Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Menggali Ilmu di Warung Kopi melalui Bedah Buku Kabar Buruk Hari Ini Karya Mawa Kresna

12 Juli 2023   21:48 Diperbarui: 12 Juli 2023   21:56 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama setelah mendiskusikan buku Kabar Buruk Hari Ini. Foto: Dok. Klub Buku Main2

Saya sepakat bahwa proses pendidikan tidak terbatas di ruang kelas seperti kampus atau sekolah. Bahkan, warung kopi pun dapat menjadi universitas pengetahuan dan tidak terikat pada kurikulum yang kaku.

Klausa tersebut sejalan dan dapat dibuktikan dalam diskusi buku berjudul Kabar Buruk Hari Ini, kumpulan liputan jurnalistik karya Mawa Kresna, yang diselenggarakan oleh Klub Buku Main2 di Kineta Coffee & Public Sphere pada hari Senin, 10 Juli 2023 lalu.   

Mawa Kresna, seorang jurnalis, tidak hanya melaporkan peristiwa menjadi sebuah berita. Tetapi juga menangkap sisi emosional dari narasumber yang dipilih.

Ia membawa imajinasi pembaca ke dalam adegan seolah-olah pembaca sedang menonton secara langsung  berbagai duka dan kesengsaraan. Pembaca tidak akan merasa terbebani oleh tumpukan informasi. Sebaliknya, mereka akan mengalir seiring dengan setiap kekhawatiran dan keluhan dari narasumber.  

Dimas Prabu Yudianto, sebagai pemantik diskusi kali ini setuju dengan Kresna. Prabu menyatakan bahwa jurnalisme bukan hanya tentang melaporkan berita, tetapi juga memberikan dampak bagi masyarakat.

Dia memberikan contoh dalam pembukaan buku Kresna yang langsung mengangkat isu sensitif di Yogyakarta, seperti Susahnya Orang Tionghoa Punya Tanah di Jogja atau isu diskriminasi terhadap orang Papua di Yogyakarta.  

Saya pun tidak bisa membantah apa yang disampaikan oleh Prabu dan tulisan Kresna, bahwa tugas utama seorang jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, meskipun kebenaran tersebut pahit.

Dalam buku The Elements of Journalism karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, edisi terbaru, mereka merangkum sepuluh prinsip jurnalisme. Salah satunya menyatakan bahwa kewajiban pertama seorang jurnalis adalah berpihak pada kebenaran.  

Elemen jurnalisme ini dapat diinterpretasikan sebagai tindakan melaporkan peristiwa atau kejadian sesuai dengan fakta di lapangan. 

Kesetiaan (loyalitas) jurnalisme adalah kepada warga (citizens). Dalam bukunya, Kresna menjadi seorang jurnalis yang berpihak pada masyarakat, berdiri dengan mereka yang tertindas oleh sistem dan hirarki, serta mereka yang menderita atas nama pembangunan.

Namun, tentu saja, untuk menulis sebuah laporan berbentuk feature, seorang jurnalis harus disiplin dalam verifikasi. Oleh karena itu, dalam diskusi ini, saya setuju bahwa menulis feature news seperti yang dilakukan Kresna tidak mudah dan membutuhkan waktu.

Lantas, Yosi Sulastri, salah satu peserta dalam diskusi, bertanya, "Bagaimana seorang jurnalis dapat menulis feature sebaik Kresna, dengan memperhitungkan proses verifikasi yang memakan waktu, sementara seorang jurnalis juga dituntut untuk memenuhi tenggat waktu dan target yang ditetapkan untuk straight news oleh tim redaksi?"   

Menulis feature news berbeda dengan menulis in-depth news, meskipun keduanya sama-sama menyampaikan informasi yang mendalam.

Perbedaannya terletak pada cara data disajikan. Feature news menyajikan data dalam gaya sastra, memungkinkan pembaca merasakan emosi dari narasumber, membangkitkan perasaan marah atau bahkan membuat mereka menitikkan air mata. 

Ini dibuktikan sendiri oleh Yosi, bagaimana Kresna mampu menggambarkan dengan jelas intimidasi oleh polisi, seperti menginjak kepala penyintas yang jadi narasumber, menarik hidung dan berbagai intimidasi lainnya.

Melalui deskripsi seperti itu, Kresna berhasil membangkitkan emosi kuat pada pembaca, membuat tulisannya bisa dihayati dan berdampak.  

Untuk menjawab pertanyaan Yosi, Prabu membagikan pengalamannya sendiri dalam membuat feature news.

Sebagai seorang kontributor, Prabu mengatakan bahwa dirinya tidak menetapkan target waktu tertentu untuk menulis feature news karena waktu yang dibutuhkan bervariasi tergantung pada isu yang sedang diangkat.

Untuk menulis feature tentang makam Mbah Setur misalnya, Prabu membutuhkan waktu hingga tiga bulan untuk menyelesaikan liputannya.   

Jika kita mengamati elemen-elemen jurnalisme lainnya, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menulis bahwa jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. 

Di masa lalu, hampir tidak ada yang tahu siapa Mbah Setur, yang juga dikenal sebagai Kyai Setur. Keturunan Sri Sultan HB VII ini hampir dilupakan oleh sejarah atau bahkan tidak tercatat dalam sejarah. 

Secara umum, masyarakat Yogyakarta hanya tahu bahwa Dusun Seturan adalah daerah metropolitannya Yogyakarta dengan lebih dari 85 hotel dan penginapan di daerah tersebut, serta kampus-kampus perguruan tinggi yang bertebaran.

Salah satu prasyarat untuk menjadi penulis yang baik, menurut Prabu, adalah memiliki pengetahuan yang luas dan jam terbang. Menulis adalah kebiasaan yang diulang-ulang sehingga membentuk bank data otomatis dalam pikiran seseorang.  

Di sisi lain, Zulkifli Mangaku, sahabat saya, juga hadir dalam diskusi ini. Dia mendarat di Yogyakarta untuk melanjutkan perjalanannya ke Jakarta. Dia adalah teman sejawat Mawa Kresna. 

Menurut Zul, menulis feature news tidak bisa secepat menulis straight news. Hal ini disebabkan oleh perlunya seorang penulis feature melakukan riset lapangan yang mendalam. 

Karena itu, ada kelebihan dan kekurangan masing-masing, terutama karena ia saat ini bekerja sebagai penulis lepas untuk berbagai media seperti Mongabay Indonesia, di mana ia tidak memiliki gaji tetap tetapi memiliki kesempatan untuk menulis lebih banyak feature news.

Elemen terbaru dalam buku Bill Kovach dan Tom Rosenstiel adalah bahwa warga negara juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang berkaitan dengan berita. 

Zulkifli Mangaku, sahabat saya, juga hadir dalam diskusi ini. Foto: Dokumentasi Zul
Zulkifli Mangaku, sahabat saya, juga hadir dalam diskusi ini. Foto: Dokumentasi Zul

Mendiskusikan buku Kresna adalah salah satu implementasi dari elemen ini. Kita memiliki hak untuk merefleksikan, mengkritik, memantau, dan bahkan menolak berita asal-asalan dan clickbait yang semakin mengganggu serta tidak terverifikasi.  

Pada saat yang sama, banyak kantor berita dan jurnalis tidak lagi mendengarkan hati nurani mereka dalam membuat berita serta sepenuhnya berorientasi pada keuntungan.

Hal ini mengakibatkan munculnya banyak berita "tadah liur" yang kurang komprehensif dan tidak proporsional.  

Jurnalis tidak lagi menjaga kemerdekaan dari objek liputannya dan tidak lagi menjadi medium bagi diskusi publik (ruang publik), apalagi pemantau independen terhadap kekuasaan. 

Pada akhirnya, buku Kabar Buruk Hari Ini menjadi kabar baik. Bagi suara yang dibungkam otoritas. Bagi pergolakan yang tak berimbang antara rakyat dan penguasa. Bagi kita yang haus kebenaran dan rindu keadilan.

***

Jika Anda telah sampai di sini, terima kasih telah membaca. Jangan ragu untuk meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. [Mhg].   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun