Sebagai digital native, di mana banyak anak menghabiskan waktu dengan gawai, Medina Humairah Azzahra, siswi 7 tahun di Bangka Tengah, memilih jalan berparak.Â
Di usianya yang masih belia, Aira, begitu ia dipanggil, telah menunjukkan kepedulian luar biasa terhadap lingkungan dengan menciptakan fesyen item unik dan sustainable dari limbah saset bekas stain remover.
Lebih dari sekadar bermain, siswi SDIT Sahabat Qur'an Koba ini membuktikan bahwa di usia muda pun kita bisa berkontribusi untuk bumi.
Pahlawan lingkungan cilik yang lahir di Pangkalpinang pada tanggal 5 Februari 2017, tidak ingin membuang begitu saja sampah saset penghilang noda yang sering digunakan di rumahnya.
Putri pertama dari Darul yang bercita-cita menjadi dokter hewan ini tak hanya memiliki ide yang cemerlang, tapi juga kegigihan dalam mewujudkannya.
Ia menghabiskan waktu selama satu minggu untuk merakit limbah saset menjadi sebuah baju rancangannya sendiri. Ditemani oleh sang ibu, Ina, Aira menceritakan bahwa prosesnya penuh dengan tantangan.Â
Aira menerangkan bahwa tantangan terbesarnya terletak pada proses merakit limbah agar presisi dan nyaman saat digunakan.
Man Jadda Wa Jadda. Usaha keras Aira tak sia-sia. Kalimat ini bagaikan cerminan sempurna bagi gadis mungil yang gemar membaca buku ini.
Pada Gelar Karya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) perdana yang diadakan SDIT Sahabat Qur'an Koba pada Sabtu (9/3/2024), baju rancangannya dari limbah saset penghilang noda menjadi salah satu yang paling menarik animo.
Baju Aira bukan hanya indah dipandang, tapi juga menjadi simbol optimisme di tengah permasalahan sampah yang kian kompleks. Di tengah permasalahan sampah yang kian kompleks di Bangka Tengah, gerakan Aira, mengubah sampah saset menjadi berguna dan berkelanjutan, bagaikan secercah harapan.
KOMPAS.com (25/08/2023) melaporkan volume sampah di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 170 ton per hari, sementara TPA regional yang dinanti belum terealisasi. Ini memperparah situasi dan mengancam kelestarian lingkungan.
Di tengah krisis ini, Aira menunjukkan bahwa solusi tidak hanya terletak pada Tempat Pembuangan Akhir. Kreativitasnya dalam mendaur ulang sampah menjadi karya seni dan produk bermanfaat menjadi inspirasi.
Langkah Aira bukan hanya tentang estetika, tapi juga tentang kepekaan terhadap lingkungan. Ia menunjukkan bahwa limbah penghilang noda bukanlah akhir dari sebuah produk, melainkan bahan baku untuk kreasi baru.
Kisah Aira menjadi pengingat bahwa TPA juga bukan solusi akhir, apalagi jika menggunakan sistem open dumping yang mencemari lingkungan. Kita perlu mencari solusi yang lebih sustainable.
Termasuk sustainable fashion, di mana limbah fashion nyatanya adalah penyumbang polusi terbesar kedua di dunia.
Banyak contoh TPA dengan sistem open dumping yang justru menjadi malapetaka dikemudian hari. Pencemaran lingkungan dan bahaya kesehatan menjadi konsekuensi yang tak terelakkan.
Memilah sampah sejak dari rumah memang solusi paling konkret. Upaya untuk memisah-misahkan jenis sampah di hulu perlu dioptimalkan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampah di TPA masih dicampur dan dibuang dengan sistem open dumping.
Oleh sebab itu, solusi komprehensif dari hulu ke hilir mutlak diperlukan. Kita perlu memperkuat sistem pengelolaan sampah, mulai dari edukasi masyarakat - seperti yang dilakukan Aira - tentang pemilahan sampah, infrastruktur yang memadai, hingga penegakan aturan yang tegas.
Pada akhirnya, Gelar Karya P5 ini tak hanya memberikan ruang bagi para siswa untuk belajar secara langsung, tapi juga menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam proses pembelajaran.
Mengangkat tema Gaya Hidup Berkelanjutan, SDIT Sahabat Qur'an Koba mendorong para siswanya untuk berkreasi dan berinovasi dalam memanfaatkan barang bekas. Beragam karya inspiratif dipamerkan, menunjukkan semangat para siswa dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Pot bunga dari botol plastik, tas belanja dari tutup botol, hingga mainan edukatif dari kardus bekas, hanyalah beberapa contoh dari kreativitas siswa. Karya-karya ini tak hanya indah dipandang, tapi juga memiliki nilai manfaat dan edukasi.Â
Gelar Karya P5 ini menjadi bukti nyata bahwa generasi belia, regardless of age, seperti Aira penggemar warna pink ini mampu berkontribusi dalam menjaga bumi. Semangat dan kepedulian para siswa patut diapresiasi dan ditiru oleh semua orang.
Terlebih, bulan Ramadhan yang penuh berkah ini identik dengan berbagai tradisi, termasuk peningkatan konsumsi makanan dan minuman. Tak jarang, hal ini berakibat pada lonjakan volume sampah yang signifikan.Â
Di tengah krisis sampah yang kian kompleks, kisah Aira, sang pahlawan lingkungan cilik, menjadi pengingat penting bagi kita semua.
Mari jadikan bulan Ramadhan ini sebagai momentum untuk belajar dari Aira: Pilah sampah dengan disiplin, kurangi penggunaan plastik sekali pakai, kompos sisa makanan, serta daur ulang dan upcycle barang bekas.
Sebab itu bulan Ramadhan bisa jadi titik balik menuju masa depan yang lebih lestari. Sekecil apapun usaha kita, seperti Aira, dapat membawa perubahan besar [mhg].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H