Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Hidup adalah perpaduan cinta, tawa, dan luka. Menulis menjadi cara terbaik untuk merangkai ketiganya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengatasi Kemacetan di Jakarta: Peran AI, Urban Sprawl, dan Kebijakan Terintegrasi

8 Juli 2023   18:37 Diperbarui: 9 Juli 2023   01:05 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan di Jalan Kemang, Jakarta Selatan. Foto: Dokumentasi Maheng

Penggunaan Artificial Intelligence (AI) di Indonesia, khususnya di Jakarta, dalam menanggulangi kemacetan bukanlah barang baru. Mulai dari Electronic-Traffic Law Enforcement alias tilang CCTV, penerapan Electronic Road Pricing (ERP), dan sejumlah aturan lainnya.

Namun, semua itu nyatanya belum mampu mengatasi kemacetan di Jakarta dan beberapa kota besar lain di Indonesia.

Salah satu akar permasalahan kemacetan adalah pemusatan kegiatan masyarakat di kota-kota besar sehingga memicu urbanisasi tak terkendali dan menyebabkan urban sprawl.

Urban sprawl adalah fenomena perluasan perkotaan yang tidak terkendali dan tidak teratur. Biasanya terjadi ketika kawasan perkotaan tumbuh secara luas ke wilayah-wilayah sekitarnya tanpa perencanaan yang baik.

Perluasan perkotaan yang tak terkendali ditandai oleh alih fungsi lahan dari penggunaan awalnya menjadi wilayah pemukiman, komersial, dan jaringan jalan di sekitar kota yang tidak terkontrol secara teratur.  Misalnya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan.

Setiap tahun, lahan pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta, tempat domisili saya, menyusut sekitar 250 hektar. 

Besaran luas alih fungsi lahan yang mencapai angka 2,3% per tahun untuk Kabupaten Sleman dan 7% per tahun untuk Kota Yogyakarta merupakan angka yang cukup besar dan perlu disikapi secara serius.

Berdasarkan Buku Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2022, terjadi kenaikan laju pertumbuhan penduduk dari 0,58% menjadi 1,61% pada tahun 2020-2021.  

Lantas bagaimana dengan DKI Jakarta?

Dalam artikel The Change and Transformation of Indonesian Spatial Planning after Soeharto's New Order Regime: The Case of the Jakarta Metropolitan Area karya Deden Rukmana yang diterbitkan pada Februari 2015 lalu, disebutkan bahwa terdapat pelanggaran rencana tata ruang DKI Jakarta sejak tahun 1985 hingga 2005.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun