Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Festival Beda Setara: Merayakan Keragaman bersama Bea Ten Tusscher dan Alissa Wahid

18 November 2023   18:32 Diperbarui: 18 November 2023   19:04 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bea Ten Tusscher, Utusan Khusus Belanda untuk FoRB, disambut oleh Jathilan Turangga Muda di Festival #BedaSetara. Diabadikan oleh Firda Ainun.

Di selatan Yogyakarta, terdapat sebuah hidden gem yang akan membawamu kembali merasakan vibe abad ke-19. Kampoeng Mataraman, sebuah desa buatan dengan nuansa tradisional Jawa yang telah diinisiasi dari awal hingga akhir oleh Kelurahan Panggungharjo agar tampilannya benar-benar menyerupai pada masa Kerajaan Mataram.

Kampoeng Mataraman mulai berdiri sekitar pertengahan tahun 2017 di Jalan Ringroad Selatan No.93, Glugo, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ini adalah usaha yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Panggung Lestari.

Pada dasarnya, Kampoeng Mataraman adalah tempat makan, tetapi ketika kamu masuk, rasanya seperti melangkah ke daerah pedesaan yang tenang, membawa suasana masa lalu.

Kamu akan disambut oleh pepohonan yang rindang, ditemani oleh angin sepoi-sepoi. Semuanya terasa tenang, nyaman, mulai dari bangunan hingga berbagai benda antik yang ada di tempat ini. Staf di Kampoeng Mataraman bahkan mengenakan pakaian tradisional, dengan para pria mengenakan surjan lurik, sementara para wanita mengenakan kebaya dan kain jarik.

Kampoeng Mataraman menawarkan beragam hidangan khas pedesaan yang menyegarkan, dengan cita rasa otentik yang membangkitkan rasa nostalgia. Kamu harus mencoba salah satu menu signature di sini, yaitu sayur lodeh atau jangan ndeso, dengan cita rasa asli yang pasti akan membawamu kembali pada kenangan di kampung halaman.

Pilihan minumannya juga tak kalah beragam, dengan racikan tradisional seperti jamu kunir asem, wedang sereh, dan wedang uwuh. Selain itu, untuk makanan ringan, kamu dapat menikmati berbagai macam gorengan dan kacang rebus.

Karena itulah, tempat ini bukan hanya sekadar "tempat makan," melainkan juga menawarkan pemandangan dan suasana yang berbeda. Tempat ini sangat cocok untuk reuni atau pertemuan santai dengan keluarga dan teman dalam suasana yang cozy.

Kampoeng Mataraman juga siap menyempurnakan acara kita dengan fasilitas untuk kegiatan outdoor dan fasilitas bermain ramah anak. Dalam area seluas enam hektar ini, jika kamu ingin mengabadikan momen dalam suasana vintage, kamu juga dapat berfoto dengan suasana kuno. Di sini menyediakan fasilitas penyewaan properti untuk itu, menambahkan sentuhan keseruan pada pengalaman liburanmu.

Tak heran jika tempat ini sering menjadi tuan rumah berbagai festival, seperti Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY). Dan festival terbaru berlangsung pada hari Jumat, 17 November 2023, lalu, di mana dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional, Jaringan GUSDURian berkolaborasi dengan Pemerintah Kalurahan Panggungharjo menyelenggarakan Festival #BedaSetara Indonesia Rumah Bersama di sini.

Dalam festival ini, Mrs. Bea Ten Tusscher, Duta Besar Belanda untuk Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (Freedom of Religion or Belief, FoRB), turut hadir memeriahkan acara tersebut. Dalam pidatonya, ia menyatakan, "To celebrate this day of tolerance for me, it's natural here in Indonesia because you are a tolerant people."

Menurut Bea, masyarakat Indonesia sudah terbiasa merangkul keberagaman, baik dari segi kepercayaan, ras, maupun etnis. Masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis di tengah keragaman ini, sehingga nilai-nilai ini harus menjadi contoh bagi bangsa-bangsa lain untuk memupuk perdamaian dan kasih sayang di antara sesama manusia di seluruh dunia.

"You find it easy to accept other human beings because you value the dignity of a human being," katanya.

Bea juga menekankan bahwa festival ini hanya sebagai pengingat, bahwa semangat toleransi yang sudah tertanam dalam masyarakat Indonesia tidak boleh luntur dengan alasan apa pun. Semangat ini harus dipraktekkan setiap hari tanpa terkecuali.

"This is your nature and this is Indonesian, and this has never been taken away from you by nobody," lanjut Bea.

Dalam festival ini, Alissa Qathrunnada Munawwarah Wahid atau yang lebih dikenal dengan Alissa Wahid, putri sulung mendiang Presiden Republik Indonesia, K.H. Abdurrahman Wahid, yang juga merupakan Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, menyatakan dukungannya terhadap perspektif Bea.

Dalam orasi kebangsaannya, Alissa menyatakan bahwa Indonesia secara konsisten menjunjung tinggi kebhinekaan dan dengan tegas menekankan persamaan hak sebagai warga negara. "Tadi, Ibu Bea menyampaikan bahwa orang Indonesia bisa menjadi toleran karena selalu menghormati martabat satu sama lain."

Masyarakat Indonesia dapat bersatu dalam toleransi karena adanya spiritualitas yang mendefinisikan kita sebagai sebuah bangsa. Artinya, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mengakui bahwa keberagaman adalah ciptaan Tuhan. "Kalau itu Tuhan yang menciptakan, dan kita umat yang meyakini ajaran Tuhan, lalu kenapa kita mengingkari perbedaan itu?"

Kita harus bersyukur, lanjut Alissa, karena dilahirkan di Indonesia, di mana sejak kecil kita diperkenalkan dengan toleransi. Ini yang membuat Indonesia dihormati dan dikagumi di seluruh dunia karena keberagaman dan persatuannya. Dunia menghormati Indonesia karena kita bisa menjaga persatuan di tengah keberagaman. Hal ini tidak terjadi secara otomatis; persatuan di tengah keberagaman membutuhkan toleransi.

Toleransi adalah tentang menerima perbedaan di antara kita. Namun, toleransi bukan hanya soal menerima, melainkan juga menghargai keberadaan, kehadiran, dan keragaman pemikiran.

"Kalau ada yang mau kita tolak, tolaklah karena prinsip-prinsipnya, bukan karena identitasnya. Tolaklah bandar narkoba yang datang ke sini, tolaklah orang-orang yang menawarkan pinjol, sebrakan. Tolaklah mereka yang mengajarkan nilai-nilai yang penuh kebencian. Bukan manusianya yang ditolak, tapi apa yang dibawanya itu," lanjut Alissa.

Dalam kesempatan itu, Alissa juga menegaskan, Jaringan GUSDURian tidak terafiliasi dengan partai politik mana pun, karena Jaringan GUSDURian tidak terlibat dalam politik praktis lima tahunan. Di sisi lain, dengan semakin dekatnya pemilihan presiden Indonesia tahun 2024, semakin penting bagi masyarakat untuk menolak pembelian suara atau politik uang. Money politics dapat memecah belah bangsa dan merusak demokrasi, dapat menghancurkan sikap toleransi yang telah lama terpatri dan terpupuk.

"Kalau ingin memilih pemimpin, pilihlah pemimpin yang bisa menjaga Indonesia sebagai rumah bersama, siapa pun dia," tegas Alissa.

Para pemuka agama bersatu dalam doa di Festival #BedaSetara, tertangkap indah oleh kamera Firda Ainun dari Jaringan GUSDURian.
Para pemuka agama bersatu dalam doa di Festival #BedaSetara, tertangkap indah oleh kamera Firda Ainun dari Jaringan GUSDURian.

Terlepas dari itu semua, Festival Beda Setara Indonesia Rumah Bersama sukses dilaksanakan dengan meriah. Festival ini diisi dengan doa lintas iman dan dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni. 

Pertunjukan musik dari Sanggar Simpay, misalnya, membuat Bea Ten Tusscher dan para tamu undangan ikut berjoget bersama. Ada juga flash mob dari Sanggar Kancil Art dan dilengkapi dengan bazar yang menampilkan berbagai olahan makanan lokal serta merchandise yang diprakarsai oleh UMKM di desa Panggungharjo [mhg].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun