Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Perjalanan Melawan Stereotip: Ulasan Buku 'Ich Komme aus Sewon', Katharina Stogmuller

27 Agustus 2023   12:55 Diperbarui: 2 September 2023   10:47 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Ich Komme aus Sewon karya Katharina Stgmller. Foto: Dok. Klub Buku Main-Main

Menurut Gusti, tulisan Kathi memiliki kedekatan dengan pembaca karena dua hal. Pertama, bahasanya ringan dan mudah dipahami. Kedua, Kathi sering menggunakan bahasa lokal sebagai interferensi, seperti ungkapan-ungkapan dalam bahasa Jawa, sehingga tulisannya terasa relevan dengan kehidupan pribadi Gusti.

Tidak hanya bagi Gusti, buku ini pada dasarnya relevan bagi siapa pun yang memperjuangkan anti-diskriminasi dan menyuarakan kesetaraan.

Tidak ada satu pun ras yang memiliki kedudukan lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Oleh karena itu, pertanyaan "Benarkah Bule Berkasta Lebih Tinggi?" seharusnya telah mendapatkan jawaban sejak awal diskusi.

Budaya hasil warisan kolonialisme telah menyebabkan Kathi mengalami pelabelan bahwa dirinya, yang memiliki ras Kaukasoid, seakan-akan lebih unggul daripada orang yang bukan campuran, atau ras mongoloid. Masyarakat kita masih terpengaruh oleh pemikiran "inlander" yang merendahkan diri sendiri.

Contoh yang tidak jauh-jauh adalah dalam penamaan tempat wisata. Kita sering melihat penambahan ".... van Java" pada nama-nama tempat tersebut agar lokasi tersebut lebih "menjual." Begitu pula dengan berita di media yang sering berulang kali melaporkan kasus pernikahan antara orang Indonesia dan bule sebagai sebuah "prestasi".

Misi utama yang ingin disampaikan oleh Katharina melalui tulisannya adalah untuk menyadarkan akan hal ini.

Kita tidak perlu merasa lebih rendah atau lebih tinggi, yang terpenting adalah saling cinta dan menghargai.

Meskipun dalam hal administrasi kenegaraan, Kathi mengatakan bahwa situasinya telah membaik sejak dikeluarkannya UU No. 12 tahun 2006. Sebelum adanya kebijakan tersebut, Kathi harus memperpanjang izin tinggal di Indonesia karena ia tidak diakui sebagai warga negara Indonesia.

Hal ini terkait dengan prinsip hukum ius sanguinis yaitu pemahaman bahwa kewarganegaraan ditentukan oleh garis keturunan orang tua yang dianut oleh negara Indonesia, di mana garis keturunan anak mengikuti garis keturunan ayahnya, patriarki.

Selain mengenai izin tinggal dan status kewarganegaraan, hal yang tidak terlewatkan dalam cerita Kathi adalah perihal izin kepemilikan tanah. Kathi dan semua "orang keturunan" tidak diperkenankan memiliki tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM). Mereka hanya bisa mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) yang memungkinkan untuk menempati tanah.

Menurut Kathi, jikalau ada yang mengatakan bahwa tanah di Indonesia ini dikuasai oleh orang asing, itu tidak benar dan tidak semudah yang dibayangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun