Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Fasilitator Penyuluh Antikorupsi Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eksistensi Peran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)

14 Desember 2023   18:02 Diperbarui: 14 Desember 2023   18:17 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis menjadi Narasumber terkait Pelaporan Permasalahan Maladministrasi Pelayanan Publik. Dokpri

f. kejelasan rumusan; dan 

g. keterbukaan.  

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagai landasan hukum pengangkatan penjabat kepala daerah belum memenuhi asas kejelasan tujuan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan. Hal tersebut dapat ditemukan bahwa hanya terdapat 3 pasal yang mengatur pengangkatan penjabatan kepala daerah, dan pasal tersebut tidak menjelaskan secara detail dan pengaturan teknis lanjutan. Ketidakjelasan dan ketidak terbukaan payung hukum ini tentu membawa dampak pada ketidakoptimalan penyelenggaran pemerintahan di daerah mengingat para penjabat kepala daerah ini menjabat untuk waktu yang tidak sebentar. Seharusnya pemerintah memperjelas kewenangan yang dimiliki salah satunya dengan menerbitkan suatu aturan khusus sebagai payung hukum untuk ditaati dan menjadi pegangan para penjabat dalam memimpin daerahnya masing-masing. 

Robert Dahl menilai demokrasi hanya dapat dibangun dengan partisipasi di mana semua warga masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk serta dan berperan aktif dalam mendiskusikan masalah-masalahnya dan ikut serta dalam mengambil keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanpa partisipasi warga masyarakat dalam penyelenggaraan kekuasaan negara, sebuah negara tidaklah dapat dikatakan sebagai negara yang demokratis. Penjabat kepala daerah yang tidak dipilih langsung oleh rakyat tidak memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan jabatan yang tidak didedikasikan untuk rakyat, karena mereka ditunjuk oleh pusat sehingga berpotensi terikat pada kepentingan maupun program-program dari pemberi jabatan. Oleh karena itu jika menjabat dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan jabatan tersebut akan lebih mudah diintervensi oleh kekuasaan di atasnya. Penjabat yang diangkat dikhawatirkan akan lebih mementingkan kepentingan pemberi jabatan dibandingkan dengan rakyat yang dipimpinnya. Oleh karena itu seharusnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juga harus mengatur terkait mekanisme pengawasan penjabat kepala daerah baik lembaga-lembaga pemerintah mana saja yang akan mengawasi penjabat kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan di daerah, sehingga tercapai check and balances dalam penyelenggaran pemerintahan.

Urgensi Penguatan Keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam Mengawasi Kewenangan Penjabat Kepala Daerah

Bahwa untuk menjamin kesinambungan pembangunan dan pelayanan publik di daerah, pada daerah yang mengalami kekosongan jabatan gubernur, bupati, dan walikota perlu diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya serta penjabat bupati dan penjabat wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama. Dalam peraturan teknisnya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2024 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota mengatur terkait Persyaratan, Pengusulan, Pembahasan, Pelantikan, hak keuangan, hak protokoler, dan pengawasan. Terkait pengawasan dan pembinaan diatur dalam beberapa pasal diantaranya:

Pasal 17

(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi yang dilaksanakan oleh Pj Gubernur dan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pj Bupati dan Pj Wali Kota. (2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pj Bupati dan Pj Wali Kota. 

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembinaan dan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 19

(1) Menteri melakukan evaluasi kinerja Pj Gubernur berdasarkan hasil pembinaan, pengawasan, dan laporan pertanggungjawaban yang telah disampaikan oleh Pj Gubernur. (2) Dalam hal tertentu, Menteri dapat langsung menugaskan Inspektorat Jenderal bersama dengan unit kerja di lingkungan Kementerian Dalam Negeri terkait untuk melakukan evaluasi berdasarkan hasil pembinaan, pengawasan, dan laporan pertanggungjawaban terhadap kinerja Pj Gubernur. (3) Hasil evaluasi kinerja Pj Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Presiden

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun