Pesta meriah, kembang api yang memukau, bebakaran sate, dan resolusi penuh harap. Itulah gambaran Malam Tahun Baru yang ada di benak banyak orang.
Namun, di balik semua kemeriahan itu, ada satu masalah yang sering luput dari perhatian: sampah.
Yogyakarta, kota yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, kini juga dikenal sebagai kota dengan masalah sampah yang parah.
Setiap tahun, setelah perayaan Malam Tahun Baru, landmark-landmark kota ini, seperti Tugu Yogyakarta, Malioboro, dan Titik Nol Kilometer, dipenuhi dengan sampah plastik, alas plastik, dan puing-puing lainnya milik wisatawan yang tidak bertanggung jawab.
Tidak sedikit para pelancong ini yang meninggalkan bekas bungkus makanan bahkan sisa makanan, kembang api, sampah konfeti, menjadi lautan sampah, setelah mengabadikan momen untuk mempercantik feed media sosial mereka.
Padahal semua wisatawan juga tahu, sampah ini tidak hanya merusak keindahan kota, tetapi juga berdampak buruk bagi lingkungan. Sampah plastik dapat mencemari air, tanah, dan udara. Selain itu, sampah ini juga dapat menjadi tempat berkembang biak hama dan penyakit.
Menanggapi masalah ini, sebuah komunitas bernama Clean The City (CTC) yang diinisiasikan oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengambil peran. Sejak tahun 2015, setiap 1 Januari, mereka membersihkan sampah Malam Tahun Baru di Yogyakarta dan di puluhan kota lainnya di Indonesia.
Pada tahun 2024 ini, CTC memulai pembersihan sampah pada pukul 01.00 dini hari setelah perayaan Tahun Baru. Mereka membersihkan lautan sampah yang ditinggalkan para wisatawan di sekitar Tugu Yogyakarta, Malioboro, dan Titik Nol Kilometer.
"Sebagai kelompok yang dianggap berbeda, ya, sekalian saja kami ingin berbeda," kata Umar Farooq Zafrullah, salah satu anggota CTC. "Di saat orang-orang riuh-ricuh 'nyampah' berpesta tahun baruan di jalanan, kelompok kami yang membersihkannya."
Komunitas Clean The City tidak bekerja sendirian. Di dalamnya, mereka tergabung oleh berbagai organisasi lintas iman seperti Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC) dan Jaringan Gusdurian, serta berkolaborasi dengan pemangku kepentingan dan masyarakat setempat, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).
"Berangkat dari resolusi tahun baru, maka awali tahun baru dengan kebersihan. Kebersihan hati, jiwa, dan kebersihan kota," lanjut Umar.
Umar menyitir adagium cukup terkenal dalam Islam, dulu sering disebut hadits; nyatanya, hadits ini palsu, namun makna yang terkandung di dalamnya benar, "kebersihan sebagian dari iman."
Senada dengan Ferry Mahulette, seorang pendeta dari Santri Gusdurian Yogyakarta yang berpartisipasi dalam event CTC tahun ini. Menurut Ferry, apa yang dilakukan CTC ini sejalan dengan 9 nilai utama Gusdurian.
Banyak orang mengaku cinta Yogyakarta, kagum akan kebudayaannya, tetapi mereka masih membuang sampah sembarangan. Ini adalah kontradiksi. Jika kita mencintai Yogyakarta, kita seharusnya menjaganya.
Banyak yang menyebut Yogyakarta sebagai kota pendidikan, tapi apakah membuang sampah sembarangan adalah perilaku terdidik?
Namun demikian, Ferry menyatakan bahwa ia bergabung dengan gerakan ini tidak didorong oleh banyak alasan, tanpa tedeng aling-aling; dia hanya merenungkan bagaimana mengisi Malam Tahun Baru dengan sesuatu yang produktif.
"Kalau aku nggak mikir sampai kesitu yah (apakah membersihkan sampah ini termasuk dalam nilai apa), buat mengisi tahun baru saja, daripada mabuk-mabuk nggak jelas," katanya.
Langkah Ferry bergabung dengan komunitas CTC adalah langkah sederhana, namun penuh dampak. Ini menunjukkan bahwa kita semua bisa membuat perubahan di mana pun, tanpa harus fafifu, banyak alasan yang absurd.
Komunitas CTC menunjukkan bahwa masalah sampah di Yogyakarta semakin kompleks, dan Malam Tahun Baru justru tambah memperburuk keadaan dan memperkeruh suasana.
Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini mengalami peningkatan tajam jumlah sampah yang dihasilkan, dan semakin sulit untuk dikelola. Sampai-sampai TPST Piyungan sempat ditutup karena sampah yang membludak.
Tidak perlu saling lempar tanggung jawab, silahkan nikmati malam tahun baru dengan sate, kerlap-kerlip kembang api, dentuman mercon, syahdunya cahaya lilin. Tapi jangan hasilkan sampah.
Bagi kamu yang memiliki waktu, silahkan bergabung dengan komunitas Clean The City atau komunitas buatanmu sendiri.
Bagi yang tidak bisa atau tidak ada waktu, ada mantra yang lebih sederhana: jika kamu tidak bisa membersihkan sampah, ya jangan jadi sampah [mhg].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H