pembentukan Lembaga Negara Independen Baru

4 Januari 2024   12:21 Diperbarui: 4 Januari 2024   12:28 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Uang dan Politik tidak dapat dipisahkan" kalimat tersebut bermakna bahwa uang memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan politik dan pengambilan keputusan politik. Uang seringkali menjadi faktor penentu dalam pendanaan kampanye politik, pengarahan kebijakan, dan pengaruh politik secara umum. Dalam sistem politik yang kompleks, uang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi hasil pemilihan, membentuk aliansi politik, dan memberikan akses terhadap sumber daya yang diperlukan untuk meraih kekuasaan. Hingga kini sumber pendanaan partai politik diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011, yaitu berasal dari tiga sumber utama, yaitu iuran anggota yang telah menjadi anggota DPR RI/DPRD Provinsi/Kota, sumbangan yang sah secara hukum, dan bantuan keuangan yang diberikan oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Namun meskipun telah mendapatkan bantuan dari APBN/APBD, biaya politik masih sangatlah mahal dan belum mampu mencukupi operasional partai politik sehari harinya sehingga partai politik mengharapkan keuangannya dari anggotanya. Berdasarkan laporan KPU tahun 2019, terdapat 16 partai politik yang menerima dana kampanye dengan total senilai Rp 427.151.741.325. Dari jumlah tersebut, sebesar 79,10 persen atau Rp 337.856.293.303 berasal dari sumbangan calon legislatif. Sementara itu, sebesar 20,09 persen berasal dari partai politik dan sisanya merupakan sumbangan dari perseorangan. Dengan demikian, sebagian besar penerimaan dana kampanye berasal dari sumbangan yang diberikan oleh calon legislatif.

Isu uang dalam politik menjadi perhatian penting dalam pembahasan pendanaan partai politik, sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa biaya untuk berpolitik sangatlah mahal sehingga menyebabkan berbagai dampak negatif dalam perpolitikan nasional. Berbagai isu dihadapi dalam pembiayaan politik di Indonesia menghasilkan dampak negatifnya adalah terjadinya timbal balik atau politik balas budi. Para politisi sering kali merasa terikat atau harus mengembalikan kebaikan yang diberikan oleh pihak-pihak yang memberikan dukungan finansial. Hal ini dapat mengorbankan kepentingan publik dan mempengaruhi integritas kebijakan yang diambil oleh politisi. Selain itu, isu uang dalam politik juga mencerminkan ketidaksetaraan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan. Para politisi yang memiliki koneksi atau hubungan yang kuat dengan pihak-pihak yang memiliki sumberdaya keuangan yang besar memiliki keunggulan dalam memperoleh pembiayaan politik. Hal ini dapat mengakibatkan dominasi atas sumberdaya negara oleh beberapa calon saja, sementara calon lainnya kesulitan untuk memperoleh pembiayaan yang memadai.

Selanjutnya, lemahnya penegakan regulasi menjadi tantangan dalam mengatasi masalah uang dalam politik. Meskipun ada peraturan yang mengatur tentang pembiayaan politik, penegakan regulasi seringkali tidak efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk keterbatasan sumber daya dan kurangnya komitmen dari pemangku kebijakan. Reformasi pembiayaan politik juga terhambat oleh kekhawatiran pemangku kebijakan bahwa kekuatan dan posisinya akan terancam jika reformasi dilaksanakan. Namun, transparansi dan akuntabilitas dalam pembiayaan politik sangat diharapkan untuk mengatasi permasalahan ini. Pembentukan sebuah lembaga negara independen baru dapat menjadi solusi potensial untuk menangani isu ini dengan lebih efektif. Lembaga ini kedepannya akan berwenang dalam mengawasi dan memastikan adanya transparansi dalam pembiayaan politik, sehingga dapat mengurangi praktik pembiayaan gelap dan memperkuat integritas politik di Indonesia.

Meskipun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur tentang pendanaan Pemilu serentak 2019, perlu diperhatikan bahwa kegiatan sehari-hari partai politik juga membutuhkan biaya yang harus diatasi dengan pendanaan yang memadai. Partai politik bukan hanya aktif selama masa kampanye Pemilu, tetapi juga terlibat dalam berbagai kegiatan politik dan sosial sepanjang tahun. Mereka harus melakukan kegiatan seperti mengorganisir pertemuan anggota, mengadakan kampanye partai, membentuk kebijakan politik, melaksanakan program sosial, dan membangun infrastruktur partai. Semua ini membutuhkan dana yang cukup besar untuk dapat berjalan dengan efektif.

Agar partai politik dapat menjalankan kegiatan sehari-hari mereka dengan baik, perlu adanya peraturan yang lebih komprehensif dan jelas yang mengatur pendanaan partai politik di luar masa Pemilu. Undang-undang yang mengatur pendanaan partai politik harus mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh partai politik dalam menjalankan fungsinya. Hal ini akan memastikan bahwa partai politik memiliki sumber daya yang cukup untuk beroperasi secara efektif, mencegah praktik pembiayaan gelap, dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana partai politik.

Dok. Nicholas Martua Siagian. Pencegahan Korupsi pada APBDes
Dok. Nicholas Martua Siagian. Pencegahan Korupsi pada APBDes

Pengawasan Terhadap Pendanaan Partai Politik dan Urgensi Pembentukan Lembaga Negara Independen Baru

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, setiap partai politik berhak mendapat pendanaan dari tiga sumber, yaitu iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, serta bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari ketiga sumber keuangan partai politik yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tersebut dipergunakan untuk membiayai kegiatan pendidikan politik dan operasional partai politik. Undang-Undang Nomor Tahun 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menegaskan bahwa bantuan keuangan dari negara diprioritaskan untuk kegiatan pendidikan politik. Namun berdasarkan Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), dijelaskan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, penggunaan dana bantuan keuangan partai politik tidak berubah, yakni untuk memenuhi kebutuhan operasional dari partai politik. Hal ini merupakan stigma dari kebiasaan lama di mana bantuan keuangan negara selalu diidentikkan dengan bantuan operasional partai politik, meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Subsidi Dana Partai Politik sudah menegaskan peruntukan dana bantuan keuangan, bukan sekadar untuk kegiatan operasional, melainkan juga untuk pendidikan politik. Dari hasil pemeriksaan BPK, terlihat bahwa sebagian besar partai politik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota tidak mengalokasikan bantuan keuangan untuk kegiatan pendidikan politik.

Hampir dalam setiap laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan pertanggung jawaban dana bantuan partai politik terdapat catatan atas lemahnya sistem pengendalian intern pada organisasi partai politik yang diperiksa. Untuk itu, diharapkan partai politik dapat lebih meningkatkan sistem pengendalian internnya sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang jauh lebih tepat dan akurat. Sistem pengendalian intern partai politik merupakan suatu proses yang didesain dan dijalankan dalam suatu organisasi partai politik yang melibatkan sistem dan prosedur serta kebijakan, personil dan lingkungan serta pimpinan partai politik yang bertujuan untuk meyakinkan tujuan partai politik dapat tercapai yaitu: 

a. Operasional partai politik yang efisien dan efektif. 

b. Pelaporan yang tepat waktu 

c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Sistem pengendalian intern meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Lingkungan Pengendalian

  2. Penaksiran Risiko

  3. Aktivitas pengendalian

  4. Informasi dan Komunikasi

  5. Pemantauan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan, Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat, diantaranya adalah:

  1. Komisi Pemilihan Umum disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

  2. Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bawaslu dibentuk berdasarkan perintah Undang -- Undang no 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

  3. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di Ibu Kota Negara.

Keberadaan lembaga negara tersebut belum termasuk dari kewenangan lembaga negara lainnya seperti, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) , Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lembaga negara lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, dalam hal pengawasan pendanaan partai politik tidak efisien dan maksimal karena tersebarnya kewenangan tersebut di banyak lembaga negara. Seringkali pengawasan dianggap sebagai formalitas saja atau hanya sekadar menjalankan kewenangan.

Komparasi Lembaga Pengawasan di beberapa Negara. Dok. pribadi
Komparasi Lembaga Pengawasan di beberapa Negara. Dok. pribadi

Analisis Pembentukan Transformasi Pengawasan Baru

  1. Badan Penyelenggara Pemilu memang identik terhadap lembaga negara penyelenggara pemilu sering sangat sibuk saat tahun pemilu, sehingga keuangan politik sebagai pengalih perhatian dari tugas penyelenggaraan pemilu atau formalitas saja. 

  2. Kementerian dipimpin oleh menteri yang ditunjuk secara politik, sehingga mungkin tidak cukup independen untuk meyakinkan publik bahwa implementasinya tanpa bias dan bahwa pelanggaran penyalahgunaan sumber daya milik negara akan ditindak. Di beberapa negara, pengawasan keuangan politik berada di Kementerian Dalam Negeri atau Keuangan.

  3. Pengadilan juga merupakan salah satu opsi, di mana dapat meningkatkan kemungkinan penerapan sanksi terkait pelanggaran, walaupun di banyak negara ini tidak terjadi pada praktiknya. Masalahnya, mungkin pengadilan tidak memiliki ruang untuk mengakomodir sifat politis yang mungkin kental terdapat dalam kasus keuangan politik.

  4. Lembaga lainnya. Lembaga lainnya di beberapa negara, pengawasan dilakukan oleh badan yang ada di bawah atau secara langsung berhubungan dengan parlemen. Kelebihan dan kekurangan penggunaan lembaga-lembaga tersebut untuk pengawasan keuangan politik berbeda di tiap negara. Menggunakan opsi lembaga lainnya juga dapat berpotensi tidak efektif karena mungkin akan memiliki model pengawasan yang sama seperti biasanya.

  5. Lembaga Audit. Lembaga audit juga merupakan salah satu opsi terbaik, karena secara kelembagaan merupakan menjalankan tugas, pokok, dan fungsi audit, misalnya diberikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, kelemahannya adalah baik BPK maupun BPKP, pengawasan pendanaan partai politik bukanlah tugas utama dari lembaga audit tersebut.

  6. Badan Audit Khusus. Dalam banyak kasus, ini adalah badan yang ditetapkan untuk mengawasi kegiatan parpol secara umum, salah satu aspeknya adalah keuangan politik. Pendekatan ini bisa menghasilkan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengawasi keuangan politik, namun di banyak negara, bisa jadi sudah ada terlalu banyak komisi. Contohnya adalah Dewan Urusan Parpol di Sudan, Komite Pengawas Kampanye Pemilu di Lebanon, dan Commission Nationale des Comptes de Campagne et des Financements politique di Perancis.

Kesimpulan

Partai politik merupakan kunci dari keberhasilan suatu negara. Mereka tidak hanya hidup di tengah-tengah rakyat, tetapi juga bergerak atas dukungan rakyat, dari partai politiklah yang nantinya akan menjalankan pemerintahan. Lebih dari itu, semua sepak-terjang partai politik selalu diatasnamakan rakyat. Oleh karena itu, ketergantungan partai politik kepada para penyumbang perseorangan maupun badan usaha, tak hanya mengancam keberadaan partai politik sebagai institusi publik, tetapi juga bisa menjerumuskan partai politik kepada kepentingan perseorangan, kelompok atau lembaga lain, yang diatasnamakan kepentingan publik. Pada titik inilah maka keuangan partai politik perlu diatur agar sumbangan perorangan, kelompok maupun lembaga lain, khususnya badan usaha, tidak menjadikan partai politik melupakan posisinya sebagai institusi publik, dan tetap bergerak demi kepentingan rakyat banyak.

Saran

Pengelolaan keuangan partai politik juga mempengaruhi dalam hal pelembagaan partai politik tersebut. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan:

  1. Pemerintah mempertimbangkan untuk membentuk lembaga negara independen baru yang tugasnya melakukan audit terhadap keseluruhan keuangan partai politik.

  2. Perlunya pembinaan partai politik untuk meningkatkan sistem pengendalian internnya sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang jauh lebih tepat dan akurat sebagaimana indikator yang sudah dijelaskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun