Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Potret Pulau Runduma: Tantangan, Peluang Perubahan Melalui Pengabdian Village Development Expedition

3 Juli 2023   12:55 Diperbarui: 7 Juli 2023   19:52 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Runduma: Ramah, Bersih, Indah! Foto: Instagram @amalhermawan 

Tenaga pendidik dan tenaga kesehatan menjadi masalah yang sangat krusial di Pulau Runduma, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara

Ada istilah "Runduma tempat pembuangan para PNS baru" yang sering digunakan untuk menggambarkan pulau yang dihuni oleh 170 kepala keluarga yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan hingga petani kopra ini.

Akibatnya, banyak pegawai yang telah ditempatkan di Pulau Runduma memilih untuk pindah, sehingga hanya tersedia guru-guru lokal yang mengajar dengan merangkap mata pelajaran. 

Hal ini mengakibatkan kurangnya ketersediaan guru dalam proses belajar mengajar di pulau tersebut, bahkan dalam satu minggu terkadang tidak ada guru yang hadir. 

Akses menjadi faktor utama mengapa pulau ini sering luput dari perhatian publik.

Faktor penyebabnya adalah dominasi lautan dalam wilayah kabupaten Wakatobi, yang mencakup sekitar 95,70% dari total luas wilayah. Sementara itu, sisanya sekitar 4,33% adalah daratan, termasuk karang, dengan total luas kurang lebih 19.160 kilometer persegi.

Selain keterbatasan tenaga pendidik, pendidikan di Pulau Runduma juga menghadapi masalah esensial lainnya, antara lain tidak adanya akses jaringan telekomunikasi, minimnya akses terhadap sumber belajar seperti tidak tersedianya perpustakaan, dan rendahnya budaya pendidikan.   

Keempat faktor tersebut saling terkait dan memiliki dampak yang signifikan pada sistem pendidikan di pulau tersebut. 

Dari empat faktor esensial tersebut, persoalan yang paling krusial adalah ketersediaan tenaga pendidik. 

Menurut konsep metrocentricity yang dijelaskan oleh Campbell dan Yates, banyak tenaga pendidik cenderung memilih posisi kerja yang berada di daerah perkotaan dan enggan mengajar di daerah terpencil atau pedesaan. 

Hal ini juga terjadi di SMAN Runduma, di mana sangat sedikit guru yang bersedia mengajar di wilayah tersebut. 

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Ade Setyaningrum Sutrisno pada Mei 2022, diketahui bahwa para guru enggan menetap dalam waktu yang lama di Pulau Runduma dan lebih memilih mengajar di ibukota Kabupaten Wakatobi, khususnya di Wangi-Wangi Selatan. 

Beberapa faktor penyebabnya seperti akses yang sulit menuju Runduma, tidak adanya jaringan telekomunikasi, kesulitan mendapatkan air bersih, dan langkanya bahan-bahan pokok. 

Dampaknya, SMAN Runduma hanya menjadi sebuah bangunan yang berdiri tanpa adanya kegiatan belajar mengajar yang maksimal. 

Padahal, para siswa sangat membutuhkan persiapan yang intens dalam hal pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Ini penting agar mereka dapat menjadi calon intelektual yang akan mengelola potensi dan kekayaan yang ada di Pulau Runduma, seperti sektor perikanan, kelautan, pariwisata, dan perkebunan.  

Selain itu, Pulau Runduma juga memiliki keunikan luar biasa sebagai surga bagi penyu. Seperti  penyu sisik dan penyu hijau yang merupakan spesies penyu  langka di dunia.

Pulau Runduma, sebagai bagian dari Wakatobi telah diakui sebagai salah satu dari delapan cagar biosfer dunia oleh UNESCO, memiliki letak geografis yang unik. 

Terletak di antara laut Banda yang melingkupi bagian utara, selatan, dan timurnya, pulau ini menawarkan pemandangan yang memukau dan keanekaragaman hayati yang kaya.

Di sisi baratnya, Pulau Runduma berbatasan langsung dengan laut Tomia, dengan jarak sekitar 79 kilometer ke ibukota kecamatan Tomia. 

Berdasarkan data BPS tahun 2021, jumlah penduduk di Desa Runduma tercatat sebanyak 266 laki-laki dan 291 perempuan, dengan total populasi sebanyak 557 orang. Desa tersebut juga memiliki 170 kepala keluarga.

Komposisi penduduk Desa Runduma menunjukkan variasi dalam kelompok usia. Data BPS tahun 2021 mengungkapkan bahwa 27,57 persen penduduk berada dalam kelompok usia 0-14 tahun, yang menandakan adanya populasi yang relatif muda. 

Sementara itu, mayoritas penduduk, sebesar 64,39 persen, berada dalam kelompok usia 15-60 tahun, yang merupakan kelompok usia produktif yang memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan di desa tersebut. 

Terakhir, sekitar 8,04 persen penduduk berusia lebih dari 65 tahun, menunjukkan adanya sejumlah penduduk lanjut usia di Desa Runduma. 

Di Desa Runduma, meskipun terdapat satu Sekolah Dasar (SD), satu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan SMA, namun keterbatasan tenaga pendidik dan infrastruktur telekomunikasi mempengaruhi perkembangan kelompok usia produktif secara signifikan.

Belum adanya Base Transceiver Station (BTS) yang dapat menyediakan jaringan telekomunikasi membatasi akses informasi dan promosi potensi maritim yang menjanjikan di pulau ini. 

Di Pulau Runduma, keterbatasan tenaga pendidik dan infrastruktur telekomunikasi, serta tantangan akses transportasi, listrik, dan pasokan air bersih menjadi kendala dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Tempat-tempat indah seperti Pantai One Sova, Rawa Melangka, dan Pantai Onembua dengan berbagai titik penyelaman yang indah belum dapat dimaksimalkan. 

Karena itu, diperlukan upaya dalam meningkatkan akses pendidikan, infrastruktur telekomunikasi, serta infrastruktur penyebrangan yang keberlanjutan sebagai sumber daya untuk mewujudkan potensi dan kemajuan Pulau Runduma.


Bagi kamu yang ingin berkontribusi di Pulau Runduma, jangan lupa untuk bergabung dalam pengabdian Village Development Expedition (VDE) #3 yang diselenggarakan oleh Barakati Indonesia.

Pendaftaran untuk VDE #3 di Pulau Runduma masih dibuka hingga 08 Juli 2023 (khusus fully funded). 

Kamu bisa memilih antara jalur fully funded dengan seleksi ketat, jalur partial funded yang memberikan potongan biaya, atau jalur self-funded

Program ini terbuka untuk siswa dan mahasiswa serta masyarakat umum berusia 16-32 tahun dengan izin dari orang tua atau wali.

Rencana pengabdian mencakup berbagai kegiatan seperti pengembangan berbasis masyarakat, pemeriksaan kesehatan, pengelolaan potensi perikanan, dan lainnya. 

Persiapkan program kerja yang relevan jika ingin mengikuti jalur fully funded. Gunakan referensi riset yang tersedia di Google Scholar dan baca panduan di bio Instagram @barakati_indonesia.  

Untuk  VDE #3 sendiri akan dilaksanakan di Desa Runduma, Kecamatan Tomia pada 24 September hingga 07 Oktober 2023 mendatang.

***
Jika Anda telah sampai di sini, terima kasih telah membaca. Jangan ragu untuk meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. [Mhg].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun