Langkah selanjutnya adalah mengkombinasikan ITS dengan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar.Â
Selain itu, perlu juga dilakukan pengembangan infrastruktur transportasi yang baik, peningkatan layanan transportasi publik yang efisien, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang penggunaan transportasi umum.Â
Saya sendiri sempat beberapa kali menulis mengenai ketidaksetujuan saya terhadap subsidi kendaraan berbasis listrik yang diklaim ramah lingkungan.Â
Menurut saya, lebih bijaksana jika dana subsidi tersebut dialihkan untuk perbaikan dan penambahan kendaraan umum. Ini akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan mempromosikan penggunaan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan.Â
Jika tetap diberikan subsidi kendaraan listrik, akan lebih efektif jika subsidi tersebut difokuskan untuk pelaku ojek online (driver) sebagai bagian dari mendorong penggunaan carsharing atau Shared mobility yang lebih berkelanjutan.
Di negara-negara seperti Kanada, Jerman, dan Prancis, konsep shared mobility sudah menjadi hal yang umum dan populer.Â
Berbagai layanan seperti carsharing car2go, bikesharing Nextbike, dan ridesharing BlaBlaCar telah diadopsi dan digunakan secara luas oleh masyarakat di negara-negara tersebut.
Salah satu alasan klasik mengapa orang enggan menggunakan transportasi umum di Indonesia adalah karena kualitas transportasi dan fasilitas ruang publik yang tidak memberikan rasa aman dan nyaman.Â
Seperti waktu tempuh yang lama, penuh sesak, hingga jam operasional yang terbatas. Selain itu, banyak transportasi yang tidak terkoneksi dengan baik. Jika pun terkoneksi, harus berpindah-pindah dari bus ke KRL, ke angkot, dan seterusnya.
Oleh karena itu, semestinya layanan transportasi publik harus menjadi prioritas. Dan tentunya, kebijakan tersebut juga harus diterapkan di wilayah penyangga ibu kota, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.Â
Hal ini dikarenakan Jakarta menjadi tujuan banyak penduduk dari daerah-daerah tersebut yang menggunakan kendaraan pribadi.